Tante Seksi Itu Istriku

Bianca Penggoda Lelaki



Bianca Penggoda Lelaki

Kepergian Bianca dari perusahaan Bram, disertai dengan tangis. Ia memegang perutnya yang semakin lama semakin besar. Ini sudah ke sekian kalinya seperti ini. Saat menemui Bram, selalu saja diusir. Walaupun ia mendapatkan banyak uang dari Bram, ia tidak pernah merasa puas dengan hal itu. Apalagi perselingkuhan yang telah ia lakukan, menjadikan dirinya menyesal. Tetapi tetap saja, ia membutuhkan sentuhan lelaki. Sehingga setelah dari kantor Bram, ia akan mencari lagi lelaki sebagai tempat penyalurannya.     

"Hiks! Kenapa Bram begitu jahatnya padaku? Bukan salahku juga yang jadi begini. Kamunya saja yang tidak mau mengerti aku, Bram. Aku sejujurnya tidak rela jika kamu dimiliki oleh orang lain. Dan siapakah wanita yang kamu sukai itu? Apalah kamu tidak tahu, aku sudah memiliki informasi tentang itu, Bram. Aku kenal sekali dengan wanita itu. Dan aku akan membuat wanita yang kamu sukai, membayar semuanya!"     

Bianca naik taksi pesanannya. Di usia kehamilannya yang semakin lama, tubuhnya sulit untuk menyetir. Ia pun menggunakan jasa taksi untuk bepergian. Mobil taksi melaju menembus jalanan besar. Ia menggunakan uang dari Bram dengan baik. Selain mendapatkannya dari mantan suaminya, ia juga mendapatkan uang dari pria yang bersamanya.     

"Maaf sebelumnya, kita akan pergi ke mana ya, Bu?" tanya sang sopir terhadap Bianca. Ia menoleh ke arah belakang, di mana wanita itu duduk dengan memegangi perutnya yang besar.     

"Saya lagi bete, Pak. Bawa ke tempat yang bisa menghilangkan kebeteanku! Ke mana saja, aku tidak perduli lagi!" Dengan kesal, ia memanyunkan bibirnya dan menyilangkan tangannya di dadanya.     

"Aduh, bagaimana, yah? Jadi bingung mau ke mana." Sopir taksi tidak tahu harus dibawa ke mana, penumpangnya. Karena ia tidak tahu bagaimana orang-orang biasa bepergian untuk menghilangkan kebetean. Juga dirinya yang sudah tua, tidak terlalu mengerti apa yang diinginkan oleh orang yang lebih muda. Apalagi jika itu seorang wanita hamil.     

"Sudah ... jangan lama-lama, Pak. Kalau begitu, antar saja ke mall atau hotel saja! Ke mana saja, yang penting bisa menghilangkan kebetean!" ujar Bianca akhirnya. Ia mengusap perut buncitnya dan merasakan ada yang bergerak dari dalam. "Sabar, Nak. Mungkin ayah kamu belum mau menerima ibu. Tapi kita tidak akan kehilangan ayah. Karena semua pria berduit, bisa menjadi ayahmu juga, hemm?"     

Sopir itu tidak habis pikir dengan pikiran wanita yang menjadi penumpangnya. Bagaimana bisa, wanita hamil itu berkata seperti itu dengan gamblangnya? Sudah pasti pikiran tentang wanita itu adalah seorang wanita yang tidak baik. Segera ia kemudikan mobilnya entah ke mana. Asalkan bisa melepaskan wanita itu pergi, ia akan lebih senang. Rasanya risih karena mendapat penumpang yang seperti Bianca.     

"Uhh, rasanya kok gerah banget, yah? Apalah aku ini ... sudah menjadi janda tapi masih tetap mendapatkan apa yang kuinginkan. Hanya saja mantan suami yang menyukai wanita lain," ketus Bianca.     

Walaupun di dalam taksi sudah ada AC, tidak cukup untuk mendinginkan Bianca. Apalagi isi kepalanya yang dipenuhi emosi karena perlakuan Bram padanya. Ia melepas pakaiannya dan membiarkan BHnya yang tidak bisa menutup buah dadanya yang menggantung seperti buah pepaya itu.     

'Ihh, mimpi apa semalam? Kenapa dapat penumpang yang seperti ini? Astaghfirullah ... ini tidak bisa dibiarkan di sini terus. Bisa-bisa ia melepas semuanya di dalam taksi ini,' pikir sang sopir taksi yang merasa tidak nyaman.     

