Tante Seksi Itu Istriku

Tak Ingin Pisah Lagi



Tak Ingin Pisah Lagi

Tentu perasaan Farisha hancur, setelah rahasianya selama ini terbongkar. Bahkan langsung diketahui oleh ibu dan suaminya sendiri. Azhari membawa serta Farisha keluar dari swalayan, diikuti oleh Usman dari belakang. Saat sampai di tempat parkir mobil, Farisha hendak duduk di depan. Namun Azhari menyuruhnya untuk di belakang bersama Usman.     

"Kamu duduk di belakang saja, Nak. Coba bicarakan baik-baik sama suamimu. Pasti dia akan tetap menerimamu dan anakmu. Kamu yang telah melakukan sesuatu dimasa lalu. Dan kamu juga harus menyelesaikannya,"     

Farisha melirik ke arah Usman sejenak. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Untuk saat ini, rasa bersalah dan malu, membuat dirinya merasa tidak pantas lagi. Sebenarnya ia tidak ingin membohongi semua orang. Namun ini memang kenyataan, bahwa dia berhubungan dengan sesama wanita sebelumnya. Maka dari itu, tidak pernah sekalipun dekat dengan seorang pria. Kecuali Usman yang membuka matanya akan adanya pria yang baik di dunia ini.     

Usman juga bingung harus menanggapi bagaimana. Ini semua telah terjadi dan tidak bisa diulang kembali. Dirinya juga menjadi tahu alasan mengapa, istrinya tidak pernah berurusan dengan pria lain. Ia membuka pintu mobil dan membiarkan Farisha masuk ke dalam. Setelah itu, ia juga masuk ke dalam. Duduk berdampingan tapi wanita itu mengalihkan pandangannya ke arah luar. Ia tidak berani menatap pemuda di sampingnya. Mereka hanya diam, tidak tahu apa yang harus dibicarakan.     

"Kenapa kalian diam saja? Bicaralah ... ibu tidak bisa melakukan apapun tentang hubungan kalian berdua. Tapi hidup juga penuh dengan masalah. Di dalam pernikahan sekalipun, masalah yang kalian hadapi juga akan terus datang. Apakah ini bisa diperbaiki? Kalian sendiri yang memutuskan."     

Azhari mulai menyetir mobilnya keluar dari tempat. Ia membawa sampai ke gerbang dan melanjutkan perjalanan di jalan raya. Baik Farisha dan Usman masih belum berkata apapun. Farisha yang takut dibenci oleh Usman karena hubungannya dengan sesama wanita. Sementara Usman juga orang bodoh yang tidak tahu harus memulai dari mana.     

'Apa yang harus ku katakan pada Usman? Apa dia marah padaku karena masa laluku? Bagaimana nanti jika dia tidak mau lagi sama aku? Aku tidak ingin kehilanganmu lagi, Man,' kata Farisha di dalam hati.     

'Apa yang terjadi padanya, aku tidak tahu harus bagaimana. Senang bisa bertemu denganmu lagi, tante. Tapi aku tidak tahu harus bagaimana menenangkanmu. Aku tidak ingin berpisah lagi. Tapi apakah kamu masih mau denganku?' ujar Usman dalam hati.     

"Apa yang kalian tunggu? Apa ibu yang harus menyelesaikan semuanya? Kalian sudah sama-sama dewasa dan akan segera memiliki anak. Bagaimana kalian menghadapi rumah tangga, jika tidak ada dari kalian yang berinisiatif? Farisha, kamu sudah berusia tiga puluh tahun. Dan bukan usia remaja lagi. Mungkin Usman masih muda dan terlalu polos. Tapi ya, sebaiknya kalian bicarakan segera. Atau kalau tidak, kita akan selesaikan di rumah saja."     

Melihat anak dan menantunya hanya saling terdiam, membuat Azhari tidak bisa menahan diri. Ini karena nasib putrinya yang tidak tahu akan bagaimana. Apalagi ini adalah pukulan berat bagi semuanya. Bagi Farisha, ia harus merasa malu dan merasa tidak pantas. Sementara Usman pun bingung mau berkata apa. Karena Azhari seorang wanita yang memiliki hati yang juga rapuh. Ia ingin kehidupan mereka langgeng sampai kapanpun.     

