Tante Seksi Itu Istriku

Perubahan Sikap Karena Uang



Perubahan Sikap Karena Uang

"Mau cantik seperti apa, dia tidak akan pernah paman restui! Kamu sudah dari kecil paman urus, sudah dapat tempat tinggal. Dan sudah menyekolahkan kamu walau hanya lulusan sekolah dasar. Tapi paman tidak pernah mendapatkan apa yang ku inginkan! Paman capek jadi orang miskin terus, Usman! Paman ingin merasakan menjadi orang kaya!"     

Memang keinginan Kardi termasuk egois. Karena keinginan untuk menjadi kaya selama ini terhalang dengan pekerjaannya yang menjadi tukang jual ayam sabung dan kadang hanya bermain dengan ayam-ayamnya. Kini ia sudah tidak punya ayam lagi sejak setahun yang lalu. Semua ayamnya telah diambil oleh orang-orang yang menang bermain sabung ayam dengannya. Kehidupannya sangat kesulitan. Hingga ia harus mencari pekerjaan dan hutangan ke sama ke mari. Itu juga yang membuat istri Kardi nekat jualan gorengan dan kue buatannya sendiri ke pasar. Setiap harinya hanya bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Juga anak mereka yang sangat sulit diatur. Kerjaannya hanya main hp saja. Membuat mereka harus kelabakan mencari nafkah. Dan juga hutang di warung sudah menumpuk. Sudah puluhan warung yang ada di desa itu hampir semua sudah dihutangi oleh Kardi dan istrinya.     

Dulu sewaktu masih ada Usman, kehidupan mereka bahkan lebih baik lagi. Mereka seakan terlena dengan kehidupan mereka. Karena Usman yang selama belasan tahun sudah menjadi penjual keliling. Sejak berumur lima tahun, Kardi sudah mengajari Usman berjualan. Kardi juga awalnya merupakan penjual keliling seperti yang dilakukan Usman. Perlahan berhenti setelah mendapat uang dari Usman setiap harinya.     

Usman menatap pamannya yang masih tidak mau mendengar penjelasan darinya. Memang ia tidak bisa menjadi orang yang baik dan tidak bisa membalas jasa paman dan bibinya. Tapi ia harusnya kembali dengan cepat, sehingga pamannya bisa mendapat perawatan yang maksimal. Dengan uangnya, Usman bisa membiayai pengobatan sang paman.     

"Biar bagaimanapun, aku sudah menikah dan sudah punya anak. Terserah paman mau berkata apa lagi. Dan satu lagi," ungkap Usman, mengambil tas yang ia bawa ke rumah pamannya. "Ini untuk paman dan bibi. Mungkin dengan sedikit uang yang kumiliki, bisa membawa paman untuk berobat. Dan paman lebih baik membuka toko atau apa yang bisa membuat hidup paman lebih baik."     

"Hah, hanya dengan uangmu? Heh, kamu pikir untuk membuka toko membutuhkan uang yang sedikit? Berapa uang yang kamu miliki, hah? Satu juta? Dua juta? Tiga juta? Lima juta? Atau sepuluh juta? Ah, kamu hanya mengada-ada saja, sok-sokan mengajari paman. Pokoknya kamu harus menikah dengan anaknya juragan cendol itu!"     

Usman lelah mendengar perkataan pamannya. Ia kemudian membuka tas yang ia bawa dan mengambil uang yang ada di dalamnya. Ia memperlihatkan uang yang tertutup pakaiannya. Sejumlah uang dengan nominal besar. Membuat mata Kardi tidak percaya. Ia tidak tahu mengapa keponakannya memiliki semua itu.     

"Ap-apa ini? Kamu dapat uang sebanyak ini, dari mana?" Mengatakan itu, tubuh Kardi pun bergetar. Tidak menyangka keponakannya itu memiliki banyak uang di tasnya. Ia bergetar sambil memegang uang yang jumlahnya sangat banyak itu.     

Sementara sepupu Usman sudah pergi entah ke mana. Jadi dia tidak tahu kalau Usman ternyata memiliki banyak uang. Tapi malah istri Kardi yang baru pulang dari pasar dengan kondisi sangat lelah. Ia mendengar dari orang-orang kalau Usman sudah pulang. Membuatnya buru-buru pulang untuk meminta uang, tentunya. Namun saat tiba di rumah, ia kaget dengan sejumlah uang di meja.     

