Tante Seksi Itu Istriku

Clarissa Cucunya Karyan



Clarissa Cucunya Karyan

Meskipun rumah yang dihuni Karyan tidak sebagus rumah milik Rinto, tetap saja membuat Usman kagum. Rumah itu terlihat berdiri dengan kokoh dan rapih. Walau berada di pinggiran kota dan dekat dengan hutan. Tapi yang menjadi poin pentingnya, rumah yang dihuni oleh pria paruh baya itu memang cukup asri. Udaranya yang masih bersih dari asap kendaraan. Karena jarang ada tempat yang masih jauh dari hiruk pikuk kota.     

"Bagaimana, Usman? Rumahku? Yah, walaupun tidak sebagus dan sebesar milik majikan, tetapi ini adalah istana milikku. Jadi tidak ada yang bisa menggantikan rumah ini, sekalipun dengan rumah yang mewah itu," ujar Karyan dengan penuh percaya diri.     

"Iya, Pak. Ini rumahnya bagus. Di sini juga pemandangannya bagus dan rapi," sahut Usman. Ia memperhatikan di sekitar. Rumah-rumah di sekitarnya juga jarang dan tidak sempit seperti di tempat kebanyakan.     

"Kalau begitu, mari kita masuk! Akan ku perkenalkan kamu dengan cucuku yang masih cantik. Kayaknya umurnya seumuran denganmu. Jadi bisa kalau diajak berbicara. Kan sekalian nemenin dia dan bisa ngomong sama yang berukuran. Di rumah besar itu, kamu juga bicaranya sama orang tua terus. Jadinya kan kaku, gitu. Kalau sama yang umurnya sama, mungkin lebih bebas."     

Usman bersama kakek tua menuju ke rumah tersebut. Saat baru mau ke depan teras, sudah muncul sosok wanita senja. Itu adalah istri dari Karyan yang sudah menunggu kepulangan sang suami. Karena sudah dijanjikan akan membawa anak muda yang bekerja di rumah majikannya, membuatnya sudah menyiapkan makanan dan jamuan. Ia melihat Usman dan memang terlihat anak pedesaan seperti umumnya.     

"Assalamualaikum, Bu. Ini lho, anak yang kemarin aku ceritakan ... gagah, kan? Ini anak yang bekerja keras, loh." Karyan memperkenalkan nama pemuda di sampingnya.     

"Waalaikumussalam, Pak. Ohh, ini anak yang kemarin diceritakan itu? Kalau gitu, silahkan masuk saja, Nak. Jadi ada anak yang datang ke sini, malah semakin ramai. Mari mari sini, Dek!" ajak wanita itu, mempersilahkan Usman masuk.     

Setelah dipersilahkan, sama-sama mereka masuk ke dalam rumah. Di dalam, suasananya juga terasa sejuk. Walaupun tidak ada AC yang berada di rumah itu. Suasana terlihat klasik dengan ornamen barang-barang antik yang menempel di dinding.     

"Jadi ini yang namanya Dek Usman? Silahkan duduk saja, Nak. Di sini hanya tinggal saya dan kakek saja. Kadang ada juga, cucu dan anak kami yang datang ke sini. Hari ini pun kita kedatangan cucu perempuan kami. Kebetulan jadi ada temannya. Nenek panggilkan saja, yah? Clarissa, sini, kakek sudah pulang! Sekalian bawakan minuman untuk tamu kita!"     

"Iya, Nek! Aku sudah tahu, kakek sudah pulang! Ini aku datang!" sahut suara seorang gadis dari dalam. Beberapa saat kemudian, gadis itu keluar dari balik tembok, membawa nampan berisi minuman dan kue kering.     

"Ini namanya Clarissa ... anak ini kadang menemaniku saat kerjaannya libur. Ini yang namanya Usman, Sa. Dia tampan seperti kakek, kan?" cetus Karyan dengan sedikit menggoda sang cucu.     

Clarissa hanya merengut ketika kakeknya berkata tidak sesuai yang diharapkan. Terlihat di sana seorang lelaki yang terlihat familiar. Dan tentu saja ia tahu dan pernah mengenal siapa Usman itu. Matanya melotot seakan tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. Begitu juga dengan Usman yang tahu siapa perempuan yang dari dulu selalu membuat kerusuhan.     

