Tante Seksi Itu Istriku

Niat Penolakan Perjodohan



Niat Penolakan Perjodohan

Beberapa waktu berselang, Usman dan Kardi pulang diantar taksi. Setelah Kardi diperiksa di puskesmas. Karena ke rumah sakit cukup jauh, maka dari itu, Usman membawa pamannya ke puskesmas yang lebih dekat dari rumah. Sesampainya di rumah, mereka disambut oleh Warni dengan makanan lezat yang dimasaknya.     

"Ayo, Usman ... kamu makan yang banyak!" ucap Warni yang memberikan potongan daging ayam pada Usman.     

Sebelumnya Usman tidak pernah mendapatkan perlakuan baik seperti yang ditunjukkan oleh Warni. Pemuda itu mengangguk dan memakan apa yang diambilkan oleh bibinya. Sedangkan Kardi dan anaknya hanya bisa memakan dengan lahap. Karena bisa makan daging enak itu. Tidak perduli seberapa banyak mereka bisa memakannya. Tapi Warni sudah menyiapkan yang paling banyak untuk Usman. Sementara anak dan suaminya mendapat jatah lebih sedikit dari Usman.     

"Buk, kenapa Usman dapat ayamnya paling besar? Kok aku hanya dapat segini, sih?" protes Arif, anak Kardi dan istrinya. Ia sempat ingin mengambil ayam yang disediakan untuk Usman.     

"Hei, ini untuk Usman! Kamu kan sudah ibu kasih! Ini kan belanjanya juga pake uang Usman!" sergah Warni pada anaknya sambil memegang tangannya.     

"Yah, ibu kok pilih kasih? Yang anaknya siapa, yang dikasih daging banyak siapa? Perasaan dulu kan Usman tidak dikasih ayam. Kalaupun dikasih, jarang-jarang. Aku kan lagi masa pertumbuhan. Jadi kudu makan yang banyak!" cetus Arif dengan cemberut.     

Sementara Kardi hanya bisa diam tanpa protes. Ia sangat malu sebagai seorang paman terhadap keponakannya. Tapi ia tidak mungkin bisa mengelak dari Bahar. Karena dia seorang yang telah banyak membantunya. Dan ia harus tetap menikahkan keponakannya dengan anak juragan Bahar yang seperti alien, seperti yang dikatakan oleh Usman itu.     

"Biarkan dia makan, Bi. Ini saja sudah cukup. Aku sudah kenyang makan banyak siang ini. Dan aku harus kembali ke penginapan dan akan membawa istriku besok," ungkap Usman. Ia melihat kedua orang tua itu hanya saling pandang dengan datar.     

Warni juga tidak berani bilang kalau Bahar datang ke rumah. Ia memutuskan untuk mengatakannya saat sudah selesai makan. Maka setelah selesai makan, Warni baru akan mengatakannya. Ia membiarkan meja yang penuh dengan makanan. Sementara Arif yang melihat ayam goreng dan ayam rica pun segera menyerbunya.     

Kardi dan Warni membawa Usman ke rumah tengah untuk berbicara bertiga. Karena Usman sudah ditunggu sampai dua tahun lamanya, sudah pasti juragan cendol itu mengharuskan Kardi dan Warni menikahkan keponakannya.     

"Begini, Usman. Tadi pak Bahar datang ke sini sama anaknya. Dan mereka akan datang lagi besok siang. Dan kamu besok siang bisa ke sini lagi, kan? Tapi jangan ajak istri kamu! Kita akan menyelesaikan semuanya besok siang. Jika kamu tidak ada besok siang, kemungkinan bibi dan paman akan tidak ada tempat tinggal lagi."     

"Bisakah kamu datang lagi, besok? Tapi harus rahasiakan sama istrimu. Dan tolong yakinkan istrimu untuk mengerti, Usman. Walaupun kamu punya uang sebanyak ini, paman juga tidak yakin kamu bisa menolong kami." Kini giliran Kardi yang meminta Usman untuk menuruti keinginannya. Karena hanya pada Usman, ia bisa meminta pertolongan.     

Usman mengangguk, mendengar permintaan pamannya. Namun ia memiliki keputusan sendiri. Setelah itu Usman meninggalkan rumah dengan jalan kaki saja. Ia menggendong tasnya yang berisi beberapa makanan yang disiapkan oleh Warni. Ia kembali melewati orang-orang di desa dan bicara seperlunya saja. Dengan berjalan kaki sampai ke penginapan. Ia mencari keberadaan sang istri di rumah.     

