Tante Seksi Itu Istriku

Menikmati Senja



Menikmati Senja

Farisha menganggukkan kepalanya, mendengar penuturan dari pria paruh baya itu. Tak seberapa lama kemudian, muncul sang istri dari pria paruh baya pemilik rumah itu. Kasmiyah yang mendengar suara Farisha dan Usman, langsung saja keluar setelah selesai mandi dan berganti pakaian.     

"Eh, ada non Farisha, rupanya? Pak, kenapa nggak dikasih minum?" cetus Kasmiyah pada sang suami. Ia merasa tidak enak dengan kedua tamu itu dan menawarkan, "Non Farisha dan Mas Usman mau minum apa? Nanti akan ku bikinkan. Teh atau kopi?"     

"Nggak usah repot-repot, Bu. Kami hanya ingin jalan-jalan desa. Ini juga sudah mulai sore. Jadi kami hanya sebentar saja, yah Sayang?" ujar Farisha, menengok ke arah Usman.     

"Oh, kalau begitu, mungkin bisa besok saja. Kebetulan saya sudah memasak sore ini. Rencananya mau kubawa ke rumah nanti. Tapi kebetulan kalian ke sini. Pasti belum makan siang, kan? Lebih baik makan terlebih dahulu," kata Kasmiyah dengan lirih.     

"Enggak usah, Bu. Kami sudah makan, tadi. Terima kasih ya, Bu. Ibu Kasmiyah baik pada kami," tutur Usman menjawab Kasmiyah. Ia menengok ke arah sang istri di samping dan berkata, "Benarkan, Sayang?"     

"Iya benar, Bu. Kita baru saja makan kok, Bu. Mungkin buat nanti malam saja, deh. Nanti sepulangnya, kami akan mampir ke sini lagi." Farisha merasa tidak enak karena ia sudah makan ikan bakar tanpa memberitahu wanita paruh baya di depannya. Tapi perutnya masih terasa kenyang.     

"Syukurlah kalau sudah kenyang. Kalau begitu, bisa buat nanti saja. Kalau gitu, nanti kalau pulang, ke sini saja, yah! Soalnya sayang kalau makanan tidak dimakan. Tadi juga masaknya kebanyakan. Nanti malam tinggal dipanaskan saja, lauknya," pungkas Kasmiyah.     

Kasmiyah dan Tohari saling memandang satu sama lain. Sepasang suami dan istri yang menjalani pernikahan dan memiliki banyak anak itu juga sudah tahu karena ada pemuda di desa dan anak-anak yang terlihat senang dan mengatakan apa yang mereka makan. Kasmiyah sendiri pun tahu kalau Farisha dan Usman saat ini dalam keadaan masih kenyang. Wajar kalau mereka tidak memberitahu secara langsung pada mereka. Karena mereka pun sedang sibuk pada saat terlihat asap dari arah belakang rumah.     

"Kalau begitu, kami mau jalan-jalan terlebih dahulu, yah. Pak, Bu. Kami pamit. Ayo, Sayang ... ini sudah sore, kita tidak banyak waktu lagi," ajak Farisha kepada sang suami. Ia pun menggandeng tangan pemuda yang berusia sepuluh tahun lebih muda darinya itu.     

"Iya, baiklah ... kalau begitu, kami permisi dulu. Selamat sore, Pak, Bu." Begitu Usman merasa tangan wanita yang sudah sah menjadi istrinya, ia masih saja merasa deg-degan. Seperti di dalam mimpi yang hampit tidak mungkin menjadi kenyataan. Namun inilah kenyataannya. Kalau sekarang ia adalah seorang suami yang harus melindungi sang istri yang cantik dan seksi itu.     

"Baiklah kalau begitu, hati-hati di jalan kalau begitu. Kalau nanti tersesat, bisa tanya saja ke arah rumah pak Tohari. Orang-orang akan menunjukkan jalan ke sini," tandas Kasmiyah, menjelaskan pada sepasang pengantin baru itu.     

Setelah pamitan, Farisha dan Usman menuju ke sepeda motor yang sudah disiapkan oleh Azhari itu. Wanita itu lantas duduk di depan dan menyalakan mesin sepeda motornya. Setelah Usman ikut naik, segera sepeda motor itu melaju dengan kecepatan sedang. Hari masih belum terlalu sore. Tapi mereka harus cepat hari ini. Ada waktu beberapa jam sebelum langit berubah menjadi gelap.     

