Tante Seksi Itu Istriku

Kedatangan Juragan Cendol



Kedatangan Juragan Cendol

Tentu saja perubahan sikap Warni pada Usman tidaklah biasa. Karena dulunya ia sering dipukuli dan diperlakukan buruk oleh wanita itu. Usman juga diberi banyak makanan yang dibelinya di warung. Berbagai macam makanan dan juga membeli daging ayam di toko. Marni menyimpan uang itu untuk ia gunakan di lain waktu. Meskipun Usman sudah mengatakan agar uangnya digunakan untuk membuka toko, ia tidak akan tahu apa yang dilakukan oleh wanita itu.     

"Paman juga harus dibawa ke rumah sakit untuk pengobatan, kan?" tanya Usman pada bibi dan pamannya ketika mereka berkumpul di ruang tengah itu.     

"Tidak apa-apa, Usman. Pamanmu sudah diobati dengan baik karena ada pak Bahar! Dia sudah membiayai pengobatan pamanmu. Tapi kamu harus segera ditemukan dan menikah dengan anaknya," sahut Warni.     

"Aku tidak mau menikah dengannya, Bi. Lagian kan aku sudah bilang, aku sudah menikah. Jadi nggak perlu menikah dengan orang lain lagi." Usman tentunya tidak ingin pernikahannya dengan Farisha terganggu. Karena ia sudah tidak mungkin bersama orang yang tidak ia cintai.     

Baik Kardi maupun Warni, tetap diam setelah Usman mengatakan itu. Mereka memang senang karena telah menemukan Usman. Atau lebih tepatnya Usman sendiri yang kembali. Namun lelaki itu tetap ngotot dengan pendiriannya. Tetap menolak perjodohan yang direncanakan oleh paman dan bibinya.     

Usman berada di rumah itu sampai siang harinya ada beberapa orang yang datang. Karena mendengar kepulangan Usman, orang itu membawa beberapa orang dan juga seorang wanita berusia tiga puluh tahunan. Namun karena sudah berumur tapi belum menikah, ia ingin menikahkan anak itu dengan Usman. Karena tidak ada seorangpun yang mau menikah dengan perempuan itulah, yang membuat Kardi dan Warni ditawari untuk menikahkan anaknya dengan Usman.     

"Kamu tenang saja, Sarini. Bapak akan menikahkan kamu dengan seseorang yang dijanjikan. Bukankah kamu mau menikah dengan Usman? Dia sudah kembali ke desa ini. Dan kita harus menemui Kardi dan istrinya untuk membahas ini lagi."     

"Iya, Bapak ... aku mau nikah sama Usman yang jelek itu. Nggak apa-apa yang penting Sarini menikah. Dan bisa banggain Bapak." Sarini merupakan nama anaknya Bahar. Karena memiliki bapak yang menjadi juragan cendol di desanya, maka ia juga akan mewarisi warisan keluarga.     

Karena hanya memiliki satu anak, Bahar sangat menyayangi anaknya melebihi apapun. Ia juga sudah lelah untuk menjodohkan anaknya dengan para pemuda desa yang tidak mau. Setelah dua tahun berlalu, Bahar juga sudah sabar menunggu kepulangan Usman. Ia sempat merasa tidak ada harapan lagi ketika Usman lama tidak kembali. Dan saat mendengar kembalinya calon menantunya, ia merasa sangat bahagia. Langsung saja ia meninggalkan pekerjaannya hanya demi menemui Kardi dan istrinya. Tentu juga dengan Usman yang selalu ditunggu-tunggu kepulangannya.     

"Selamat siang!" ucap Bahar yang memanggil pemilik rumah untuk menyambut kehadirannya. "Kardi, saya datang!" Ia mengetuk pintu agar bisa bertemu langsung dengan pemilik rumah. Karena tidak sabar untuk membicarakan pernikahan anaknya bersama Usman.     

Warni yang mengenali suara juragan cendol di desa itu pun segera keluar dari dapur. Saat itu ia sedang memasak ayam yang ia beli dengan uang dari Usman. Namun karena mendengar suara Bahar, membuatnya mengecilkan api kompor agar tidak gosong. Ia berlari ke ruang depan untuk menyambut kedatangan pria itu. Wanita itu juga tidak menyangka akan secepat itu Bahar tahu kepulangan Usman.     

