Tante Seksi Itu Istriku

Malam Bersama 2



Malam Bersama 2

Tidak tahu darimana Farisha memiliki pemikiran seperti itu. Tapi Usman juga tahu, mungkin suatu hari nanti akan ada kejadian seperti itu. Ia memakai pakaian dalamnya tapi masih memakai handuknya. Yang membuat Farisha mengembungkan pipinya.     

'Awas saja nanti kalau sudah tidur. Aku mau lihat langsung,' pikir dalam hati Farisha. "Huhh ... terserah kamu saja, Man. Kalau kamu bisa pasang kelambunyw, itu di lemari kelambunya. Bukankah kamu yang memasukannya?"     

Bagaimana Usman akan tahu? Apa itu kelambu, ia tidak tahu sama sekali. Tapi kata sopir tadi, memang bisa mengusir nyamuk. Tidak tahu itu akan bekerja untuk mengusir nyamuk. Seperti apa penampakannya, ia belum mengetahui secara pasti. Setelah memakai pakaiannya yang dilihat terus oleh Farisha, ia menggantungkan handuk di tempat gantungan yang ada di samping lemari.     

Usman tidak mau bertanya karena merasa malu kalau tidak tahu. Ia mencoba mengingat apa saja yang ia masukan ke dalam lemari. Ada selimut atau pakaian Farisha. Matanya tertuju pada sesuatu yang seperti jaring tapi lebih tipis. Tapi ia menyangka ia salah memasukannya. Seharusnya ia tidak memasukannya ke dalam lemari. Karena ia pikir itu digunakan untuk menjaring ikan di laut.     

"Oh, kamu sudah nemu kelambunya? Oh, ayo pasang saja di sini, Usman! Apa kamu bisa memasangnya? Ayo aku juga bantuin deh, kalau kamu bisa." Farisha yang melihat Usman memegang kelambu itu melemparkan senyuman. Ia membayangkan bagaimana kalau tidur di dalam kelambu. Mungkin akan membuat suasana lebih romantis. Walaupun Usman bukanlah seorang pemuda yang romantis. Tapi ia hanya bisa berharap Usman ada sisi romantisnya. Kalau tidak, melihat dia perduli dengannya pun sudah cukup. Tapi memang dilihatnya pemuda itu cukup memberinya perhatian.     

Usman melihat benda yang dipegangnya tapi tidak tahu cara menggunakannya. Ia pernah melihat benda seperti ini yang dipasang di kamar paman dan bibinya. Tapi tidak tahu kalau itu adalah kelambu. Sempat berpikir, mengapa paman dan bibinya dulu tidur dengan jaring yang dipasang di atas kamarnya. Sementara Usman hanya bisa diam tanpa berkomentar. Hanya bisa tertawa saat itu dan mendapat pukulan dari pamannya, Kardi.     

Setelah ia pikir-pikir lagi, itu harus ada tiang penyangga untuk memasangnya. Maka ia menyerah begitu saja dan dengan menyesal mengatakan, "Maaf, Tante ... aku tidak bisa memasangnya sekarang. Ini butuh penyangga, jadi nggak bisa dipasang malam ini. Kita pakai yang dipakai sama Tante saja, yah? Anu, maaf aku tidak bisa pasangnya."     

Tidak ada marah sedikitpun dari diri Farisha. Memang tidak mungkin bisa memasang malam ini. "Ya kan sudah aku katakan tadi, Usman Sayang ...." Farisha tersenyum manis sekali, mengarahkan senyuman itu pada sang suami.     

Mendapat senyuman manis dari sang istri paling cantik di dunia, membuat dunia Usman seakan terjadi gempa. Senyuman itu kalau dia lihat setiap hari, akan membuat dirinya bahagia dunia dan akhirat. Yah, senyuman seorang istri adalah sebuah penyemangat untuknya.     

Usman menaruh kembali kelambu di tangannya ke lemari. Lalu ia menutup kembali pintu lemari tersebut. Kemudian ia melangkahkan kaki menuju tempat tidur yang pasti akan nyaman. Apalagi tidur kembali dengan Farisha. Walau ia uakin tidak bisa tidur malam ini. Tapi ia merasa senang saja di sisi wanita itu.     

