Kejujuran Zarina
Kejujuran Zarina
Pantas saja Amar dan Ali mencintai Zarina dan ingin memilikinya karena memang Zarina sangat cantik dan menggetarkan hati yang memandangnya. Sebagai laki - laki normal tidak perlu cinta untuk membangkitkan hasrat kelelakian tetapi sebagai laki - laki bermoral akan selalu ada dinding penghalang yang akan menghalangi mereka dari berbuat nista dan keji.
"Katakanlah Zarina dengan sejujur - jujurnya, jangan ada yang ditutupi karena ini menyangkut hidupmu di masa yang akan datang. Katakan sebenarnya bagaimana Kau bisa dilamar oleh Amar. Dan benarkah kau mencintainya ? Karena seingatku Kau hanya mencintai adikku" Kata Nizam berbicara dengan lembut. Ia sangat menghormati Zarina karena banyak hal. Zarina sudah berjasa menyembuhkan adiknya dan Ia akan mengorbankan dirinya sendiri hanya untuk menyelamatkan pernikahan adiknya. Ia gadis yang sungguh naif.
Zarina menganggukkan kepalanya sambil menghapus kembali lelehan air matanya. " Hamba memang mencintai Pangeran Thalal dan akan selalu mencintainya. Tetapi hamba sadar bahwa hamba tidak akan pernah mendapatkan cinta yang mulia. Tetapi hamba juga tidak ingin meninggalkan rumah ini karena hamba ingin dapat melihat wajah Pangeran Thalal setiap hari walaupun harus sembunyi - sembunyi" Kata Zarina membuat Nizam menggelengkan kepala. Mengapa banyak budak cinta di dunia ini. Katanya dalam hati tetapi kemudian Nizam tersenyum kecil karena Ia juga menyadari kalau dirinya termasuk salah satu budak cinta juga.
" Tetapi para pelayan dan perawat menuduh hamba sebagai gadis yang tidak tahu malu karena akan selalu mencoba menyusup diantara cinta Yang Mulia Pangeran Thalal dan Putri Cynthia hingga kemudian ketika hamba menangis, Amar datang dan kemudia menawarkan suatu solusi." Kata Zarina sambil kemudian dia menceritakan kesepakatan yang dia buat dengan Amar. Gaya Zarina bercerita benar - benar sangat polos dan mengundang senyum Nizam.
"Jadi Kau menyetujui kesepakan Amar kepadamu"
"Iya Yang Mulia. Asalkan hamba aman berada di sini untuk selalu dapat melihat wajah Pangeran Thalal hamba tidak keberatan menjadi istri Amar" Kata Zarina dengan tegas.
Nizam menggelengkan kepalanya, Ia dapat membayangkan kalau Amar pasti tidak akan pernah tahan untuk menepati kesepakatan di antara mereka. Melihat Zarina yang begitu cantik dan molek, pria mana yang tidak akan luluh. Bahkan Pangeran Thalal sendiri kalau terus menerus dirayu oleh kecantikan Zarina pasti lambat laun dia akan luluh juga. Makanya Nizam sangat mendukung kalau Zarina menikah.
Nizam lalu menatap Zarina sambil kemudian berkata lagi, " Zarina, bagaimana kalau Amar mengingkari kesepakatan diantara kalian ? Bagaimana kalau seandainya Amar menyentuhmu secara paksa, karena Kau memang sudah menjadi haknya" Kata Nizam membuat Zarina tercengang kaget.
"Aku akan meminta cerai.." Kata Zarina dengan tegas. Nizam jadi tertawa terkehkeh mendengar kata - kata Zarina.
"Mengapa Yang Mulia tertawa ? Apakah Yang Mulia merasa bahwa kata - kata hamba lucu?" Kata Zarina sedikit cemberut.
"Tidak Zarina, tetapi Kau memang sepolos kain putih. Baiklah... asalkan kau sudah yakin dengan keputusanmu, Aku tidak akan melarangmu menikah dengan siapapun" Kata Nizam sambil diam - diam Ia memuji kecerdikan Amar. Jendral itu memperdaya kepolosan Zarina dengan menjebaknya. Nizam tahu kalau Amar pasti sedang mencoba mempertahankan Zarina agar tetap ada disisinya mengingat kemampuan Zarina yang memang dibutuhkan untuk melawan musuh - musuhnya yang menggunakan ilmu mistis seperti Pangeran Abbash.
