Tante Seksi Itu Istriku

Perumahan Yang Indah



Perumahan Yang Indah

"Sekarang Ibu jangan pikirkan orang itu! Setelah tidak ada dia, tidak akan ada lagi yang mengusik keluarga kita," ujar Farisha. Sedang menyetir mobilnya yang menuju ke rumah yang sudah ia dapatkan dengan susah payah.     

"Tapi apa kamu yakin dia akan dirawat dengan baik? Tidak masalah kalau dia dipukuli atau apa. Yang penting dia dikasih makan. Ibu juga sudah menyiksa dia selama ini," tutur Azhari. Meski seorang yang lemah lembut pun ia masih memiliki emosi. Ia tahu apa yang ia lakukan sudah lebih dari cukup.     

"Baguslah ... ku kira ibu tidak berani memukulnya. Aku juga bisa tahu setelah melihat wajahnya yang sudah seperti itu. Ibu pasti sudah memberinya pelajaran. Sebagai seorang wanita, kita harus kuat, kan? Jangan pernah mau mengalah sama lelaki. Jika kita diperlakukan buruk, maka yang kita lakukan adalah melawan."     

"Iya, Farisha. Ibu merasa bersalah banget ketika pertama kali memukulnya. Dan ibu sudah menyiksa dia dengan kasar sampai mungkin ia tidak bisa selingkuh lagi. Apa ibu bersalah karena melakukan itu, Sha?"     

"Apa? Apa yang ibu maksud? Ibu ...." Farisha tidak tahu apa yang dilakukan oleh sang ibu. Tapi memang untuk membalas tingkah laku buruknya, ia malah tersenyum. "Tidak apa-apa, Bu. Tidak disangka, ibu akan melakukan hal itu. Tapi itu bisa memberikan efek jera dan tidak lagi bisa berbuat seenaknya, haha!" tawa Farisha senang.     

Berbeda dengan ekspresi Azhari yang merasa takut. Ia juga tidak menyangka akan melakukan hal tidak terduga itu. Ia telah membuat Benny layaknya bukan seorang pria lagi. Sudah pasti itu adalah hal paling mengerikan yang pernah ia lakukan. Sebelumnya ia tidak pernah berbuat jahat terhadap orang lain. Mungkin setan telah membuatnya menjadi sosok yang berbeda. Atau mungkin itu adalah sisi lain darinya.     

Masih diliputi rasa khawatir yang tinggi, Azahari hanya bisa melihat kosong ke depan. Tangannya tidak berhenti gemetar mengingat perlakuan jahatnya itu. Lalu ia melihat anaknya yang di samping tengah mengemudikan mobilnya. Dulu ia memiliki lebih banyak harta dari anaknya. Namun ia tidak bisa mempertahankan semua itu. Dengan cara tertentu, ia tidak tahu mengapa Benny mengetahui keberadaan semua surat sertifikat tanah dan bangunan yang ia miliki.     

"Apakah kamu benar-benar menyukai Usman? Maksud ibu, apakah benar kamu tidak akan memperlakukan buruk suamimu seperti ibu melakukannya pada ayahmu?" tanya Azhari tiba-tiba.     

"Ibu! Bukankah sudah aku katakan, aku tidak punya ayah! Aku tahu kalau aku membenci dia dan membuatku tidak percaya dengan semua lelaki. Tetapi aku akan mempercayakan semua pada Usman. Tapi kembali setelahnya, jika ia seperti Benny si keparat itu, aku tentu bisa melakukan hal yang sama seperti ibu, kan? Kalau dia terus baik padaku, mungkin dalam waktu dekat, ibu akan memiliki cucu, hehehe."     

"Ah, begitu lebih bagus. Meskipun dia lebih muda darimu, kalau kalian mau, bisa buatkan cucu yang banyak untuk ibu. Kalian bisa, kan?"     

"Aduh ... ibu kira, aku mesin pencetak anak, apa? Ini anak, Bu. Bukannya kue yang bikinnya langsung jadi. Umurku saja sudah tiga puluh tahun. Apakah aku bisa melahirkan banyak anak, nantinya? Kalau ibu ingin cucu banyak, mungkin nanti aku carikan istri yang lebih muda. Tapi tetap, aku yang mengendalikan semuanya. Biarkan istri muda nanti yang bikin anak tiap tahun untuk ibu."     

