Tante Seksi Itu Istriku

Kehamilan Farisha



Kehamilan Farisha

"Ayo, dimakan nasi gorengnya! Ibu sudah capek-capek membuat nasi goreng untuk cucu nenek di kandungan mamamu," lirih Azhari sambil mengelus perut Farisha. Ia menunggui anaknya yang sedang makan dengan lahap.     

"Mwehh ... apwaaan, Ma? Huahh ... aku lagi makan, ngapain bawa-bawa cucu segera? Apa ibu yakin, aku sudah hamil? Nanti kalau hasil tesnya ternyata aku tidak hamil, bagaimana?" keluh Farisha bertanya.     

Azhari menggelengkan kepalanya, melihat anaknya yang bertingkah seperti anak kecil itu. Tidak mengapa ia memiliki seorang putri yang kadang berwatak seperti anak kecil di usianya yang sudah dewasa.     

"Kamu terusin makannya, Sha. Kamu jangan buru-buru dan ini, makannya kamu berantakan kayak makannya ayam. Kenapa malah seperti ini? Ini membuktikan kalau kamu memang sedang mengandung."     

Hingga membuat Farisha tersedak makanannya karena perkataan Azhari. Melihat anaknya mengalami hal itu, Azhari mengambil tisu dan membersihkan mulut dan wajah yang tercecer nasi dan lauk yang menempel di wajah. Wanita itu menggeleng pelan, melihat anak perempuannya yang tidak seperti wanita seumurannya. Terlihat lebih muda dan tentu saja cantik sepertinya.     

"Kamu ya, makannya jangan buru-buru. Tidak ada yang mau merebutnya darimu. Kalau masih kurang, ibu akan buatkan lagi. Sayang, buang-buang makanan begini."     

Farisha tidak langsung menanggapi apa yang dikatakan ibunya. Itu salah wanita setengah abad itu yang melakukan hal tidak teduga. Memiliki seorang ibu yang perhatian padanya, sangat beruntung dan begitu membuat bahagia.     

"Kita tunggu dokter untuk memeriksa kamu. Jadi kita tidak perlu ke mana-mana. Lagian kamu juga sudah capek-capek bekerja di swalayan setiap hari. Hari ini bisa ditutup dahulu swalayannya. Jadi kamu tidak akan capek. Ibu juga akan Carikan beberapa karyawan untuk membantumu mengurus karyawan. Kamu juga tunjukan foto Usman agar mereka tahu kalau suamimu kembali ke swalayan."     

"Iya, Bu." Farisha nurut saja apa yang dikatakan ibunya. Meskipun ia lebih nyaman untuk menjaga swalayannya sendiri. Cara mencari karyawan pun Farisha tidak pernah niat. Apalagi menggunakan media iklan dan sebagainya. Hanya tertulis di depan pintu masuk swalayan saja.     

***     

Kedatangan seorang dokter wanita untuk memeriksa keadaan Farisha yang berada di tempat tidurnya. Badannya terasa lemas dan kepala terasa berat. Dokter wanita itu hanya menggelengkan kepalanya saat selesai diperiksa.     

"Aduh ... dalam kondisi seperti ini, seharusnya menjaga kondisi tubuh. Pola makan dan istirahat yang cukup." Dokter pun menengok ke arah Azhari yang berdiri tidak jauh darinya. "Selamat, anak anda sedang mengandung. Usianya sudah lima Minggu. Kalau begitu, saya resepkan obat dan vitamin. Selain itu, saya sarankan untuk pemenuhan gizi yang baik dan seimbang."     

"Baiklah, Dok. Terima kasih. Syukurlah kalau anakku benar-benar hamil. Sebentar lagi saya akan punya cucu, Dok. Alhamdulillah ...." Rasa syukur Azhari mendengar kabar baik yang dilontarkan oleh dokter itu. Perasaan bahagia terpancar dari raut senyumnya yang indah dan menawan. Walaupun di usianya yang lebih dari setengah abad.     

"Dan untuk kamu, dengarkan apa kata ibumu! Dan, apa saya bisa bicara dengan suamimu? Mohon maaf sebelumnya karena saya tidak menemukan seorang pria di sini." Dokter mulai curiga dengan dua wanita yang ia kenal sebenarnya. Namun ia juga tahu kalau Farisha sudah menikah.     