"Apa ini?" Wanita itu sampai menjatuhkan tas yang ia bawa ke lantai. Setelah melihat uang dengan jumlah yang sangat banyak itu langsung mendekati meja. "Usman, ini uang kamu?" tanyanya dengan penasaran.     

"Iya, Bi. Ini untuk modal usaha Paman dan Bibi. Aku tidak bisa menjadi keponakan yang berbakti pada kalian. Tapi semoga dengan uang ini, kalian bisa membuka toko atau berbisnis. Jangan dipakai untuk judi, Paman! Aku tidak memiliki banyak uang lagi. Ini juga aku dapat tambahan dari istriku."     

"Apa? Kamu sudah menikah, Usman? Bibi tidak tahu kamu pergi ke mana saja? Oh, jadi ini uang dari istri kamu? Apa istrimu orang kaya? Wah, bener-bener tidak mungkin. Eh, wajah kamu kenapa agak berbeda, sekarang?" Wanita itu juga menyadari penampilan Usman yang berbeda dari waktu dulu. Yang dulunya terlihat dekil, kini sudah terlihat gagah dan penuh kharisma.     

Sepasang suami-istri itu hanya merasa heran dengan perubahan Usman yang kabur dari rumah selama dua tahun. Dan membawa uang dengan jumlah fantastis di hadapan mereka. Dan uang itu sepenuhnya diberikan pada Kardi dan istrinya. Mereka tidak percaya itu kenyataan atau tidak.     

Setelah melihat banyaknya uang yang di atas meja, kedua orang itu sudah tidak membenci Usman lagi. Malahan istri Kardi yang bernama Warni itu mengajak duduk Usman. Ia tidak tahu harus mengucap apa lagi. Selama hidup, tidak pernah melihat uang sebanyak itu.     

"Oh, ini kamu punya uang sebanyak ini, apa yang sebenarnya kamu kerjakan di kota? Kenapa uang kamu bisa sebanyak ini?" Warni menggenggam tangan keponakannya dengan erat. Ia melihat pemuda itu juga sangat berbeda dari sebelumnya. Namun tentu ada rasa lelah karena melihat keringat Usman yang masih menetes di dahinya.     

"Pokoknya aku kerja di kota dan menikah dengan wanita yang mau menerimaku apa adanya. Kami juga sudah punya anak, Bik. Wanita itu yang membantuku sampai bisa seperti ini. Jadi saya juga mohon restu dari kalian berdua." Usman menjawab pertanyaan Warni dengan tenang.     

Melihat wanita paruh baya itu, terlihat lelah dan juga sudah semakin berumur. Kerutan di bawah matanya menandakan kalau dirinya sudah tidak muda lagi. Dan keadaan pamannya yang mengalami kecelakaan, membuatnya ingin membawa ke rumah sakit. Agar bisa secepatnya ditangani. Karena Usman yakin, Kardi hanya mendapatkan perawatan yang kurang maksimal.     

"Kamu duduk dulu sama pamanmu, Usman! Nanti bibi akan buatkan minum untuk kamu. Mau minum kopi atau teh? Atau kamu mau minum es? Nanti bibi akan bawakan pada kamu," tawar Warni pada Usman. Tentu karena Usman memberikan uang dalam jumlah yang banyak, membuatnya bahagia. Ia tidak perduli apapun lagi, yang penting uangnya banyak.     

Usman menggelengkan kepalanya. Tidak seperti dulu, dia mau minum kopi atau teh saja sering diimarahi. Maka ia sering minum di tempat lain. Tapi sekarang bibinya malah berubah seratus delapan puluh derajat karena uang itu. Tapi Warni juga tidak membiarkan Usman pergi lagi. Ia lantas mengambil tasnya dan mengeluarkan jajanan yang ia buat. Dari kue dan gorengan yang belum sempat dijual.     

"Ini untuk kamu saja, Man! Kamu boleh habiskan semuanya dan bibi boleh ambil uang seratus ribu untuk membeli sesuatu di warung?" tanya Warni. Ia begitu senangnya dan mulai menghormati Usman sebagai orang yang beruang.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.