Tante Seksi Itu Istriku

Permintaan Bram



Permintaan Bram

Walaupun Rani tidak berkata demikian, Usman juga akan tetap bekerja di rumah itu. Saatnya bagi Usman untuk kembali ke kebun belakang. Masih dengan keadaan yang belum berubah, ia masih mengenakan celana pendek dan kaos yang sejak tadi menempel padanya. Ia keluar dari dapur dari garasi.     

Dasim yang awalnya mengira akan dipecat karena kecelakaan waktu itu, kini ia sedang duduk di teras depan garasi. Tempat itu adalah tempat kesukaan para lelaki yang bekerja di tempat tersebut. Apalagi di sana satpam rumah itu juga bisa berjaga. Mereka melihat Usman yang baru keluar dari dalam gerbang.     

"Hei, kamu pasti habis dimarahi oleh mbak Maemunah? Nak, kalau masih ingin kerja di sini, sebaiknya kamu jangan bikin dia marah! Bukan hanya kamu yang kena. Mungkin kami juga tidak bisa lepas dari kesalahan yang kamu perbuat!" keluh sang penjaga rumah. Ia sebenarnya merasa kasihan pada Usman. Tapi itulah sifat orang tua yang tidak ingin diganggu anak yang lebih muda darinya.     

"Iya, Pak. Terima kasih banyak. Aku tidak bermaksud begitu karena buru-buru. Jadi tidak terpikir hal seperti itu. Kalau begitu saya permisi dulu, yah," pungkas Usman, meninggalkan dua orang yang tidak dekat dengannya.     

"Duh, anak ini ... seberapa lama dia akan bertahan di rumah ini? Kamu akan tahu nantinya. Tapi ku peringatkan dia hanya bisa bekerja di sini tidak lebih dari satu bulan. Dasar anak muda ... pasti akan sulit kalau sikapnya seperti itu," ujar Dasim, melihat punggung Usman. Ia mengatakan itu di samping penjaga gerbang rumah.     

"Ya, kita lihat saja nanti. Yang jelas, anak itu tidak akan bisa bertahan lama. Hahaha, kasihan sekali anak itu. Pasti akan membuat kita kecewa karena tidak bisa menghibur kita." Penjaga rumah itu juga menyetujui kata sopir yang telah ditolong oleh Usman.     

Memang Usman yang telah menolong Dasim saat kecelakaan itu. Tapi ia merasa tidak suka dengan pemuda itu. Walau kehadirannya tidak mengganggu pekerjaannya sama sekali. Tepatnya sudah satu minggu ia di rumah itu tanpa bekerja. Karena Menik tidak pernah keluar rumah untuk menyembuhkan dirinya. Walau lukanya sudah tidak parah. Kini ia sudah sembuh sepenuhnya dan untuk mengisi waktu, kadang melakukan perbaikan mobil dan memeriksanya. Kadang ia juga mengambil alih tugas dari Karyan.     

Usman sudah kembali ke kebun atau taman kecil di belakang rumah. Menik sudah memesan tananan bunga untuk ia tanam beberapa hari lalu. Rinto sudah mengambil peralatan seperti cangkul dan yang lainnya. Setibanya di sana, Usman tidak mengira orang kaya seperti mereka, mau repot-repot melakukan hal itu.     

"Kamu sudah kembali, Usman? Ayo bantu kami lagi untuk menanam ini. Kamu ambil cangkul dan campurkan tanah dengan pupuk ini. Nanti kamu masukan ke dalam pot ini!" perintah Rinto terhadap Usman.     

Menik juga sudah tidak mempermasalahkan Usman lagi. Terkait itu anak kandungnya atau hanya pura-pura saja atau sedang menyembunyikan sesuatu, suatu hari nanti akan ketahuan juga. Ia tidak perlu khawatir. Kehidupan mereka akan baik-baik saja tanpa masalah.     

***     

Seminggu sudah Farisha menjalankan rencana bersama Bram. Mereka sudah melakukan hal yang tidak disangka. Untuk membuat para wanita itu setidaknya mendekam di penjara dan sebelum itu, Farisha ingin membalaskan dendam dengan cara penyiksaan. Apalagi dia akan senang dengan hasil yang ia buat.     

"Pokoknya aku sangat senang karena sudah mengambil beberapa rumah milik ibu. Satu persatu, akan aku miliki dan akan ku kembalikan pada ibu. Ini belum puas karena aku hanya bisa berbuat seperti ini." Farisha memegangi kepalanya. Ia sedang berpikir tentang langkah berikutnya bersama Bram.     