Sebagai seorang lelaki, Usman memberanikan diri untuk menyentuh tangan sang istri. Ia menyentuh dan merapatkan tangannya dan mengusapnya dengan satu tangannya lagi. Karena tidak tahan, Farisha meneteskan air mata dan mulai menangis terisak. Ia memeluk suaminya yang lebih pendek darinya.     

"Huhuhu ... jangan tinggalkan aku, Man. Aku minta maaf padamu karena tidak jujur. Huhuhu ... maafkan aku, shhh ...."     

Usman mengusap rambut panjang bergelombang dan wangi itu. Baginya tidak ada kesalahan yang bisa membuat wanita itu pantas ditinggalkan. Bahkan ia merasa sangat beruntung memiliki wanita yang cantik dan fisik yang sempurna seperti Farisha. Juga kebaikan sang istri padanya merupakan sesuatu yang seperti mimpi semata.     

Usman memeluk dan mencium ubun-ubun istrinya. Ia tidak tahu mengapa perasaannya mengatakan untuk melakukan itu. Ia mengusap rambut sampai punggung wanita yang ada di pelukannya. Katakan saja wanita itu yang mengganggu momen dipertemukannya kembali sepasang suami-istri.     

"Aku tidak ingin meninggalkanmu lagi, Tante. Kamu wanita paling cantik dan baik yang pernah kutemui. Aku berharap kita selamanya bisa bersama. Ah, aku orang yang bodoh dan miskin .... aku bahkan tidak pantas untuk bersamamu. Tapi aku ingin melihatmu sekali lagi. Tidak perduli jika aku dijadikan apa saja olehmu. Mau dijadikan budak pun aku tidak masalah. Asalkan itu sama kamu, Tante."     

"Hei, sama istri sendiri kamu kok panggilnya gitu? Apa kamu memang nggak suka sama Farisha, karena lebih tua darimu?" timpal Azhari sambil tetap menyetir dengan aman. Ia masih menatap ke depan dalam jalan yang mulai macet.     

"Eh, maafkan aku, Tante. Eh, aku salah. Maafkan aku Farisha. Anu aku bingung mau manggil apa," aku Usman. Ia belum terbiasa memanggil dengan sebutan nama atau lainnya. Ia sudah terbiasa memanggil dengan panggilan kesayangan yang berbeda dari orang lain.     

"Nggak apa, Bu. Biarkan saja dia manggil aku tante. Aku juga lebih suka kayak gini. Kamu panggil aku tante saja nggak apa-apa, Man. Apa kamu nggak akan ninggalin aku lagi, kan?" Dengan mata berbinar, Farisha menatap sang suami. Ia berharap ucapan Usman berasal dari hati nurani dan bukan karena kasihan.     

"Ya sudahlah ... yang penting kalian bahagia. Ibu akan lebih bahagia melihat anakku bisa hidup dengan baik bersama orang yang tepat." Azhari tersenyum senang melihat dari kaca di atasnya. Melihat putrinya yang manja dengan suami yang lebih muda.     

"Kamu harus menjaga kandunganmu. Bukankah kamu bilang ini anakku? Ya ini adalah anakku kan, Tante. Eh, aku minta maaf atas semua salahku. Aku tidak tahu harus bagaimana setelah kamu menyuruhku pergi."     

"Kamu tidak salah, Usman. Aku yang salah waktu itu. Oh, kamu yang sakit waktu itu, kan? Tapi sekarang kamu kan bisa bareng sama tante yang cantik ini, hemm? Aku cantik dan seksi bukan, hemm?" goda Farisha walaupun masih menitikan air matanya. Soal kecantikan, ia masih percaya diri. Dan untuk menarik pria manapun ia bisa. Tapi untuk bisa membuat Usman kembali padanya, ia takut tidak mampu. Takut kehilangan seorang yang telah membuka hatinya.     

Usman menganggukkan kepalanya pelan. Mereka akan menjadi pasangan suami dan istri yang bahagia di masa depan. Sebuah harapan bagi mereka untuk saling bersama, memadu kasih dan sayang.     

Azhari membawa mobilnya hingga sampai di rumah, tempat mereka tinggal bersama anaknya. Usman pun baru tahu tempat yang mereka datangi itu. Rumah itu lebih kecil dari rumah sebelumnya. Tapi di sanalah mereka akan tinggal untuk ke depannya. Sampai Farisha melahirkan anak yang selalu dinantikan.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.