"Kamu sudah pulang, Sayang? Apa yang terjadi? Kenapa wajahmu begitu murung? Coba kamu katakan dengan jujur padaku, Usman!" Farisha duduk sambil memegang tangan sang suami dan ia ingin tahu apa yang terjadi.     

"Maafkan aku, Tante ... eh, Farisha. Aku tidak tahu harus mengatakan apa. Kamu apakah akan marah padaku, setelah aku mengatakannya? Tapi aku tidak ingin berbohong padamu."     

"Aku tahu kamu tidak akan pernah berbohong padaku. Tapi mungkin kamu merasa berat untuk mengatakannya? Apa yang sebenarnya terjadi? Aku janji tidak akan marah padamu. Meskipun itu menyakitkan buatku. Kamu katakan saja apa adanya!" Farisha harus menyiapkan mentalnya.     

Wanita itu sudah berpikir selama Usman meninggalkan dirinya dan anak mereka di penginapan. Tapi ia sudah menduga-duga apa yang akan terjadi. Karena Usman telah menceritakan tentang dirinya yang selalu dipaksa untuk bekerja oleh paman dan bibinya. Usman juga telah menceritakan alasan meninggalkan desanya. Berbagai kemungkinan telah dipikirkan oleh Farisha dan salah satunya tentang perjodohan itu.     

"Apa kamu ingat, aku pernah mengatakan alasanku pergi dari desa, salah satunya adalah perjodohanku dengan perempuan alien itu, kan? Walaupun aku memang jelek, aku juga tidak ingin menikah dengannya." Usman mengatakan hal itu dengan hati-hati. Ia takut membuat istrinya marah padanya.     

Kini terjawab sudah apa yang telah terjadi pada Usman. Sudah pasti tentang perjodohan itu. Farisha hanya mendesah pelan sambil memegang tangan sang suami. Suami yang tidak terlalu tampan tapi menurutnya Usman tampan dari hatinya.     

"Kamu akan dijodohkan dengan perempuan desa ini? Apakah kamu menerimanya, Sayang? Lalu bagaimana denganku? Apakah kamu akan menceraikan aku sebagai istrimu? Aku sudah punya anak darimu dan sudah menyerahkan semuanya padamu. Jika kamu meninggalkan aku, bagaimana aku bisa hidup, hemm?"     

Walaupun Usman tidak mengatakan apapun, Farisha masih merasakan bagaimana kegalauan sang suami tercinta. Tapi ia merasa tidak akan pernah ditinggalkan oleh Usman. Ia justru berharap suaminya itu memiliki cara agar lolos dari perjodohannya. Jika pun Usman harus menikah, jangan sampai Farisha menjadi seorang janda karena keputusan salah Usman.     

"Aku tidak berharap menikah dengan alien itu. Kamu tenaglah, Tante. Aku akan berusaha agar pak Bahar tidak lagi menjodohkan anaknya denganku. Aku akan bicara sama orang itu." Dengan yakin, Usama membuat Farisha harus percaya padanya. Selamanya ia hanya memiliki satu orang istri.     

Farisha tersenyum setelah mendengarkan pernyataan sang suami. Memang itu yang ada dalam pikirannya tentang suaminya yang masih saja bisa ditipu orang. Karena bagi Farisha, Usman merupakan lelaki paling polos yang ia temui. Tidak ada niatan untuk berbuat jahat terhadap orang lain.     

'Aku tidak begitu yakin kamu bisa lolos, Usman. Aku tidak akan biarkan orang lain menikahimu. Aku tahu kamu orang bodoh. Tapi aku tidak akan pernah melepaskan orang bodoh seperti kamu. Bukan karena aku yang tidak suka diatur atau menyukai orang bodoh. Tapi kamu orang paling baik dan orang yang paling ku percaya selain ibu.'     

"Apakah kamu tidak percaya padaku? Aku akan membicarakan ini dengan pak Bahar. Pasti dia akan setuju membatalkan perjodohan ini." Usman meyakinkan Farisha sekali lagi untuk membuat sang istri luluh.     

"Aku percaya kamu, Usman. Aku percaya kamu tidak akan menghianati pernikahan kita. Emm, mumpung si adek lagi tidur, bagaimana kalau kita ... emm," gumam Farisha menggoda sang suami. Ia menjentikkan matanya guna menggoda sang suami.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.