Tante Seksi Itu Istriku

Siap Melayani



Siap Melayani

Tepat setelah Kasmiyah datang, Lukman pun bersiap-siap untuk pamitan. Ia melihat wanita paruh baya itu sudah lebih rapih dari sebelum selesai memasak. Tadinya masih memakai pakaian yang biasa saja. Tapi sekarang malah memakai baju yang lebih bagus. Ini karena ia harus bekerja di rumah orang kaya. Walau rumah kecil itu tidak terlalu mewah, bagi orang pesisir pantai seperti Kasmiyah, termasuk sudah bagus.     

"Selamat pagi, Non ... emm ...." Kasmiyah lupa dengan nama Farisha. Jadi ia hanya bisa tersenyum dan menganggukkan kepala. Tapi ia tidak ingin membuat orang kecewa karena ingatannya yang buruk.     

"Iya, Bu. Selamat pagi. Mungkin ibu lupa namaku? Namaku Farisha, Bu. Tapi kalau panggil Non saja, nggak apa-apa. Kita akan sering bertemu, jadi jangan sungkan. Dan aku mohon kerjasamanya, yah! Kita bisa bicarakan lagi nanti."     

"Iya, Non. Maafkan orang tua yang ingatannya buruk ini, yah! Kalau nama ibunya Non Farisha, saya tidak lupa, namanya ibu Azhari. Yah, mungkin karena semenjak beliau di sini, selalu mempercayakan semua padaku. Di tengah kesibukannya, saya kadang datang untuk memijatnya setiap tiga hari sekali. Dan juga kami sama-sama belajar memasak. Saya bisa memasak makanan yang biasa beliau masak. Dan ibunya Non Farisha juga bisa memasak apa yang saya ajarkan. Tapi sayangnya katanya non Farisha tidak bisa memasak, maaf sebelumnya."     

Walaupun Kasmiyah ingin berhati-hati, dirinya sudah mengatakannya. Itu berarti ia malah membuat wanita itu bisa saja tersinggung dengan perkataannya.     

"Enggak apa-apa, Bu. Aku yang harusnya malu kalau sebagai seorang wanita tidak bisa memasak. Ya sudahlah ... mau diapain lagi? Jadi mohon maaf karena akan selalu butuh bantuan dari ibu Kasmiyah." Tentu tidak ada yang perlu ditutupi kalau memang dirinya tidak pintar memasak. Walau kalau hanya memasak, ia juga bisa. Hanya lain orang, lain rasa. Ia bisa memasak tapi rasanya tidak karuan saja kadang enak dan kadang buruk.     

"Nah, karena Bu Kasmiyah sudah datang, tibalah untukku pulang ke kota. Bu Kasmiyah, mohon bantuannya dan Mas Usman, tolong jagain nona muda kami. Dan Non Farisha, saya doakan semoga segera hamil dan jangan lupa memberi kabar. Tapi di sini sinyal tidak terlalu bagus. Jadi harus bersabarlah ...."     

Lukman berpamitan dan keluar dari rumah. Diantar oleh Farisha dan Usman. Sementara Kasmiyah sudah izin ke dapur untuk memasak. Sebenarnya sudah lelah karena sudah memasak di rumah, harus memasak lagi. Tahu begitu, ia akan memasak banyak di rumahnya dan membawanya ke rumah kecil milik Azhari. Yang kini ditempati oleh Farisha yang merupakan anak dari Azhari dan Usman yang merupakan menantu dari pemilik rumah.     

Setelah melepas kepergian Lukman, Farisha dan Usman kembali ke dalam rumah. Dan Usman baru mengingat kalau dirinya sudah mencuci pakaian. Seharusnya sudah dikeringkan di luar rumah.     

"Oh iya, Tante ... aku lupa kalau belum menjemur pakaian. Sebenarnya sudah dicuci semalam. Tapi sampai sekarang belum juga dijemur. Jadi aku harus jemur dulu, yah!" tandas Usman. Ia langsung melangkah, melewati sang istri.     

Kalau Usman di desa, ia bisa menjemur pakaian di luar rumah. Dan ia tinggal untuk berjualan sampai malam. Tentu ia kadang merasa kecewa kalau hujan. Pakaian miliknya tidak akan ada yang mengangkat. Pada akhirnya pakaian yang akan kering pun basah kembali. Mungkin sama saja ketika berada di dekat pantai itu. Tapi bedanya kalau hujan, bisa saja mereka pulang sebelum terjadi. Tapi belum tahu karena semua harus ada persetujuan Farisha. Karena wanita itu yang akan mengajak pergi entah ke mana. Sebagai seorang bawahan, Usman harus mengikuti langkah sang majikan.     