Sementara Kasmiyah dan Tohari, tengah menatap kepergian sepasang pengantin baru tersebut. Terlihat memang sang wanita yang mendominasi. Tidak seperti sepasang suami-istri yang sebenarnya karena siapa juga, tidak akan menyangka kalau Farisha dan Usman adalah sepasang suami-istri yang sebenarnya.     

"Lihatlah, Pak. Mereka kayaknya tidak seperti suami dan istri betulan. Tapi kalau sudah jodoh, yah mungkin seperti ini, yah?" tanya Kasmiyah, di samping sang suami yang juga melihat ke arah depan.     

"Yah, mungkin mereka tidak terlihat serasi. Ngomong apa sih, Buk-e. Ya sudah ... kita masuk ke dalam saja! Anak-anak kok malah belum pulang, mainnya lama banget." Tohari masuk ke dalam rumah. Dan disusul oleh sang istri dari belakang.     

Farisha membawa sepeda motor itu ke mana ia mau. Yang penting ia bisa pergi ke suatu tempat. Walau biasanya ia akan lebih suka naik mobil. Namun rasanya naik sepeda motor, terlalu berbeda. Bedanya sekarang ada seorang lelaki yang memeluknya dari belakang. Sepanjang jalan, mereka menemui perumahan penduduk dan bercengkrama dengan mereka sesekali. Setelah itu, mereka terlihat gembira karena keputusan sang ibu yang mengirim anaknya untuk berbulan madu di pesisir pantai yang belum terjamah oleh turis mancanegara atau pun asing. Hanya mereka dan warga sekitar saja yang tahu, ada pantai, bahkan pemandangan alamnya juga sangat menawan.     

"Yah, apakah kamu merasa senang, Man, Usman?" tanya Farisha yang melihat pemuda di belakangnya. "Ini saatnya kita untuk menikmati senja hari dengan bahagia. Hemm ... mungkin kita akan menemukan hal-hal lain di luar sana? Tapi ini sudah mulai gelap. Dingin juga ... kamu peluk aku, dong!" pintanya dengan manja.     

Usman tidak tahu, mengapa istrinya menjadi seperti anak gadis berusia belasan tahun. Tapi hal itu lantas membuat Usman senang dan terkekeh kecil. Beberapa saat kemudian, pelukan Usman ke arah perut Farisha. Tangan kasar itu mendarat sempurna di perut yang masih rata itu.     

"Eh, beneran aku malah lupa, arah pulang, ke mana, yah? Aduh, sialnya kita malah tersesat di sini," keluh Farisha dengan resah. Di setiap hari yang indah, ia tidak pernah mengalaminya selama ini. Pernikahan dirinya dengan seorang lelaki yang lebih muda, membuatnya bertingkah lebih kekanakan. Tidak seperti Farisha dewasa seperti biasanya.     

"Kita akan ke mana? Aduh, aku juga lupa ke mana jalan yang benar. Di sini sama saja, kebanyakan ada pohon ketapang dan pohon waru. Di desaku, dulu sering memunguti ketapang dan sering dimakan. Apalagi kalau punya warga. Pasti akan banyak yang nyolong juga. Tapi selalu dimarahi oleh paman dan bibi. Mereka apa kabarnya, yah? Mereka yang sudah merawatku sejak kecil. Walau aku selalu dimarahi oleh mereka. Walau aku tidak tahu apa kesalahan yang aku perbuat."     

Farisha tersentuh dengan cerita yang dikatakan oleh suaminya. Ia tidak tahu kehidupan sang suami. Ia berpikir, 'Bagaimana dia selama ini? Yah, mungkin dia terlihat lebih beruntung dariku. Tapi mungkin juga, dia lebih kasihan dariku. Setidaknya aku masih bisa makan enak. Sementara mungkin dia harus bekerja keras untuk makan. Andaikan saja, ibu mau bercerai dengan lelaki brengsek itu. Sekarang keadaan ibu, bagaimana, yakh?'     

Sepeda motor itu terus melaju ke arah yang tidak diketahui oleh Usman. Ia sangat khawatir kalau mereka akan menyasar lagi. Namun Farisha memutuskan untuk berhenti di sebuah tempat yang ada banyak pohon ketapang.     

"Kenapa berhenti di sini? Tapi mau tanya ke siapa? Di sini tidak terlihat ada orangnya. Apakah kamu melihat apa yang tidak bisa kulihat?" tanya Usman dengan ekspresi yang sulit dimengerti karena bingung dengan kelakuan sang istri.     

"Kita kumpulkan dulu ketapangnya, yah. Hehehe, kita bisa membawa semuanya. Eh, kamu lepas kaosnya, dong. Lumayan kan, bisa untuk wadah ketapang-ketapang ini."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.