"Ini kamu beneran rela dimadu? Ya, menurut ibu, kalau kamu rela sih nggak apa-apa. Asalkan Usman menikah saja, dengan wanita itu. Tapi ibu tidak perlu banyak cucu. Minimal kamu lahirkan satu cucu perempuan dan satu cucu laki-laki."     

Mendengar ucapan Azhari, Farisha menggelengkan kepalanya. Memang ia hanya ingin anak seperti yang ibunya katakan. Bagaimana nanti jika Usman menikah lagi atau tidaknya, itu bukan sesuatu yang ia pikirkan saat ini. Sebagai seorang wanita, tentu tidak akan rela jika sang suami menikah lagi. Ini karena usia mereka yang terlampau jauh. Mungkin jika Usman yang lebih tua, tidak masalah bagi Farisha. Tetapi usia Usman yang masih terlalu dini untuk menikah, bagaimana nanti kalau sudah tua? Farisha akan tua terlebih dahulu daripada Usman. Kemungkinan kematiannya yang lebih dahulu.     

Lima belas menit Farisha mengendarai mobilnya dan sampailah di sebuah perumahan yang asri. Farisha memilih tempat tersebut karena memiliki sistem keamanan tinggi. Terdapat CCTV yang terpasang di setiap rumah. Ia bisa yakin jika ada seseorang datang ke rumah itu, ia bisa meminta bantuan tetangga untuk memperlihatkan hasil rekaman CCTV tersebut. Alasan lainnya adalah karena rumah yang mereka tempati dulu masih belum ia dapatkan. Juga rumah mendiang kakek dan neneknya yang tidak terawat itu. Ia masih belum memiliki kewenangan.     

Untuk mendapatkan itu semua, Farisha tidak akan memperlihatkan dirinya sendiri. Ia sudah memilih orang yang bisa diandalkan untuk membantunya. Ia mendapat orang-orang itu dari salah satu temannya yang dulu ikut bergabung dalam menangani masalah-masalah rumit seperti itu. Namun temannya itu telah pergi untuk selamanya, setelah mengalami kecelakaan. Karena mendengar rumah yang ia tinggali semenjak kecil telah beralih pemilik dengan dokumen palsu, Farisha menghubungi nomor telepon yang pernah diberikan oleh temannya yang telah meningal itu.     

Awalnya Farisha belum yakin dengan keputusannya. Namun ia tidak punya pilihan lagi. Ia hanya tidak suka seorang lelaki yang memimpin dan para anggotanya yang kini belum diketahui. Mereka semua juga tidak selalu melihat kliennya. Juga kliennya yang tidak akan memperlihatkan wajahnya kepada mereka.     

"Akhirnya bisa membawamu ke sini, Bu. Aku sudah menyewa jasa cleaning service panggilan. Dalam waktu sehari sudah membuat rumah ini kembali bersih. Sudah seminggu aku tidak ke tempat ini. Terakhir kali melihat rumah ini dan sekarang belum diurus."     

"Bagaimanapun juga, ini adalah milikmu semua, Farisha. Ibu sudah lelah mengurus semuanya. Tapi kalau kamu memerkukan bantuan, ibu akan selalu ada untukmu."     

"Terima kasih, Bu. Tapi sekarang kita keluar dari mobil saja dulu. Kita sudah sampai di rumah. Jadi anggaplah rumah sendiri, hehehe. Ini memang rumah sendiri."     

Sesaat mereka keluar dari mobil, tempat itu terlalu sepi. Jarang ada yang melewati tempat tersebut. Hanya sesekali orang berteriak untuk menjajakan dagangan atau beberapa hal yang lainnya. Farisha membawakan tas Azhari yang cukup berat. Walau ia tadinya membawa pakaian milik Benny, pakaian Azhari lebih berat dari pakaian azhari yang beragam.     

"Biarkan ibu saja yang membawanya, Sha. Kamu punya kunci rumah atau tidak? Sayang kakau kamu membawa ibu ke sini tapi tidak bisa masuk ke dalam rumah."     

"Ya sudah ... ini ibu saja yang bawa. Aku akan mencari kuncinya. Tadi kurasa tadi ada di tas atau di mana? Jangan sampai ketinggalan di rumah milik wanitanya Benny yang baru." Farisha mencari kunci itu di tasnya.     

"Duh, sudah lama ibu tidak ke sini. Ternyata rumah ini walaupun tidak sebesar rumah yang kita tempati, ini juga lumayan bagus. Apalagi di sana banyak yang bunga di setiap depan rumah. Penjagaan di sini juga ketat dan tidak akan ada orang yang berani masuk ke dalam dengan niat jahat."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.