Tante Seksi Itu Istriku

Perbedaan Sikap



Perbedaan Sikap

Setelah jatuh dari pohon kamboja, tidak begitu sakit. Usman terjatuh dan saat di tanah, ia merssa gatal di sekujur badannya. Dari dulu pun ia sering mengalami hal itu. Saat datang ke hutan untuk di sekitar tempat tinggalnya di desa. Juga pernah mengalami hal serupa saat ia dan Farisha berada di pesisir pantai. Sang istri merawatnya dengan segala kebingungannya. Kali ini juga merasa gatal ketika mengenai tanaman di sekitarnya.     

"Tuh kan? Saya bilang juga apa? Kan kalau begini, kamu yang rasakan sendiri, kan? Sudah, kamu olesin saja pakai getah pohon kamboja saja. Itu bisa menyembuhkan rasa gatalnya," ujar Menik. Ia membantu Usman untuk berdiri dengan mengulurkan tangannya dan mengangkat anak muda itu.     

"Eh, ini bukan gatal karena getah pohon itu, kah?" tanya Rinto dengan ketidak tahuannya. "Kok kamu bisa tahu kalau anak itu akan gatal-gatal, sih? Sebenarnya kalian seperti ibu dan anak, enggak sih?"     

"Eh, aku tidak tahu juga, Mas. Tapi kenapa aku bilang gitu, yah?" Ia menengok ke arah suami sebentar. Lalu melirik ke arah Usman yang mengharuk tangannya, membuat bentol-bentol yang muncul di tangan serta yang ia garuk.     

"Te-terima kasih, Bu. Tapi aku tidak apa-apa, kok. Aduh, kenapa gatal banget, sih?" keluh Usman. Setelah ia perhatikan, ternyata dirinya sudah mengenai tanaman jelatang yang tumbuh liar di sekitaran.     

Bukan karena keadaan Usman saja yang membuat ia merasa gatal di sekujur tubuhnya. Tumbuhan liar seperti jelatang juga yang menyebabkannya. Menik berpikir itu memang yang dialami oleh Usman. Bukan kebetulan anak yang sama dengan ibunya. Hal itu tidak bisa memperjelas bahwa Usman adalah anak kandungnya. Namun kekhawatiran yang dimiliki jelas kekhawatiran sebagai seorang ibu.     

"Ya sudah ... kalau begitu, kamu bantu dia saja, Sayang. Ini kalau dibiarkan akan semakin menjadi. Kita tidak boleh membiarkan begitu saja," rujuk Rinto. Lantas ia tersenyum melihat istrinya khawatir. Tidak ada salahnya jika ia menjadikan Usman sebagai anaknya.     

Menik mematahkan ranting yang sudah jatuh di tanah dan mengoleskan getah itu ke bagian yang gatal. Sebenarnya ia tidak begitu tahu tentang kebenarannya. Ia hanya pernah baca di beberapa media tentang khasiat dari tanaman kamboja. Namun tetap saja itu tidak cukup untuk dioleskan semua.     

"Ini karena tanaman jelatang yang timbul di sini. Padahal kata Rani dulu sudah dicabuti tanaman yang mengganggu. Entah mengapa masih ada juga? Ah, aku baru ingat kalau ini sudah lama tidak ke tempat ini," ujar Menik. Ia mengingat bahkan tidak berani mencabuti tanaman. Ia hanya menyuruh Rani untuk melakukannya.     

"Iya sudah ... biar saya yang membuang semuanya. Saya akan ambil cangkul dan mungkin ada sarung tangan di sana. Kamu harus pakai sarung tangan agar tidak terasa gatal." Rinto meninggalkan istri dan pemuda yang sudah terlihat tidak terlalu gatal.     

"Kamu cari daun dan bunga melati. Itu juga bisa menghilangkan gatal-gatal di kulit. Atau kamu cari Rani atau mbak Maemunah untuk mengambil obat," ujar Menik yang khawatir.     

Usman pamitan ke rumah untuk meminta obat untuk gatal-gatal yang membuatnya tidak nyaman. Ia menemui Rani yang sedang di ruang keluarga. Ia sedang membersihkan barang-barang antik dengan kain besih. Saat ada Usman datang dengan beberapa rumput di bajunya, membuatnya melotot.     

