Tante Seksi Itu Istriku

Pembicaraan Di Depan Televisi



Pembicaraan Di Depan Televisi

  Usman keluar dari kamar untuk melihat Farisha. Wanita itu tengah sibuk dengan pemikirannya. Yang membuat tidak tahu kalau ada orang lewat dan duduk di seberangnya. Usman tidak tahu harus mengatakan apa. Yang pasti mereka harus bicara malam ini. Itu akan membuat Usman hilang dari rasa gugupnya kalau itu mungkin. Tapi dari tadi, ia duduk di depan wanita itu.     

  "Tante ..." panggil Usman lirih. Setelah menunggu lama, ia memberanikan diri untuk bertanya, "Ini sudah malam dan belum memasang itu, mmm ... yang kayak jaring itu, kita pasang besok saja, yah?" Ia juga bingung karena tidak juga mendapat jawaban dari wanita yang duduk sambil melamun itu.     

  Sebenarnya Farisha dengar perkataan Usman. Ia melirik ke arah lelaki itu dan tersenyum. Menganggukan kepalanya pelan. Lalu ia memanggil suaminya untuk duduk di dekatnya dengab menepuk di samping kanannya. Ia ingin Usman berada di sampingnya untuk menonton televisi. Karena ponselnya sedang dicharger.     

  "Kamu duduk di sini saja, Man. Kita bicara sambil menonton televisi saja, yah!" Farisha melihat remot televisi yang berada di atas meja. Televisi di rumah itu hanya berukuran dua puluh satu inci. Berbeda jauh dengan di rumahnya yang berukuran cukup besar. Sebenarnya Farisha juga tidak pernah menonton televisi. Ia hanya asal menyetel dan ingin bercengkerama dengan sang suami tercinta.     

  Tanpa pikir dua kali, Usman mendekat ke arah Farisha. Tidak mengapa karena mereka akan terbiasa nantinya. Walau ada ketakutan di masa depan, bagaimana kalau tidak ada Farisha. Tapi pernikahan pura-pura itu akan berlangsung lebih lama. Karena Farisha sudah mengatakan, pernikahan pura-pura itu akan berlangsung sampai mereka tua.     

  "Hemm ... sini, lebih dekat lagi duduknya, Usman! Kamu sudah pakai lotion anti nyamuk atau belum? Aku sampai lupa kalau belum memasang kelambu. Tidak bilang kepada bu Kasmiyah juga, sih. Kita bicara saja malam ini. Tapi kamu mendekat sini, dong. Pelukan nggak apa-apa, yah. Kan kamu ini suamiku dan aku istrimu. Berhubung kita sudah melakukannya, berarti ke depannya kalau aku ingin, kamu harus siap, yah! Kalau kamu ingin, bilang saja padaku, nggak usah malu-malu, hehehe," kekeh Farisha. Dirangkulnya pundak suaminya yang masih kaku itu.     

  "Anu, Tante ... aku sudah pakai itu, yang dioles di tangan. Tapi ... aduh ... kenapa seperti ini?" Usman tergagap ketika pundaknya dirangkul oleh Farisha. Namun ia harus menyesuaikan diri agar tidak gugup. Ke depannya ia harus terbiasa dengan hal itu.     

  Mereka terdiam sambil menonton televisi yang menyajikan acara sinetron yang sedang berlangsung. Tapi keduanya tidak suka dengan yang disetel. Masih terdiam tanpa ada kata di antara keduanya. Farisha hanya memencat-mencet ponselnya dengan bingung. Tidak banyak chanel yang bisa dinikmati. Juga banyak yang tidak ada gambarnya.     

  "Kamu sukanya acara apa, Man? Ini adanya sinetron saja. Dan yang lainnya acara apa, ini? Kartun ... sayangnya nggak ada kartun. Kalau ada kartun, mungkin bisa nonton itu. Tapi di sini chanelnya juga tidak banyak," tutur Farisha lirih. Ditatapnya wajah suaminya itu. Wajahnya yang dulu kehitaman, kini sudah berubah. Yang dulunya kurus pun sekarang sudah lebih berisi. Hanya saja tinggi badannya masih seperti dulu.     

  "Apa saja, Tante ... aku tidak ada yang disuka. Terserah yang mau nonton saja." Usman lalu melihat wajah sang istri yang memerah. Tidak tahu kenapa bisa seperti itu. Tapi itu malah sangat menarik baginya. Sangat cantik dan ingin sekali ia mencumbu bibir mungil itu.     