"Ini adalah hari yang seharusnya merupakan hari yang bahagia untukku. Tapi entah mengapa harus ke sini? Apakah ibu tidak salah, mengirimku ke sini? Kemarin juga tidak tahu pantainya seperti apa kalau siang. Apa akan terlihat bagus atau tidak. Sebelumnya tidak pernah datang ke pantai yang tidak begitu terkenal."     

Entah apa yang harus Farisha lakukan saat ini. Ia hanya bisa pasrah dan akan menunggu waktunya tiba untuk berlibur. Ia memiliki banyak waktu dan tidak perlu terburu-buru. Yang ia harapkan adalah suatu kebenaran tentang daerah pesisir yang jauh dari turis, baik dari luar atau dalam negri sendiri. Hari ini yang jelas adalah makan terlebih dahulu. Ia datang ke dapur dan melihat wanita paruh baya itu sedang memasak di dapur.     

"Oh, Non ... mau dimasakin apa, yah? Dan masakan yang kemarin, enak atau enggak, yah? Soalnya nggak tahu seleranya apaan. Maafkan saya juga kalau memang bicaraku blak-blakan begini. Kuharap tidak membuat tersinggung."     

Walau Kasmiyah meminta maaf, tetapi Kasmiyah tetap santai dan menganggap biasa saja. Tapi tugas untuk melayani ia akan laksanakan sepenuh hati. Apalagi ia juga mendapat bayaran walau lewat rekening tetangga. Tapi tetangganya dipercaya karena hanya ke tetangga ia bisa minta tolong. Hidup Kasmiyah dan suaminya, sehari-harinya adalah seorang penjual tikar yang suka mencari daun pandan berduri untuk membuat tikar. Biasanya mereka menjual dan kadang tidak selalu mendapatkan hasil yang memuaskan. Maka kalau hanya mengandalkan dari daun pandan saja, mereka tidak akan kuat. Maka dari itu, saat mendengar kabar akan ada Farisha yang datang untuk berbulan madu, kesempatan baginya untuk bekerja dan membersihkan rumah itu.     

Farisha tidak mempermasalahkan apa yang dimasak karena yakin kalau dirinya bakalan menerima makanan yang enak. "Pokoknya masak apa saja, aku akan memakannya. Jadi tidak perlu khawatir, aku dan suamiku apa saja dimakan. Asalkan itu enak, hehehehe. Aku juga mau lihat memasaknya."     

"Silahkan, Non. Eh, tapi tadi kulihat suami Non, kok malah mencuci bajunya sendiri? Kan bisa membiarkanku untuk mencucinya. Jadi nggak perlu lagi repot-repot. Begini juga, saya dibayar oleh ibunya Non Farisha. Jadi menjadi nggak enak kalau mencuci pakaian sendiri."     

"Iya nggak apa-apa, Bu. Suami aku memang sukanya mencuci sendiri. Yah, padahal aku saja malas mencuci. Tapi beruntung punya suami yang rajin sepertinya. Aku memang tidak menikahi lelaki tampan. Tapi aku menikah dengan lelaki yang rajin dan tanggung jawab sepertinya," tutur Farisha dengan memuji sang suami. Tentu ia akan memuji suami sendiri karena hanya dialah lelaki yang paling dia percaya.     

"Wah, ini juga merupakan berkah tersendiri. Kalau seperti yang Non Farisha katakan, memang sekarang anak-anak muda sepertinya sulit untuk dicari. Hemm ... tapi kalau boleh tahu, maaf nih. Maaf sebelumnya kalau perkataanku ini menggangu. Tapi saya penasaran dengan usia Non Farisha sama usia dari masnya itu, emm ... suami Non, namanya siapa?"     

"Namanya Usman, Bu. Emangnya apa yang membuat ibu Kasmiyah penasaran? Katakan saja saat ini. Mumpung dia lagi ke luar. Dan tidak mungkin kan, kalau kembali secepat ini?"     

"Oh, saya hanya mau tanya, sepertinya usia Non Farisha lebih tua dari suami, bener?" tanya Kasmiyah penasaran. Ia merasa wajah mereka memang lebih tua yang wanita. Hanya tidak tahu usia mereka berdua.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.