"Hei, kenapa kamu di sini? Cepat ke kebun lagi! Ini pakaian kamu juga kotor. Minimal bersihin dulu itu baju, kek," peringat Rani dengan berkacak pinggang. Ia tidak suka kalau rumput itu mengotori lantai yang sudah bersih.     

"M-maaf, Bu. Saya kena daun jelatang. Aku di suruh bu Menik untuk mengambil obat gatal. Katanya bu Maemunah tahu di mana tempatnya. Tapi ..." ucapnya terhenti untuk menengok ke kanan dan ke kiri, mencari orang yang paling tidak ia temui. Tapi aku nggak berani ngomong sama beliau."     

"Ooh, kalau obat, saya juga tahu. Tapi kenapa kamu nggak berani sama mbak Maemunah? Hayo ... kamu pasti melakukan kesalahan, bukan? Apa yang kamu lakukan, yang membuat kamu takut?" goda Rani. Namun ia merasa kasihan dengan anak muda itu. "Sebentar! Kamu tunggu saja di sini. Akan ku ambilkan obat untuk kamu."     

Akhirnya Rani meninggalkan Usman untuk mengambil kotak obat. Pemuda itu menunggu dengan khawatir. Ia juga pasti akan dimarahi oleh Maemunah jika tahu dirinya dalam keadaan kotor tapi masuk ke ruang tengah. Hal itu pun terjadi karena kebetulan wanita itu melewati tempat itu.     

"Hei! Kenapa kamu masuk ke sini dengan pakaian kotor? Cepat buka kaos kamu dan taruh ke tempat baju kotor! Anak ini bikin kesel saja! Apa tidak pernah diajari sama orang tuamu, hah?" maki Maemunah dengan nada keras. Ia juga melihat Usman menggaruk tanganya yang memerah karena digaruk.     

Rani menghela nafasnya setelah mengambil kotak obat dan membawanya ke tempat Usman berada. Tentu ia tahu akibatnya jika anak muda itu ketahuan mengotori lantai. Pasti akan dimarahi habis-habisan. Kadang ia merasa kasihan dengan orang-orang yang dimarahi oleh wanita itu. Setidaknya bukan kali ini saja orang yang bekerja di rumah itu mendapatkan pengalaman yang sama. Dan itulah yang membuat mereka tidak betah dan memilih untuk meninggalkan pekerjaannya.     

"Maaf, Mbak. Aku bukannya mau membela. Ini anak disuruh nyonya untuk mengambil obat. Dia mungkin sama kayak nyonya yang kulitnya sensitif. Aku akan membawanya ke belakang untuk diobati," ujar Rani, mencoba menengahi mereka. Ia merasa kasihan terhadap Usman yang sedang menderita itu.     

"Ish! Tapi tidak seharusnya kamu masukkan ke sini itu anak! Kamu urus saja itu anak! Dan tolong kamu bilangin ke dia dan kalau mau kerja di sini, perbaiki sikap dulu!" Setelah mengatakan itu, ia segera meninggalkan keduanya. Tak ingin mengurusi orang yang ia kira tidak akan betah lama bekerja di rumah besar itu.     

Walaupun orang yang bekerja di tempat itu keluar gara-gara tidak suka dengan sikap keras Maemunah, Rinto dan Menik tidak pernah menegur wanita itu. Mereka masih percaya dengan wanita yang bekerja puluhan tahun bersama mereka. Selain Maemunah, mereka juga membebaskan Karyan. Keduanya adalah orang paling lama bekerja di tempat itu. Dan usia mereka juga lebih tua dari semua orang yang tinggal di rumah tersebut. Sifat mereka yang berbeda dan hampir semua orang menyukai sikap Karyan yang bersahabat. Ia jarang sekali memarahi orang jika kesalahan itu masih dalam batas wajar.     

Kembali pada Usman dan Rani, keduanya ke belakang untuk mengobati Usman yang masih menggaruk-garuk badannya. Rani juga menyuruh anak muda itu melepas kaosnya dan ia sendiri akan mengoleskan bedak yang bisa membuat rasa gatal mereda bahkan hilang sepenuhnya.     

"Ayo, kamu lepaskan kaosmu. Kamu ini anak laki-laki. Kalau buka baju di depan wanita juga tidak apa-apa, lah. Kecuali kalau kamu perempuan, buka baju di depan orang tua, baru malu." Rani mencoba meyakinkan lelaki itu agar membuka pakaiannya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.