Tante Seksi Itu Istriku

Masa Lemah Benny



Masa Lemah Benny

"Tante kenapa bersedih? Ayo yang semangat, Tante. Pasti kamu bisa melakukannya! Kenapa orang itu bisa sejahat itu, yah?" ujar Usman. Ia mengatakan sebagai seorang pria sejati, tidak ada yang harus ia manfaatkan. Tapi setidaknya ia juga telah bekerja untuk Farisha.     

Berbeda dengan wanita yang menjajakan tubuhnya untuk melayani pria tua tidak tahu diri itu. Jelas berbeda dengan Usman yang memang bekerja di swalayan. Bayaran yang ia terima sebagai seorang karyawan pun sudah cukup. Adapun dirinya dibawa berlibur, itu adalah bonus yang diberikan. Walau ia kadang masih merasa kalau sudah memanfaatkan wanita untuk kekayaan.     

"Iya, Man. Wanita itu memang kurang ajar. Kamu nggak akan seperti itu kan, Man? Kamu sudah berjanji padaku dulu, kamu tidak akan berkhianat padaku, kan? Apa kamu masih ingat apa yang kamu sampaikan?" Ia menatap Usman dan memegang tangan lelaki itu.     

Saat ini mereka sudah berada di depan pintu masuk rumah. Keamanan rumah telah kembali menjaga gerbang setelah mengusir wanita yang merayunya. Farisha berharap tidak ada lagi pria yang ia benci berada di rumah ini. Karena ia sangat benci sekali saat ini. Benci dengan yang namanya Benny. Juga dengan wanita yang barusan mengantar mereka.     

"Kita masuk saja ke dalam, Man. Kamu yang buka pintunya saja, yah!" pinta Farisha kepada Usman. Ia takut kalau melihat ternyata Benny ada di dalam rumah dan menghentikan niatnya untuk berbulan madu dengan Usman.     

Saat mereka masuk ke dalam rumah, benar saja ada Benny yang sedang duduk di sofa, yang sedang menunggu kedatangan Farisha. Membuat wanita itu merasa jengah. Hari ini juga Usman masih merasa ngeri dan mengingat kejadian kemarin. Disaat dirinya terkena sabetan sabuk dari kulit itu. Sampai sekarang pun masih nyeri rasanya. Dan masih memiliki bekas luka.     

"Kamu sudah pulang, Farisha ...." Hanya beberapa kata saja yang diucapkan oleh Benny. Kali ini hanya dengan ucapan yang lirih. "Aku harap kamu bisa bahagia bersama pilihanmu itu."     

"Peduli apa? Kalau kamu pergi dari sini dan tidak akan kembali lagi, mungkin aku akan bahagia! Huhh, ternyata ibu membohongiku, seperti dugaanku yang memang tidak mungkin kamu pergi begitu saja saat sedang sakit. Bagaimana rasanya menjadi rekening berjalan bagi wanita-wanita muda itu, hemmm? Apakah kamu tidak menyadari, kalau kamu sudah semakin tua, tidak mungkin mereka mau merawatmu. Pada akhirnya hanya ibuku yang mau merawat orang lemah sepertimu. Dari dulu ngapain saja? Kamu sudah sakit, jadi ditinggal sama simpananmu sendiri, hah?"     

"Kenapa kamu bilang begitu, Sha? Apa kamu tidak mau memanggil aku sebagai ayah? Aku tidak akan memaksa kamu lagi. Mau menikah dengan orang yang kamu pilih. Tapi tidak dengan lelaki miskin itu!" tunjuk Benny pada Usman. Ia tahu kalau Usman tidaklah layak untuk menjadi menantu baginya. Tidak mungkin baginya untuk menyetujui hal itu.     

Azhari mendengar suara Farisha dan Benny sedang bertengkar. Ia pun segera berlari ke arah ruang tamu. Melihat Farisha yang sedang terlihat amarah yang memuncak. Sementara Benny yang masih ngotot untuk menolak Usman. Sementara Usman dengan tampang bodohnya, hanya bisa pasrah saja. Jika ia harus bercerai, ya bercerai saja. Tidak ada hubungannya dengan perkataan Benny yang menolak dirinya. Karena suatu saat nanti pun ia harus bercerai dengan Farisha. Ia harus menjalani pernikahan ini dengan baik, sampai Farisha sendiri yang memintanya.     

