Istri Kecil Tuan Ju

Tidak Bisa dikalahkan.



Tidak Bisa dikalahkan.

Mereka juga tidak ketinggalan untuk melibatkan diri dalam dunia politik dan bisnis untuk meraup pundi-pundi uang.      

Dan  sebagian dari mereka masih menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan mereka, termasuk membunuh dan menyiksa dengan sadis. Sehingga mereka ditakuti. Tapi, tidak dengan Mafia besar seperti Tuan Adamson.      

Mereka tidak berani mengusik Mafia seperti mereka apalagi setelah Maxwell mengambil alih.  Walaupun Maxwell lebih memilih bersembunyi menjadi orang biasa ditengah masyarakat yang ramah dan tenang.     

"Katakan jenis pistol apa yang dia pesan padamu? " Tanya Maxwell setelah selesai dengan pikirannya yang rumit.     

Alena adalah Wanita malam yang memiliki jalur penjualan senjata rahasia dari sindikat perdagangan gelap. Ia sangat dekat dengan Maxwell pada saat Maxwell tinggal di London dan selalu berurusan dengan keributan dan kekhawatiran.     

Alena langsung mengeluarkan pistol itu dari tasnya. Ia sengaja menemui Maxwell terlebih dahulu sebelum bertemu dengan Nathan.     

"Ini adalah pistol jenis P250 buatan Amerika dan Jerman,  yang dilengkapi dengan 17 Peluru dan yang kedap suara,  persis seperti pistol yang dulu anda pesan." Jelas Alena.     

Maxwell tersenyum licik melihat pistol itu.     

'Nathan ... Ternyata kamu sangat berbahaya. Siapa yang ingin kamu tembak menggunakan pistol yang sangat berbahaya ini?' Batin Maxwell.     

"Bagaimana menurut mu? Apakah aku sudah bisa mendapatkan kepercayaan mu lagi?" Tanya Alena dengan harap-harap cemas.     

Maxwell tersenyum licik, setelah itu ia meletakkan pistol itu di meja sambil berkata, " Kepercayaan itu sangat mahal harganya. Oleh karena itu aku ingin kamu membuktikannya dengan menjadi kaki tangan Viona dan Nathan. Apapun yang mereka lakukan beritahu Rafael! Bukankah kamu menyukai Rafael? Sekarang aku izinkan kamu mendekatinya lagi!"      

Alena tidak bisa menahan senyumannya.  Ia memang sambat menyukai Rafael.      

"Aku akan lalukan semua perintah mu! Bayarannya berikan aku nomer Rafael!" Kata Alena dengan semangat.     

"Tentu saja kamu bisa memilikinya" Setelah mengatakan itu Maxwell memberikan nomer Rafael kepada Alena.     

'Aku akan merepotkan kamu lagi Rafael dengan menghadirkan orang yang sangat kamu hindari.' Batin Maxwell sambil tersenyum geli saat ia membayangkan bagaimana takutnya Rafael bertemu Alena.     

Tepat saat itu, ponsel Maxwell berbunyi dan itu dari Kevin.     

"Halo?" Ucap Maxwell setelah menggeser icon berwarna hijau di ponselnya.     

"Dimana kamu?"Suara dingin Kevin terdengar dari seberang telpon.     

"Aku ada di Bar. Apakah ada hal penting?  Bukankah aku sudah membantumu untuk mengurus kematian itu? " Tanya Maxwell.     

"Kita bicara di rumahku. Jadi, datanglah!"      

"Oke."     

Setelah itu Maxwell menutup panggilannya. Tepat saat itu Maxwell tiba-tiba teringat pada Gavin. Seketika itu ia melebarkan senyumannya sehingga Alena sedikit bingung saat melihat senyum manis yang sebenarnya mengandung bahaya itu.     

'Hahahaha ... Kenapa aku baru ingat soal Gavin? Sepertinya akan seru jika identitas Gavin terungkap. Aku bisa menghancurkan dua pecundang itu sekaligus. Mereka sudah berani membuatku marah maka mereka akan menanggungnya. Kevin, kali ini kamu harus memaafkan aku jika aku harus menggunakan Gavin karena dia sudah saatnya mengetahui kebenaran tentang identitas nya! Untuk Jhosep dan Nathan kalian tunggu  tanggal mainnya!' Batin Maxwell.     

Setelah selesai membatin, Maxwell berdiri lalu pergi begitu saja tanpa memperdulikan Alena.     

Kantor JJ Grup.     

