Tante Seksi Itu Istriku

Menuju Hotel



Menuju Hotel

Mobil yang dibawa oleh Bram, melaju dengan kecepatan sedang. Farisha masih tidak bisa membayangkan bagaimana Chandra tidur dengan wanita tua. Namun kalau cerita dari pria di sampingnya benar, itu adalah hal yang paling kejam. Karena sudah diperlakukan tidak baik, nenek itu dibunuh juga.     

"Aku tidak menyangka kalau Chandra orang yang seperti itu, Bram. Kamu juga, bagaimana kamu tahu cerita itu? Dan kamu sepertinya berbohong padaku, Bram. Tidak mungkin sampai segitunya, kan?" ujar Farisha yang tetap kekeh tidak percaya dengan cerita itu.     

"Iya, kamu boleh percaya atau tidak, Sha. Yang pasti, aku sudah dapat cerita itu dari orang terpercaya. Aku juga tahu di mana tempat kejadian itu. Untuk itu, kamu harus hati-hati dengan pria seperti itu. Terpelas dari nyata atau tidaknya cerita yang ku sampaikan itu. Eh, kita mau ke mana lagi? Ini kita ke rumahku atau ke rumahmu? Masa kamu masih tinggal di swalayan, sih?"     

Bram tidak akan tahu di mana selama ini Farisha dan ibunya tinggal. Kalau tidak ada kejadian yang menimpa mereka, tidak mungkin wanita tiga puluh tahun itu berbicara. Setelah tahu, banyak harta yang di miliki oleh Azhari, pria itu tidak menyangka, anak perempuannya tidak seperti kebanyakan orang. Ia lebih simple dalam penampilan. Tidak terlalu mengikuti brand yang sedang booming. Dari dulu hingga sekarang pun masih sama. Walau tampilan Farisha tetap cantik meskipun memakai apapun tanpa ikut trend fashion.     

"Kamu ini sebenarnya orang dari keluarga yang sangat mampu, Farisha. Makanya kamu tidak rela kehilangan harta yang segitu besarnya. Aku juga tidak akan rela jika ada yang mengambil semua hartaku. Namun jika itu kamu, mungkin aku akan pertimbangkan lagi. Asalkan kamu mau menikah denganku. Aku bisa serahkan semua padamu, Sha," tutur Bram dengan tulus.     

"Tidak, Bram," sahut Farisha. Ia menggelengkan kepalanya, tidak akan pernah lagi. "Aku sudah katakan, aku sudah menikah dan tidak perlu pria lain sebagai suamiku. Lagian tidak perlu banyak harta berlimpah. Aku tidak mengharapkan harta dari ibuku. Jika nanti semua bisa kembali, aku akan serahkan semua sama ibu. Kalaupun ibu mewariskan itu padaku kelak, aku pun tidak berharap atas namaku. Tidak masalah siapa yang dapat harta itu. Namun aku tidak rela jika harta itu berada di tangan si keparat itu atau semua selingkuhanya. Aku lebih baik sumbangkan ke panti asuhan atau ke orang yang membutuhkan."     

"Itulah yang membuatku semakin cinta sama kamu, Sha. Tetapi kenapa kamu mengatakan itu? Bukankah aku sudah tahu, kamu dan Usman itu hanya menikah bohongan? Kamu mungkin bisa menipu Usman yang bodoh itu tapi kamu tidak bisa menipuku."     

"Usman tidak bodoh!" hentak Farisha. Ia menatap Bram dengan mata melotot, tidak terima suaminya diangap bodoh. "Sekali lagi kamu bilang Usman bodoh, aku tidak akan bertemu kamu lagi! Ku harap kamu juga bantu aku cari dia! Bagaimana aku menjelaskan kepada ibu kalau aku sudah tidak bersama Usman? Sebelum Usman ketemu, aku tidak berani menemui ibu. Walaupun tidak tahu di mana keberadaan ibu, aku yakin kalau dia masih berada di daerah ini."     

"Baiklah kalau begitu ... walaupun aku tahu, kamu dan Usman memang merencanakan semua ini. Aku juga sudah tahu semua dari ibumu. Kamu terpaksa mencari orang lain untuk kamu nikahi. Dan orang itu harusnya orang yang bisa dipercaya. Dan kamu memilih Usman sebagai orang yang kamu percayai. Memang anak itu sungguh beruntung. Mungkin ada banyak kekurangan dia. Dan kamu juga bisa memanfaatkan dengan baik."     

