Tante Seksi Itu Istriku

Pengusiran Bianca



Pengusiran Bianca

"Huhh, lagi-lagi harus seperti ini. Awas kamu, Farisha! Tapi kenapa aku tetap menyukaimu? Kamu selalu begini kepadaku yang selalu membantumu," keluh Bram dengan wajah lesu. Ia selalu ditinggalkan Farisha begitu saja dan membuatnya mencari kendaraan lain untuk keluar dalam situasi seperti itu.     

Bram meninggalkan pom bensin dan kembali tempat kerjanya. Karena tidak tahu di mana Azhari tinggal selama ini. Ia juga tidak mungkin menyusul ke mana wanita yang bersamanya setengah jam lalu.     

"Bagaimana juga, Farisha tahu begitu banyak yang tidak ku ketahui? Untuk mencari ibunya dan mengambil beberapa miliknya, dia sampai begini. Kamu sungguh wanita yang luar biasa, Farisha. Andaikan aku bisa bersamamu. Setelah Usman ditemukan dan kalian bercerai, aku baru bisa menjadi sosok pria yang ada untukmu. Meski setiap kali kamu selalu berbohong. Kamu tidak bisa membodohiku dengan berpura-pura menikahi seorang lelaki yang masih kanak-kanak."     

Bram turun dari taksi dan tibalah di perusahaan miliknya. Ia tiba dengan rasa kecewa terhadap Farisha. Namun ia tidak bisa membenci wanita itu. Saat masuk, ia disambut baik oleh para penjaga keamanan. Walau dirinya tidak memakai pakaian kebesarannya sebagai seorang pemilik perusahaan.     

Di dalam ruangan Bram, seorang wanita duduk dengan santai menanti Bram. Ia melihat foto pria itu dengan disertai senyuman khasnya. Senyuman itu ia perlihatkan kepada semua orang di dalam kantor perusahaan garmen itu. Ia tidak ingin kehilangan apa yang harusnya menjadi miliknya.     

"Kau kira, kapankah bos kalian datang ke sini, hemm? Saya sudah tidak sabar lagi untuk bertemu dengannya. Anak di kandunganku pasti juga sangat merindukannya," tanya wanita itu terhadap salah satu karyawan.     

"Tidak tahu, Bu. Biasanya pak Bram sudah datang ke kantor. Sudag beberapa hari ini beliau tidak datang seperti biasanya. Mungkin nanti siang atau tidak datang," jawab karyawan yang berada di ruangan yang sama dengan wanita tersebut.     

"Oh, mengapa dia sangat sulit untuk ditemui? Sudah lama kita tidak menemui papamu, Sayang," ucapnya sambil mengelus perut yang besar itu. Lalu ia melirik karyawan tampan di depannya dengan sebuah senyuman. "Oh, betapa tampannya kamu. Kamu mau menemaniku sebentar, bukan?"     

Wanita itu mendekati karyawan yang berada di ruangan yang telah tertutup tersebut. Perasaan aneh timbul dari dalam hati sang karyawan. Merasa tidak enak dengan sikap wanita yang diketahui sebagai mantan istri bosnya.     

"Bianca! Kenapa kamu datang ke sini lagi? Apa yang kamu inginkan? Uang? Akan ku kasih dan tolong pergi dari sini!" usir Bram ketika ia ia baru membuka pintu dan melihat wanita yang tidak ingin ia lihat.     

"Oh, Kamu honey? Akh, kenapa kamu kasar gini? Akhhh ... aku ke sini karena anak kita, hemm ... A-aku bukan bermaksud, hanya saja, anak kita merindukan kamu, Honeyy ..." bals Bianca. Ia memegang perutnya yang semakin membuncit sejak terakhir kali bertemu Bram.     

Bram tidak habis pikir dengan pikiran wanita yang sudah ia ceraikan itu. Ia tentu tidak akan mengakui anak dalam kandungan mantan istrinya. Ia paham betul alasan Bianca datang menemuinya. Terakhir kali, ia sudah memberikan uang yang cukup untuk wanita itu dan anaknya.     

"Aku ke sini memang hanya ingin bertemu denganmu, Bram. Tidak lebih dari itu. Terlebih ... terlebih ... terlebih aku sangat merindukanmu. Tidak ada lelaki yang baik sepertimu. Percayalah, aku tidak akan mengulangi semua itu. Sekarang aku hanya mau kamu sebagai ayah dari anak ini. Karena ini adalah anak kita berdua."     