"Terima kasih Yang Mulia." Kata Zarina sambil tersenyum lega. Ia tidak takut lagi setelah berterus terang kepada Nizam. Nizam kemudian berkata lagi.
"Zarina, Tadi Aku mengatakan bahwa Aku tidak akan menghalangi kau menikah dengan siapapun. Hanya saja Aku ingin kau menilai seseorang untukku. Aku ingin meminta pendapatmu tentang Ali, Penjaga pribadiku. Bagaimana menurutmu Ali? Sejauh mana Kau mengenalnya ?" Kata Nizam mulai mengorek informasi dari Zarina.
"Ali??? Penjaga Yang Mulia itu? Hamba mengenalnya. Ia hampir mencekik hamba ketika Ia mencurigai hamba sebagai penyusup di rumah ini" Kata Zarina ia masih sangat mengingat bagaimana Ali langsung memiting tangannya dan mencekiknya dengan menggunakan lengan kirinya. Ali melingkarkan lengan kirinya ke lehernya. Zarina masih merasakan rasa sakit dilehernya.
Nizam terkejut mendengar kata - kata Zarina. Apa - apaan ini. Katanya cinta tapi bertingkah seperti orang barbar. Pantas saja Zarina lebih memilih Amar yang memiliki sifat lebih gentle daripada Ali. Walaupun mencurigai tetapi tidak harus berlebih - lebihan seperti itu. Nizam jadi salah tingkah karena sekarang harapan Zarina agar lebih memilih Ali pupus sudah. Apalagi kemudian Zarina berkata, " Ali sebenarnya mungkin orang baik. Ia mencekik hamba karena mungkin sedang melindungi Yang Mulia. Tetapi mengapa Yang Mulia menanyakan tentang Ali kepada hamba?"
"Tidak.. Aku hanya ingin tahu diantara Ali dan Amar yang manakah yang lebih menarik perhatianmu jika kedua -duanya ingin menikahimu" Kata Nizam dengan hati - hati.
"Ali ingin menikahi hamba? Apa tidak salah ?" Kata Zarina keheranan.
"Jawab saja Zarina. Aku kan sedang mengadai - andai" Kata Nizam.
"Hamba lebih memilih Amar yang jelas - jelas sudah melamar hamba. Hamba tidak terlalu mengenal Ali walaupun hamba mengenal Ali lebih dulu dibandingkan Amar. Tapi sungguh Yang Mulia Hamba tidak memiliki perasaan sedikitpun kepadanya. Hamba lebih menyukai Amar dibandingkan Ali."
Nizam tersenyum walaupun pahit, " Baiklah..kalau begitu menikahlah dengan Amar, Panggillah orang tuamu kemari Aku tidak ingin kau pergi meninggalkan rumah ini sepanjang Pangeran Abbash masih berkeliaran di ruang. Ku harap kau juga belajar dengan Mr. Sanjay tentang melawan ilmu - ilmu jahat dengannya." Kata Nizam membuat Zarina berteriak kegirangan.
"Nah sekarang istrirahatlah di kamamu. Aku akan berbincang dengan Amar terlebih dahulu" Kata Nizam sambil tersenyum kemudian Ia menyuruh dua orang pelayan tuntuk mengantar ke kamarnya, Zarina menganggukan kepalanya lalu memberikan hormatnya dan kemudian berlalu diiringi oleh tatapan Nizam.
Setelah Zarina pergi Nizam sudah tidak karuan, badannya panas dan ketika Amar masuk untuk perbincangan yang kedua. Nizam ambruk tergeletak. Ia sangat pusing sampai tidak bisa menahan tubuhnya sendiri.
Amar langsung memekik lalu meraih tangan Nizam dan memapahnya ke kursi sofa yang empuk.
"Yang Mulia kenapa?" Tanya Amar terkaget- kaget. Ia membopong tubuh Nizam dan ditidurkan di sofa merah.
"Aku pusing. Badanku meriang. Bawa Aku ke kamarku Amar.." Kata Nizam sambil kemudian berjalan ikut, Nizam berbaring dan para pelayan langsung membawa keperluan termasuk obat untuk Nizam.