"Kamu?" ungkap keduanya bersamaan. Karena pernah bertemu dan adanya dendam di antara mereka, tentu tidak akan pernah terlupakan hingga saat ini.     

"Kalian sudah saling mengenal?" tanya kakek dan nenek Clarissa. "Hah, kalau begitu, kalian tidak perlu dikenalkan lagi," pungkas keduanya masih sama.     

"Enggak lah, Kek, Nek. Mana mau aku sama dia? Orang dia sudah punya istri juga. Kamu dicariin sama si pemilik swalayan. Dia ngakunya jadi istrimu, sedang mencarimu. Cepetan pulang, gih! Tapi bingung juga, kok bisa punya istri yang secantik orang itu, sih? Walaupun usianya sudah tua!" terang Clarissa sambil meletakan minuman dan kue kering buatannya. Ia membuat kue kering saat berada di rumah majikannya, di bawa ke rumah kakek dan neneknya.     

Clarissa merasa kesal bukan karena kecewa, orang yang diceritakan kakek dan neneknya tidak seperti yang ia bayangkan. Ia kecewa karena melihat Usman lagi di rumah kakek dan neneknya pula. Ia adalah seorang asisten rumah tangga yang sering berbelanja di swalayan milik Farisha. Maka dari itu, ia tahu kalau Farisha sedang mencari keberadaan Usman. Karena sudah ada pengumuman, siapapun yang bisa menemukan Usman, akan diberi imbalan yang menggiurkan. Walaupun tidak niat, tetap saja itu dapatnya uang. Walau masih kesal dengan Usman yang wajahnya tidak terlalu tampan tapi beruntung.     

"Terus? Kenapa kamu bisa kenal sama nak Usman, Nduk? Orang Usman ini anaknya nggak pernah keluar dari rumah. Tapi dia pernah bercerita kalau dia baru datang dari desa dan pernah juga bekerja di swalayan. Tapi tidak bilang sudah menikah." Karyan tidak percaya begitu saja dengan perkataan cucunya. Karena ia berpikir, anak muda seperti Usman, akan sulit mencari pasangan di usia yang tergolong masih muda. Namun cucunya sendiri juga tidak akan berbohong padanya.     

"Mungkin itu perempuan hanya ingin bertemu dengan nak Usman lagi, Pak. Lagian katamu anak ini kerjanya rajin dan tangkas. Ya, siapa yang mau kehilangan pekerja yang seperti ini. Jadi dia beralasan dengan mengaku sebagai suaminya. Mungkin saja, toh?" ujar sang istri dari Karyan.     

"Hemmm ... bisa juga, sih. Tapi ini tergantung dari Usman sendiri. Tapi mungkin tuan Rinto pulangnya masih lama. Jadi bisa, sekali-kali diajak ke sana. Clarissa, kamu ajak saja Usman ke swalayan yang kamu maksud itu! Mungkin hari Minggu tetap buka?"     

"Enggak mau, Kek. Orang dia orangnya kek gitu. Biarpun dapat banyak duit, kalau anterin dia, aku yang malu. Nanti dikira aku pacarnya. Ih, nggak mau aku punya pacar kek dia." Clarissa tidak mengharap imbalan besar itu. Namun ia juga sebenarnya kalau soal rezeki tidak menolak. Kecuali untuk urusan dengan Usman.     

Usman tidak tahu harus berkata apa, pada semua orang yang ada di tempat itu. Karyan dan istrinya masih belum percaya kalau Usman telah menikah. Walaupun tidak tidak pernah mendengar Usman bilang masih perjaka ataupun masih bujang. Kalaupun sudah menikah pun, Usman tidak pernah membohongi orang lain dan juga tidak memberitahu statusnya selama ini. Tapi Karyan sendiri yang beranggapan kalau Usman yang tidak mungkin punya kekasih, apalagi bisa memiliki istri. Tidak tahu juga, swalayan mana yang dimaksud oleh cucunya. Karena di sekitar daerah mereka, ada banyak swalayan yang tersebar luas.     

"Coba Kakek dan Nenek tanya saja, apakah dia sudah menikah atau belum? Kalau belum, jangan jodohkan sama aku. Kalau sudah, suruh istrinya saja yang membawa pergi. Lagian ku pikir orang yang ingin dikenalkan, orangnya ganteng. Tapi ya, malah kayak gini. Jadi tidak usah berpikir lagi, aku nggak mau lagi ketemu sama orang ini, titik!"     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.