"Kamu pakai ini saja, Suamiku. Aku juga sudah pakai lotion anti nyamuk ini. Yakin nggak bakal ada nyamuk yang gigit kita. Kalaupun ada yang gigit, pasti itu kamu yang gigit aku, hemm ... ayo, aku tiduran dulu, yah! Rasanya lelah banget. Entah mengapa walau hanya berdiam diri tapi sudah di ingin tidur sambil bermimpi indah." Farisha membaringkan badannya di kasur yang tidak terlalu empuk dibandingkan dengan miliknya di rumah. Tapi ia pernah tidur di tempat yang lebih keras lagi. Ia tidak akan mengeluh untuk itu.     

Dunia yang kelam dari semenjak kecil, membuatnya menjadi wanita yang tangguh dalam keadaan seperti apapun. Seperti saat ia berada di posisi yang tidak enak sekalipun. Namun hari ini cukup merasa nyaman. Ia menatap sang suami yang sedang mengolesi tangannya dengan lotion itu. Hanya bisa tersenyum di bawah selimut tebalnya tapi kepalanya masih berada di luar.     

"Tante ... aku sudah pakai ini, aku tidur di sini juga, kan? Maaf kalau aku salah. Kalau nggak mau aku tidur di sini, aku tidur di luar saja. Tapi nanti bisa ketahuan oleh pak Lukman. Nanti kita bisa ketahuan kalau kita pura-pura nikahnya."     

"Kalau tidur di sini, tidur saja, lah. Ngapain karena pernikahan pura-pura, sih? Apa aku memang tidak pantas untukmu? Meskipun kita hanya pura-pura, tapi secara agama maupun secara hukum negara, bukankah kita sudah sah jadi suami-istri? Apa aku ini jelek dan karena sudah tua, kamu jadi nggak mau kita tidur barengan, hah? Ya sudah ... terserah kamu saja, Man. Kalau tidak mau tidur denganku jangan tidur. Kita sudahi saja pernikahan ini!"     

Usman merasa tidak enak dengan sikapnya sendiri. Ia merasa bersalah pada Farisha karena sudah mengatakan yang tidak menyinggung wanita dewasa itu. Ia menyesal karena perkataan yang tidak bisa dikontrol. Tentu ia tidak akan menolak setiap hari harus tidur bersama. Ia senang dan ia juga mau. Hanya saja mungkin pikirannya masih ragu, ia ragu kalau wanita itu yang tidak suka kalau ditemani olehnya.     

"Ya sudah ... kamu mau tidur bareng sama aku atau tidak? Aku ini juga wanita, Usman. Sebenarnya aku sudah tua dan harus menyumpal mulut diikat brengsek Benny itu. Apakah kamu mau membantu kali ini atau tidak? Tapi mungkin kamu tidak mau bantu, yah? Aku akan membayar kamu kalau kamu mau bantu aku. Apa kamu mau atau tidak, keputusan itu ada di tanganmu, Usman."     

Kali ini perkataan Farisha begitu dalam. Tidak bisa dicerna oleh Usman. Tentu pemuda itu hanya bisa mengangguk, harus menyetujui apa saja yang diinginkan oleh Farisha. Wanita itu pun merasa berat karena ini akan berdampak pada hubungannya dengan Vania. Tidak tahu kedepannya akan seperti apa nasib hubungan dua wanita yang tengah memadu kasih.     

"Aku tidak akan mengatakannya sekarang. Biarkan aku juga berpikir, apakah kamu pantas atau tidak. Atau aku yang terlalu berharap padamu. Kamu sudah berjanji untuk melakukan apa saja untukku. Tapi aku tidak mungkin memaksa kamu untuk melakukan apa yang aku butuhkan. Ini juga bukan keinginan dariku. Tapi aku juga hanya ingin membuat lelaki durjana itu tahu, aku tidak bisa diatur olehnya. Tapi sekarang akupun mengatur dirimu. Jadi apa bedanya antara aku dengan dia? Kan aku malah jadi orang brengsek juga, kan?"     

"Tidak, Tante ... kamu bukan wanita yang seperti itu. Bagiku kamu adalah wanita yang paling baik sedunia. Bahkan aku tidak tahu orang yang telah melahirkan aku. Entah seperti apa dirinya atau mungkin sudah tidak ada lagi di dunia ini. Atau mungkin sudah tidak mau memiliki anak sepertiku. Ah, sudahlah ... aku akan tetap mengikuti apa yang kamu minta. Apapun itu, aku tidak akan menolak sedikitpun. Sekarang katakan saja padaku!" pinta Usman.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.