Sementara itu Julian sedang rapat dadakan dengan pemegang saham dan dewan direksi.     

"Kalau kita membiarkan mereka semua pergi, maka JJ Grup akan terancam bangkrut. " Kata salah satu pemenang saham.     

"Betul, nilai saham JJ Grup sudah sangat merosot. Banyak dari pemegang saham sudah menjual saham mereka ke perusahaan lain. Oleh karena itu mereka tidak hadir hari ini."     

Julian masih terdiam sambil mengetuk-ngetuk pulpennya di atas meja.      

Julian mendengar dengan seksama semua keluhan para pemegang saham itu.     

"JJ Grup tidak akan pernah bangkrut. " Ucap Julian setelah lama terdiam.     

Semua orang langsung terdiam sambil memperhatikan Julian. Mereka mulai merinding saat melihat ekspresi mengerikan Julian.     

Setelah mengatakan itu, Julian melirik Andi sambil berkata, "Sekarang kumpulkan tanda tangan para pemegang saham yang masih percaya padaku! Dan catat nama-nama mereka yang sudah mengkhianati JJ Grup! Karena sekali mereka pergi maka mereka tidak akan pernah bisa kembali lagi!"     

"Baik bos!"     

Mereka semua terkejut mendengar perintah yang  Julian ucapkan. Tentu saja mereka ketakutan jika tidak bisa kembali ke JJ Grup lagi karena perubahan JJ Grup merupakan yang terbesar di negara ini selain dari YM Grup.     

Tanpa berpikir panjang lagi, mereka semua menandatangani persetujuan untuk mempercayai Julian.      

Sementara itu, Julian kembali ke ruangannya.      

Ia  berdiri di pinggir jendela sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celananya.      

Julian menatap langit yang sepi tanpa hadirnya bintang atau bulan seakan mengerti perasaannya saat ini.     

'Aku bukan lelaki yang lemah. Tidak ada yang bisa merobohkan aku atau menghancurkan aku. Perusahaan ini akan semakin berjaya! Soal Papa dan Maxwell, aku akan mengurusnya setelah ini. Sekarang aku harus memikirkan bagaimana caranya aku berbaikan dengan Qiara. Karena Qiara dan Zio adalah sumber kekuatan ku!' Batin Julian.     

Tepat saat itu, ponselnya berbunyi dan itu dari nomer rumahnya.      

Seketika itu Julian mengerutkan keningnya. Ia tidak yakin jika Qiara yang sedang menghubunginya. Karena itu tidak mungkin. Tapi, kalau itu Zio pasti itu menjadi mungkin.      

"Halo?"ucap Julian setelah menggeser icon berwarna hijau di ponselnya.     

"Tuan, ini saya Bibi Liu!" Terdengar suara panik Bibi Liu dari seberang telpon.     

"Ada masalah apa bibi? Kenapa bibi Liu terdengar sangat panik?" Tanya Julian yang mulai hilang ketenangan.     

"Tuan, kapan anda pulang? Tuan kecil sedari tadi pulang sekolah dia tidak mau membuka pintu. Padahal dia pulang bersama nyonya.  Kata Nyonya kalau dia membawa Zio ke taman hiburan untuk bermain, tapi Zio malah marah. Nyonya bingung sehingga ia terus mengetuk pintu kamar Zio sambil menangis. "Jawab Bibi Liu dengan panik.     

Mendengar penjelasan itu, Julian kaget dan panik. Setelah itu ia menutup panggilan secara sepihak lalu berlari keluar dari ruangannya dengan sangat cepat.      

Bibi Liu terpaksa menelpon Julian tanpa sepengetahuan Qiara. Karena dia sudah mencium bau-bau pertengkaran antara Julian dan Qiara sehingga Qiara tidak meminta tolong Julian untuk membujuk Zio.     

"Zio sayang ... Ayo buka pintunya! Kamu belum makan dari tadi siang! "  Kata Qiara yang berulang kali ia ucapkan sambil menangis.      

Qiara pikir Zio akan membuka pintunya setelah ia membiarkannya untuk sendirian di kamarnya untuk beberapa jam sehingga Qiara meninggalnya ke kamar untuk istirahat juga.      

Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Zio tidak mau membuka pintu nya dan dari dalam kamarnya tidak terdengar suara apapun sehingga Qiara semakin panik.      

Dia sudah mencoba membuka pintu itu dengan kunci duplikat nya. Tapi, Zio menguncinya dari dalam entah dengan apa sehingga Qiara sangat penasaran.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.