"Ah, Pak ... aku mau BH karena sudah basah. Ini air susuku sudah keluar, oh. Apa Bapak mau juga? Nanti aku kasih." Dan seperti yang ia katakan, tanpa ada persetujuan dari sopir, ia membukanya.     

Perlakukan Bianca membuat sopir taksi tidak ingin melihat ke belakang. Ia tidak bisa konsentrasi menyetir dan hampir saja terjadi kecelakaan. Ia hampir menabrak mobil di depannya jika tidak refleks menginjak rem.     

"Ouhh ... hati-hati, Pak. Aku sedang hamil besar, nih. Kalau aku lahiran di sini, apa Bapak mau bantuin aku?" protes Bianca. "Kalau Bapak ingin lihat, lihat saja dan jangan malu-malu. Tapi jangan macam-macam sama saya, yah." Ia mengganti pakaian dalamnya dengan perlahan. Sengaja tidak cepat-cepat karena ingin memamerkan tubuhnya pada orang lain.     

Tingkah laku mantan suami Bram itu membuat tidak nyaman bagi pria tua yang berprofesi menjadi sopir taksi. Ia berusaha untuk tidak melihat ke belakang. Namun tetap saja, ia bisa melihat sesekali dan mengintip. Terlihat perut Bianca yang besar dengan pusar yang menonjol dan garis-garis hitam di perut itu.     

"Kalau mau lihat, lihat saja, Pak. Anggap saja ini sebagai bonus karena aku lagi bete. Aku suka kalau ada orang yang melihat aku begini."     

Bianca menggerai rambutnya dan membiarkan rambut panjangnya terurai. Selanjutnya, ia mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Ia menghubungi seseorang.     

"Haloo ... iya, ini aku Bianca. Hemm ... hari ini kita bisa ketemuan, tidak? Kamu mandi dulu, gih. Nanti aku kirim alamatnya kepadamu. Sampai jumpa nanti, muach!" Hanya panggilan singkat saja, setelah itu ia menutup kembali sambungan teleponnya.     

Sopir itu semakin tidak mengerti wanita di belakangnya. Merasa ada yang tidak beres, ia ingin sekali menjauh darinya. Maka setelah melihat sebuah hotel, ia berhentikan di pinggiran jalan.     

"Sudah, Mbak. Saya tidak bisa masuk ke dalam. Mbak bisa turun dan tidak perlu membayar apapun." Sopir taksi itu sudah tidak bisa menahan wanita gila itu di taksinya. Sejauh mungkin, tidak ingin mendapatkan penumpang seperti itu lagi.     

"Oh, jadi ini gratis? Makasih ya, Pak. Kalau begitu, nggak apa-apa kalau sampai di sini saja. Yang penting ini hotel, bisa jadi tempat pertemuan dengan pria tampan itu. Mungkin bisa menghilangkan kebosananku." Bianca meninggalkan sopir taksi dan masuk ke dalam, melewati satpam yang terus meliriknya tanpa berkedip.     

Bianca masuk ke dalam untuk cek-in dan kemudian menunggu orang yang berbicara dengannya di telephon. Dengan penampilannya yang serampangan, tidak perduli siapa saja yang melihatnya. Namun tidak sedikit orang melihat Bianca enggan. Ia masuk ke lift untuk mencapai lantai atas, di mana kamar yang akan ia tempati.     

"Ohh, orang lagi hamil begitu, kenapa tampilannya sangat seksi begitu? Dan jalannya sendirian. Apa nggak takut anaknya keluar di sini?" sindir seorang wanita dengan ketus.     

Berbeda dengan pandangan orang-orang dari luar negri yang menginap di hotel itu. Melihat pakaian Bianca, sudah terbiasa bagi mereka. Apalagi wanita-wanita itu cenderung bebas sendiri tanpa ada yang melarang melakukan hal itu. Di dalam lift itu, ada beberapa orang yang menatap risih. Ada juga yang tertarik dan melempar senyuman.     

"Hei, emmm ... very good. Did you come here alone?" tanya pria tinggi berambut pirang. Ia juga memiliki badan yang kekar, dengan rambut halus di sekitar dagunya. "May I accompany you, Honey?"     

"Oough ... well! But I'm waiting for someone. But there's a little time to chat with each other. My name is Bianca!" Bianca menjulurkan tangannya kepada pria itu. Sebelum ia menghubungi orang yang berbicara di telepon, ia bisa menggoda beberapa pria tampan lagi. Tentu kepuasan baginya adalah yang paling utama.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.