"Kenapa kalian masih berantem terus seperti ini? Kita harusnya akur sebagai keluarga. Mas, kamu harusnya mendukung keputusan dari anak kita sendiri. Kalau dia sudah memiliki pilihannya, ya kita dukung itu. Jangan salahkan kalau anakmu tetap membencimu karena sikap kamu yang keras untuk anak. Juga kamu Farisha, sebagai seorang anak, hendaknya kamu harus menghormati orang tua. Apalagi ini adalah ayah kandung kamu sendiri."     

"Ayah kandung? Kalau ayah kandung, kenapa masih seperti ini? Dia yang membuat aku membencinya! Dia yang selalu memukuli kita. Apa ibu sudah lupa kalau dialah yang sudah berkali-kali menyakitimu, Bu? Apa sudah lupa, bagaimana dia memperlakukan kita? Di bahkan memukul wanita yang lemah. Yang seharusnya dilindungi. Jadi untuk apa aku harus patuh padanya? Apa yang akan terjadi dengan aku, kalau menuruti perintahnya, untuk menikah dengan lelaki yang dipilihkan olehnya?" kecam Farisha.     

Benny terdiam dengan ucapan Farisha. Memang benar apa yang dikatakan oleh anak perempuannya itu. Tapi memang dirinya selalu memaksa Farisha untuk menikah dengan lelaki pilihannya. Bahkan sudah dari Farisha berumur dua puluh tahun. Dirinya sudah banyak dijodohkan dengan berujung penolakan keras. Bahkan karena penolakan itu membuat perusahaan yang dibangun oleh orang tua Azhari perlahan hancur di tangan Benny.     

"Apa kamu sudah tidak mau memaafkan ayahmu, Farisha? Ayah hanya meminta kamu menceraikan lelaki miskin itu. Apa kamu akan bahagiaa dengan orang seperti dia? Lihatlah tampangnya yang buruk itu. Dan kamu yang cantik ini. Bagaimana mungkin dia dibandingkan dengan kamu? Apa kamu tidak punya rasa malu, menikah dengan orang miskin dan mukanya jelek seperti dia?"     

"Aduh, Mas. Kenapa kamu bilang begitu? Maafkan ayahnya Farisha, Usman. Dia hanya bercanda. Emm, lebih baik kita masuk ke dalam saja, Mas. Jangan kamu katakan hal itu lagi, yah. Jangan sampai orang mengatakan kalau kita keluarga yang tidak baik-baik saja."     

"Apanya, Bu? Kita memang tidak baik-baik saja, kok. Pokoknya aku tidak akan bercerai dengan Usman! Aku akan melahirkan anak dari Usman! Kalian lihat saja nanti, aku pasti akan pulang dengan kabar bahwa aku akan hamil! Biar lelaki miskin ini tahu, aku tidak menikahi lelaki miskin hati. Dia jelas beribu kali lebih baik darimu! Ayo, Usman! Kita lebih baik pergi dari sini! Bu, kita harus bulan madu ke mana? Suruh sopir untuk mengantarku sekarang!" tuntut Farisha kepada Azhari.     

"Iya sudah, kamu tunggu saja, yah! Ibu akan panggilkan! Tapi kamu harus baik-baik sama ayah kamu. Ibu akan merestui kalian selalu. Dan untuk Usman, cepat hamili anak ibu, yah, hihihi," kikik Azhari. Ia segera melengos pergi untuk memanggil sopirnya yang akan mengantar Farisha dan Usman bulan madu. Dan setelah mengantar Farisha, sopir itu akan segera kembali ke rumah.     

"Tante ... apa aku harus pura-pura mengatakan kalau aku akan menghamilimu?" tanya Usman dengan lirih. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia hanya bertanya, apakah dia harus melakukan itu atau tidak karena dengan berpura-pura seperti itu akan menjadi keahlian lainnya.     

"Kenapa harus pura-pura? Kalau bisa beneran, ya hamili aku yang beneran, lah! Masa sudah menikah dengan wanita secantik dan seseksi ini, hanya dijadiin sebagai patung? Man, Usman, ayolah kita harus siap-siap. Aku akan mengambil pakaian terlebih dahulu. Ayo kalau kamu mau ikut!" ajak Farisha kepada Usman. Ia ingin sekali menggoda sang suami yang polos itu. Apalagi ia tidak tahu bagaimana nasib pernikahan dirinya nanti. Apakah akan segera berakhir atau sampai mereka berpisah nanti.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.