"Iya sebentar ..." ungkap Warni yang berlari kecil. Ia kemudian membuka pintu rumah itu dengan segera. Dengan memakai daster yang biasa ia kenakan setiap harinya, Warni sebenarnya tidak siap. Tapi ia tidak ingin menunggu orang yang sangat berpengaruh dalam desanya. "Pak Bahar, mari masuk, Juragan."     

"Eh, di mana Usman?" tanya Bahar dengan nada datar. Ia langsung masuk melewati wanita paruh baya itu. Ia melihat ruangannya kosong. Jadi ia tidak melihat Usman maupun Kardi. "Dan Kardi juga ke mana?"     

Sementara dua anak buahnya juga turut masuk bersama anak perempuan dari Bahar. Mereka juga melewati Warni yang masih di luar pintu. Ia harus menghormati tamu itu berikut dengan dua bawahannya. Melihat kedua anak buahnya saja sudah membuatnya takut.     

"Anu, Juragan ... mereka lagi ke puskesmas. Anu, lagi memeriksakan kaki suamiku di sana. Maaf, aku tidak tahu kalau Juragan akan datang ke rumah," ungkap Warni dengan sopan.     

"Apakah Usman benar sudah kembali ke sini, Bi?" tanya Sarini, anaknya Bahar. "Kapan aku nikahnya, Bapak? Orang nggak lihat si Usmannya." Ia menoleh ke kanan dan ke kiri tapi tidak melihat orang yang dicari.     

"Apa kamu tidak dengar? Tadi Warni bilang, Usman lagi nganter Kardi ke puskesmas," terangnya pada anak perempuannya dengan berbicara di dekat telinga. "Jadi anak kok budeg banget, sih! Hei, kapan dia pulangnya? Saya tidak banyak waktu," pungkasnya.     

"Barusan dia pergi, Gan. Nggak tahu kapan mereka pulang. Tapi Usman tidak akan kabur lagi, kok. Saya janji akan menikahkan Usman dengan anaknya Juragan Bahar," ungkap Warni dengan rasa takut.     

"Oh, kenapa juga saya datang kecepetan? Ah, sudahlah ... kami lebih baik pulang saja! Orang di sini tidak ada orang yang dicari. Hei, Warni! Besok saya datang lagi ke sini! Ingat, besok siang harus ada Usman di sini, di jam yang sama!" cetus Bahar dengan tegasnya. "Ayo kita pulang saja, Sarini!" ajaknya pada anak perempuannya dengan suara keras.     

"Apa, Pak? Kita sudah jauh-jauh ke sini belum ketemu calon suamiku, kenapa malah pergi? Kapan aku kawinnya kalau kita pergi lagi? Sarini sudah kebelet pingin kawin, Pak. Masa nggak kawin-mawin, sih? Apa Sarini kawin sama Bapak saja, kalau gitu!"     

Mendengar ucapan dari Sarini membuat Warni menahan tawanya. Ia tidak menyangka akan mendengar perkataan yang tidak masuk akal itu. Ia juga merasa jijik melihat wajah wanita yang sudah berumur tiga puluhan tahun itu tapi belum menikah. Tentu alasannya karena fisiknya yang berbeda dari kebanyakan wanita. Jika lebih cantik sedikit, ada kemungkinan orang akan suka, bahkan ingin menikahinya.     

Tidak jauh dari Warni yang harus menyembunyikan wajahnya dan membungkam mulutnya dengan tangannya agar tidak tertawa terbahak-bahak, ternyata dua anak buah Bahar pun menahan tawa dan rasa jijik terhadap wanita tiga puluh tahunan itu.     

"Kita datang lagi besok, budeg! Apa kamu tidak dengar, kamu sudah jelek, budeg lagi! Mana ada yang mau sama kamu? Dan Usman yang jelek pun kabur karena tidak mau menikah denganmu. Tapi sekarang pasti sudah sadar diri dan akhirnya mau menikahimu!" Bahar menarik tangan anaknya satu-satunya itu. Ia memang bebicara keras dan juga sering mengatai anaknya sendiri.     

Pada akhirnya mereka pun meninggalkan rumah itu. Dengan Sarini yang berontak dan harus ditarik oleh dua bawahan Bahar. Tenaga Sarini sangat kuat sehingga Bahar sengaja membawa anak buahnya khusus untuk mengatasi anaknya itu. Setelah kepergian mereka, Warni segera menutup pintu dan lari ke dapur sambil melepas tawanya yang ia tahan. Kini ia mengeluarkan tawanya dengan bebas.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.