  "Kulihat kamu sudah lebih baik dari dulu. Wajahmu sudah lebih bersih dan putih. Mungkin kamu harus cukur rambutmu biar lebih pendek lagi. Kalau rambut kamu lebih pendek, akan lebih ganteng lagi," ujar Farisha memuji Usman. Dielusnya rambut Usman yang sebenarnya tidak terlalu panjang. Tapi tetap saja, menurut Farisha, lelaki rambut pendek itu lebih tampan.     

  Diperlakukan seperti itu, membuat Usman senang setengah mati. Siapa yang tidak senang, kalau dipuji seperti itu? Walau ia tidak haus akan pujian, karena yang memuji adalah Farisha sendiri, membuatnya bahagia. Tanpa sadar, Usman juga mengusap rambut istrinya yang panjang. Berbeda dengan sang istri yang menyukainya berambut pendek, ia suka dengan wanita berambut panjang.     

  "Kita saling elus-elusan begini. Emm, apa bisa mengelus yang lain? Emm, kita jangan keras-keras, yah! Tadi siang soalnya bu Kasmiyah denger kita yang lagi gituan. Kalau malam ini ada orang yang dengar, bisa gawat, hihiihi." Dari rambutnya, ia turunkan ke wajah Usman. Melihat matanya yang terlihat kalem. Hidungnya yang agak melebar dan bibirnya yang berwarna gelap. Ia menyentuh hidung lelaki di depannya dan memencetnya.     

  Melayang Usman dibuatnya, merasakan sentuhan tangan yang lembut di wajahnya. Rasanya hangat dan sangat nyaman. Ia memejamkan matanya, membiarkan dirinya mencoba menahan gejolak di dadanya. Bibirnya terdiam tapi hati tidak bisa berbohong kalau ia sangat menikmati sentuhan itu.     

  "Dadaku deg-degan, nih. Apa kamu juga? Sepertinya aku jatuh cinta sama kamu, Usman ... terserah kamu, mau suka aku atau tidak. Tapi kamu hanya milikku. Tidak akan ada yang bisa merebutmu dariku. Dan aku juga hanya untuk kamu. Tapi kuharap kau sabar menunggu untuk aku menyelesaikan masalahku. Baru aku bisa serahkan semuanya untukmu. Biarkan aku berpikir bagaimana caranya agar aku bisa terlepas dari jerat yang terus menghantuiku."     

  Usman menggelengkan kepalanya karena tidak tahu apa yang dimaksud oleh istrinya. Pikirannya terlalu sederhana, membuatnya tidak bisa berpikir begitu kompleks. Apalagi untuk mengerti sebuah perkataan yang menurutnya adalah ucapan kelas atas.     

  'Aku tidak tahu apa yang dimaksud. Tapi aku tidak bisa terus-terusan seperti ini. Wajahmu cantik seperti bidadari. Aku suka rambut panjangmu. Aku juga suka wajahmu, matamu, hidungmu, bibirmu yang seksi dan dadamu itu, aku kenapa ingin menyentuh lagi?' Usman hanya bisa berkata di dalam hatinya. Tidak bisa mengatakan hal itu dengan lisannya. Tapi itu sudah meyakinkan dirinya kalau ia harus bisa membahagiakan wanita itu.     

  Usman mulai berani membalas sentuhan dari wanita tercantik sedunia. Keseksian dan kulitnya yang lembut dan putih, membuatnya tertarik. Apalagi kebaikan dirinya, menambah rasa cintanya itu. Sebuah janji pernikahan yang dulu, Usman masih ingat dengan benar. Tapi ia merasa pernikahan mereka belum sah dengan benar karena terkait dengan maskawin yang diberikan. Usman tidak bisa membeli maskawin kepada Farisha. Tapi ia sudah menyebutkan dalam jumlah yang banyak.     

  "Kulihat kamu, kayaknya bukannua jelek. Hanya saja kurang perawatan, mungkin. Kalau sudah mendapatkan perawatan yang tepat, kamu akan lebih ganteng lagi. Untuk orang berumur dua puluh tahun juga katanya bisa tinggi lagi. Tapi beda denganku yang sudah tiga puluh tahun. Enak sekali, yah, sudah tante-tante tapi dapat berondong kayak kamu, hehehe."     

  Bukan hanya Farisha yang beruntung karena dapat berondong. Usman yang lebih beruntung karena mendapat wanita cantik dan seksi. Apalagi saat ini terlihat senyuman wanita yang usianya sepuluh tahun di atasnya. Walau tidak terlalu banyak lelaki berumur dua puluh tahun sudah menikah. Kebanyakan memang usia tiga puluh tahunan baru memutuskan untuk mengadakan pernikahan.     

  ***


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.