"Apa yang kamu katakan? Lebih baik kamu turunkan aku di sini saja! Kalau mau menghina Usman, jangan pernah datang padaku lagi. Aku anggap kamu sebagai temanku yang baik. Tapi lihat kamu ... di depan orangnya, kamu bersikap baik dan bersahabat. Namun kini aku tahu, di belakang dia, kamu menjelekannya. Mungkin di belakang ku, kamu juga menjelekkan ku, 'kan?"     

Sekalipun ia tidak suka dengan seorang pria yang suka bergosip dan berbohong. Ia percaya kalau semua yang dikatakan pria di sampingnya adalah kebohongan. Mulai dari cerita tentang Chandra yang tidak masuk akal, walaupun ia juga tidak suka dengan pria seperti itu. Dan yang tidak ia bisa percayai lainnya adalah tentang ibunya yang menceritakan tentang pernikahan palsunya. Tentu dirinya merasa kalau Azhari tidak akan tahu apa yang disembunyikan olehnya. Apalagi sampai menceritakan semua pada orang yang tidak dikenalnya.     

Bram masih saja membawa mobilnya menuju ke sebuah hotel. Ia tidak bermaksud untuk mengajak wanita itu untuk berbuat tidak senonoh, dengan tulus, dirinya berharap wanita di sampingnya bisa tidur dengan nyenyak. Sementara ia akan tidur di kamar yang terpisah. Sebagai seorang lelaki yang jantan, tidak akan mengambil keuntungan dari seorang wanita yang bukan miliknya. Apalagi ia tahu orang yang ia sukai, tidak akan menerima pria bajingan seperti Chandra.     

"Sudah waktunya untuk tidur, Sha. Kita istirahat saja di hotel. Kurasa kamu juga sudah lelah, kan? Aku yakin kamu akan tidur nyenyak jika berada di hotel. Kita akan meneruskannya besok." Bram membawa mobilnya memasuki gerbang hotel.     

Di sana sudah ada pengamanan serta kamera pengawas. Dua orang satpam memeriksa siapa orang yang datang. Memeriksa masing-masing kartu tanda penduduk. Bram dan Farisha menyerahkan KTP mereka dan semua berstatus menikah. Oleh karena itu, dua satpam mengizinkan mereka masuk ke dalam. Walaupun Farisha tidak suka dengan ide dari Bram. Ia harus berhati-hati dengan lelaki yang membawanya ke tempat menginap itu.     

"Sebenarnya apa maksud kamu mengajak aku ke hotel? Awas saja kalau sampai kamu berbuat yang macam-macam! Kita memesan dua kamar yang berbeda! Tidak akan kita tidur satu kamar!" peringat Farisha. Ia juga sudah merasa mengantuk. Lokasi swalayannya juga cukup jauh. Lagipula ia takut kalau Vania datang ke swalayan itu. Ia belum punya alasan untuk menjelaskan semua apa yang terjadi. Karena ia tidak suka berbohong dan tidak mungkin bisa berbohong kepada kekasihnya itu.     

"Eh, kita kan ke sini cuman numpang tidur saja, Sha. Aku tidak seperti pria tidak bermoral. Coba kamu pikir, apa kita akan ke swalayanmu? Mungkin di sana gerbangnya sudah ditutup. Karena ini sudah lewat jam dua belas malam. Kan jam sebelas biasanya juga sudah ditutup itu gerbangnya," tukas Bram. Sudah lama ia sering datang ke ruko yang bersebelahan dengan milik Farisha. Memang jam sebelas malam sudah ditutup. Tidak akan ada orang yang bisa masuk maupun keluar. Kecuali kalau mereka jalan kaki sampai ruko Farisha yang letaknya jauh dari pintu gerbang.     

"Aku kan bisa jalan ke swalayan, Bram. Lagian aku sudah ingin pulang ke swalayan. Di sana juga kurasa aman karena ada penjaga yang selalu siap. Meskipun sampai jam satu sekalipun, mereka akan tahu aku kalau ku tunjukan kartu milikku."     

"Tidak perlu kamu mengelak. Kita sudah berada di dalam parkiran. Kamu sebaiknya turun dari mobil atau tunggu aku bukakan pintu, hemm?" goda Bram. Ia tahu Farisha tidak akan mau kalau dibukakan pintu.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.