"Oh, dia saat ini sedang bekerja, Dok. Nanti saya hubungi dia, kok. Mari saya antar ke depan kalau begitu, Dokter Mariska," kata Azhari, mengajak wanita paruh baya itu keluar dari kamar. Ia tidak ingin membuat perasaan anaknya sedih karena memikirkan Usman yang belum ditemukan hingga saat ini.     

Siapa yang ingin, siapa yang mau menjalani kehamilan seorang diri? Tanpa seorang suami yang telah bersumpah sehidup semati. Walaupun pada awalnya mereka hanya menjalankan pernikahan pura-pura. Tetapi tetap saja sah di mata negara ataupun agama. Walau niatnya hanya menikah dan akan bercerai di waktu yang belum ditentukan.     

Saat ditinggalkan oleh dua orang yang keluar dari kamar, Farisha hanya senyum-senyum dengan sendirinya. Juga mengusap perutnya yang masih rata. Sebentar lagi ia akan menjadi seorang ibu. Walau di usianya yang sudah kepala tiga, tidak ada kata terlambat untuk itu. Anak dari hubungan suami-istri dengan Usman akhirnya datang juga.     

"Andaikan kamu tahu, Usman. Kamu akan menjadi seorang ayah, sekarang. Kamu sabar di perut ibu ya, Nak. Ibu pasti akan mencari ayahmu dan membawanya ke rumah ini. Kita bisa bersama dengan ayah dan nenek kamu. Keluarga ini akan lebih ramai kalau ada kamu dan ayah kamu."     

Farisha terus berbicara dengan anak di kandungannya. Sambil terus mengelus perut ratanya dan senyum yang tidak pernah hilang. Membayangkan bagaimana reaksi Usman ketika ia tahu, telah membuat istrinya hamil. Walau perbedaan usia mereka yang berselisih sepuluh tahunan.     

"Akan ibu ceritakan bagaimana ayahmu. Ayahmu bernama Usman Sayuti. Dia seorang lelaki yang polos dan lugu. Tapi dia orang yang sangat baik dan ramah. Walau dia tidak tampan dan kaya, dialah pria yang ibu cintai. Semoga kau akan bangga memiliki seorang ayah sepertinya. Kalian akan menjadi kebahagiaan ibu sampai kapanpun. Oh, iya. Kamu memiliki seorang nenek yang sangat baik. Semoga kamu cepat lahir di dunia ini. Agar rumah ini lebih ramai dan ayah kamu bisa ditemukan. Tentu ini salah ibu yang mengusirnya. Tapi saat bertemu ayahmu, ibu akan memintanya kembali pada kita. Pasti dia mau bersama kita lagi, yah."     

Azhari senang mendengar ucapan Farisha yang mengajak anak yang belum lahir itu berbicara. Kehidupan dahulu, mengalami penderitaan saat dirinya masih ada sosok pria bernama Benny Syamsuri. Seorang pria yang mengambil kebahagiaan masa kecil sampai mengalami trauma terhadap lelaki.     

"Ini berarti kamu memang mencintai Usman, Farisha," lirih Azhari dari balik pintu. Ia membuka pintu kamar sedikit dan mengintip apa yang sedang dilakukan oleh putrinya itu. "Lelaki itu memang baik untukmu dan ibu akan membantumu untuk mencarinya. Kebahagian terbesar sebagai seorang ibu adalah melihat anaknya bahagia, hidup bersama orang yang dicintai."     

Farisha yang melihat ke arah pintu, melihat Azhari. "Bu, kenapa ada di luar kamar? Ayo masuk ke sini saja, Bu!" panggilnya pelan dengan melambaikan tangannya.     

Wanita itu pun masuk ke dalam kamar menuju di mana sang putrinya berada. Sebuah senyuman kebahagiaan terpancar di bibir Azhari. Wanita itu mengusap rambut Farisha dengan lembut. Yang dielus pun merasa lebih tenang dan tersenyum padanya.     

"Sekarang anak ibu akan menjadi seorang ibu. Ibu akan menjadi seorang nenek. Dan suasana rumah yang sepi akan dipenuhi dengan tangisan bayi. Kamu senang, Farisha? Kau sudah menjadi wanita yang luar biasa."     

"Tentu, Bu. Aku senang aku hamil anak dari suamiku, Usman. Semoga saja Usman cepat ketemu, yah. Dia akan tahu rasanya menjadi seorang ayah di usianya yang lebih muda. Hehehe, kayaknya ini lucu, Bu. Masa ayahnya anak ini, lebih muda dari ibunya, hihihihi."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.