"Kamu sudah melakukan yang terbaik, Farisha. Yang jelas, kita bisa membuat mereka jera dan tidak menyangka, mereka kehilangan apa yang mereka ambil dengan cara penipuan. Dan kamu juga sudah menipu mereka. Lagian mereka juga tidak bisa mengganti nama pemilik tanah dan bangunan dengan surat palsu. Tentu surat asli dan palsu akan berbeda. Mau mereka punya surat aslinya, yang membuat heran, bagaimana kamu bisa mengambil surat-surat itu?"     

"Yah , tentunya aku tidak akan memperkejakan orang yang tidak berguna. Untuk membalas kejahatan mereka, harus berteman dengan ahlinya. Kamu harus tahu, aku sudah membayar orang yang sudah ahli untuk mencuri sertifikat asli dari mereka. Dan orang itu hebat sekali. Dia bekerja tanpa ada orang yang mengetahui wajahnya karena selalu menutupi wajahnya. Untuk melakukan pekerjaan ini, mungkin ia tidak ingin diketahui banyak orang. Meskipun itu kliennya. Dan kini sudah kumiliki lima puluh persen sertifikat asli milik ibuku."     

Farisha terlihat begitu senang setelah memiliki sebagian harta milik ibunya. Ia juga sudah memutuskan untuk mencari keberadaan Azhari. Dan berencana untuk menemui ibunya nanti setelah mendapat informasi keberadaannya. Waktu satu minggu yang tidak sia-sia karena dengan cepat mengembalikan keadaan. Setidaknya ia sudah membuat dua orang menjadi buronan polisi karena kasus penipuan.     

Ada beberapa rumah yang sudah dijual dengan mengandalkan sertifikat palsu. Tentu Farisha menunjukkan sertifikat asli kepada orang yang telah membeli rumah tersebut. Walau membuat mereka marah, mereka sadar karena telah ditipu. Mereka akan menuntut para tersangka yang sudah kabur ke luar kota.     

"Kamu pasti sudah kangen ibumu, kan? Tante Azhari orangnya masih awet muda, sekarang. Meskipun tinggal di tempat seperti ini, tidak bisa menyembunyikan kecantikannya. Pantas kamu cantik sekali, Farisha. Orang ibu kamu juga sangat cantik. Nanti kalau kita punya anak, akan cantik seperti kamu jika itu perempuan. Dan akan tampan sepertiku kalau dia lelaki."     

"Hei, siapa bilang kita akan punya anak? Sialan kamu, Bram! Aku akan punya anak dari Usman! Dan dari Usman aku akan segera hamil dan aku akan melahirkan anaknya."     

Bram merasa terganggu dengan sikap wanita di depannya. Ia tidak rela jika dirinya kalah oleh pemuda desa yang memiliki segudang kelemahan. Seandainya dulu dirinya yang menikah dengan Farisha, mungkin ia akan dicintai seperti Usman.     

"Aku akan berikan beberapa rumah milik ibuku. Kurasa ibu juga tidak mempermasalahkan ini karena berkat kamu, harta ibuku sudah sebagian kembali. Terima kasih, Bram."     

"Iya-iya ... tapi aku kan sudah bilang, tidak menginginkan harta dari ibumu. Tapi yang ku inginkan adalah kamu. Sebagai gantinya, bagaimana kalau kita ... mmm ... kita ciuman, bagaimana? Kan aku sudah bantu kamu, setidaknya kamu harus membayarnya dengan hal itu."     

"Kenapa kamu menyulitkanku, Bram? Oh, tapi maaf aku tidak bisa. Kalaupun kamu mau, kamu harus bertanya dulu pada suamiku. Kalau dia setuju, maka aku tidak punya pilihan lain, kan?" Sebenarnya Bram masih berguna baginya. Bisa membantunya menemukan Usman. Ia juga sudah membayar orang untuk mencari Usman. Ia sudah menghabiskan sebagian tabungannya untuk mengembalikan apa yang menjadi haknya.     

"Kenapa kamu begitu kejam padaku? Aku yakin, Usman akan setuju dengan permintaanku. Kamu hanya mengelak saja, Farisha. Aku tahu Usman orang seperti apa. Jika kita bertemu dengannya, kamu pasti kamu akan memperdaya dirinya. Dia kan orangnya sangat patuh padamu."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.