"Shitt! Anak kita? Lalu bagaimana dengan para pria yang sudah menidurimu itu, hemm? Kamu pikir saya bego? Bianca! Kita sudah bercerai dan anak itu adalah hasil dari hubungan gelapmu! Haruskan aku yang bertanggung jawab atas anak itu? Lalu uang dariku, dari mana saja? Kurasa uang yang kuberikan akan cukup untuk satu tahun?"     

Begitu marahnya Bram terhadap wanita di depannya. Ia dekati wanita itu lalu ditariknya tangan yang sudah tidak terhitung menyentuh pria lain. Merasa jijik dengan Bianca yang selalu mencari pembenaran atas tindakan perselingkuhan di masa lalu. Bram membiarkan pintu terbuka dan membiarkan semua orang tahu kalau dirinya tidak perduli lagi terhadap wanita itu.     

"Semua! Dengarkan semuanya baik-baik! Dia ini bukan lagi istriku! Dan anak ini adalah hasil dari perselingkuhannya selama ini. Siapa di sini yang mengizinkan dia masuk, hah? Ingat! Jangan sekali-kali mengizinkan wanita ini masuk ke dalam kantorku lagi!"     

Semua orang terdiam dengan ucapan Bram. Memang Mereka tidak mengizinkan Bianca untuk masuk. Mereka sudah memperingatkan wanita itu agar tidak masuk ke dalam kantor. Namun mereka juga tidak bisa mencegahnya. Karena kata-kata Bianca yang mengatasnamakan anak dalam kandungannya adalah anak kandung dari pemilik perusahaan tersebut.     

Melihat tindakan diam para karyawan, Bram malah merasa geram. Apalagi tidak ada yang mau memberi penjelasan kepadanya, mengapa mereka mengizinkan Bianca masuk. Sebelumnya ia sudah mengatakan pada mereka untuk tidak memperbolehkan wanita hamil itu masuk. Semua orang di kantor pun sudah tahu kelakuan Bianca selama ini. Tidak ada alasan bagi mereka untuk mengizinkan Bianca lagi, untuk datang ke tempat tersebut.     

"Kenapa tidak ada yang mau bicara? Apa kalian masih percaya dengan ucapannya, kalau anak ini adalah anak dariku? Aku tidak tahu berapa banyak pria yang pernah tidur dengannya!"     

"Cukup!" Bianca meneteskan air matanya. Perasaan sedihnya karena kesalahannya juga. Tapi ia terus saja menyangkal kalau dirinya tidur dengan pria lain sebelum perceraian. "Perlu aku jelaskan walau ribuan kali, aku tidak pernah tidur dengan pria lain sebelum kita bercerai. Oke, oke ... aku yang bersalah padamu. Tapi aku mohon padamu untuk menerima ini adalah anak kandung kamu."     

"Tolong hubungi security untuk membawanya keluar!" perintah Bram kepada seorang wanita yang duduk di meja depan pintu masuk ke ruangan Bram. "Katakan pada mereka untuk membawa orang bunting ini keluar!"     

"Ba-baik, Pak." Wanita itu pun menekan tombol di teleponnya dengan gemetar. "Satpam, tolong ke depan ruangan pak Bram segera, untuk membawa bu Bianca keluar dari kantor."     

Bram meninggalkan Bianca bersama wanita itu. Ia kemudian kembali ke dalam ruanannya. Ia tidak habis pikir kenapa mantan istrinya masih saja menemuinya. Seharusnya wanita itu sudah tidak ada urusan lagi dengannya. Banyak pria yang bersama wanita itu dan bisa membuat hidupnya bahagia dengan harta mereka.     

"Kenapa wanita itu terus-terusan datang padaku? Apa pria-pria itu tidak mau memberikan uang padanya? Enak sekali para pria itu, yang hanya menginginkan tubuhnya tapi tidak mau memberikan uangnya pada Bianca! Apa karena semua pria yang menidurinya orang-orang miskin?"     

Sementara di depan ruangan, Bianca menangis tersedu. Dengan menegangi perutnya yang semakin hari semakin membesar. Para karyawan yang melihat Bianca, tidak tahu harus berbuat apa. Mereka tahu kelakuan Bianca karena beberapa waktu terlibat perselingkuhan dengan beberapa karyawan di kantor tersebut. Hingga membuat Bram memecat mereka dan mereka mendengar kabar lain yang mengatakan, banyaknya pria yang pernah melakukan hubungan gelap dengannya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.