Tante Seksi Itu Istriku

Kembalinya Farisha



Kembalinya Farisha

Karena tidak adanya Farisha, membuat Usman mencari-cari keberadaannya. Setelah mandi dan berganti pakaian, dirinya juga membereskan pakaian dirinya yang ada di dalam kamar. Ia sudah tidak sabar untuk berlibur entah ke mana. Pokoknya yang penting liburan, ia bisa ke tempat yang indah. Entah itu ke pantai atau ke tempat lainnya.     

"Semoga dia kembali dengan cepat. Tapi aku harus menunggu sampai kapan? Apakah hari ini jadi ke pantai? Yang indah dengan hal baru? Setiap hari aku berada di sini, sekali-kali liburan, hehehe," kekeh Usman, yang membayangkan dirinya melihat Farisha memakai pakaian seksi. Tapi ia menolak itu. Lagi-lagi ia harus menolak untuk memiliki pemikiran seperti itu.     

Tapi pagi-pagi sekali, Usman tidak tahu harus melakukan apa. Pada akhirnya ia pasrah saja. Jika ia akan dibawa untuk jalan-jalan bulan madu, ia harus sudah siap. Tapi ia merasa harus membersihkan lantai swalayan yang berdebu. Kalau di lantai atas, tidak terlalu banyak. Tapi berbeda di lantai bawah, di tempat yang ada barang-barang jualan. Ia mengambil sapu untuk membersihkannya.     

"Begitu mudah, kau berpaling dariku. Tak pernah ingat, saat bersamaku ... ooouuwwoo ... tapi ini semua sia-sia karena engkaulah yang selalu di dalam hati. Oohh uwoooo ...." Tak lupa sambil menyanyi walau dengan suara falsnya, ia tetap merasa senang, merasa dirinya bagai seorang penyanyi terkenal yang berada di atas panggung.     

Sambil menyanyi, sesekali Usman menggunakan sapu sebagai mikrofon. Ia anggap seperti itu saja karena tidak bisa memegang mikrofon yang asli. Ia selalu membayangkan kalau dirinya bisa seperti di acara-acara di televisi. Walaupun ia tidak suka dengan acara-acara seperti itu. Dirinya juga merasa kalau tidak mungkin bisa seperti mereka. Tapi setidaknya dengan bernyanyi sambil bekerja, itu akan memberikan semangat lebih.     

"Mau nyanyi apa lagi, yah? Ah, ini tidak mungkin bisa nyanyi lagi. Hari ini kenapa istriku tidak datang-datang lagi, yah? Apa jangan-jangan, aku ditinggal pergi? Apakah aku sendiri saja berada di tempat ini?" Tak jauh dari pintu masuk, ia melihat kalau rolling dor itu telah dibuka. Ia mendekat dan ternyata tidak ada kunci di dalam. Ia berusaha membuka dan tidak bisa. Ini jelas dikunci dari luar.     

Alhasil, Usman hanya bisa pasrah menunggu. Ia tidak bisa keluar untuk mencari makan. Walau banyak makanan yang tersedia di dalam swalayan, ia bahkan tidak selera makan. Perutnya sudah merasa lapar, ia melihat jam menunjukkan pukul delapan pagi. Sudah dua jam lebih ia meninggu wanit yang menjadi atasannya.     

***     

Bukan tak ingin cepat-cepat kembali, ia sudah mendapatkan panggilan tidak terjawab cukup banyak dari ibunya. Farisha tidak tahu mengapa mobilnya mogok di tengah jalan. Dirinya juga sudah menelpon mobil derek untuk membawa mobil ke bengkel. Apalagi tidak tahu tentang mesin. Sementara jika kekurangan bahan bakar, itu tidaklah mungkin.     

"Ibu, aku tidak bisa membalas panggilan darimu! Maafkan aku, bu. Masalahnya aku juga sedang dalam masalah. Ah, aku sudah jalan sejauh lima puluh meter. Sebentar lagi sampai ke swalayan." Ia juga tidak ingin ber telepon saat berada di keramaian. Maka dari itu, ia mencari tempat yang pas untuk menjawab panggilan itu. Baru sampai ia berada di dekat ruko yang jaraknya tidak jauh dari swalayan, ia mengangkat panggilan suara itu.     

"Haloo, Farisha ... kenapa kamu baru angkat? Apa kamu nggak jadi mau bulan madunya? Ibu sudah siapkan pakaian kamu, loh. Tadi malam juga, kalian malah pergi dari rumah. Oh, iya. Ayah kamu sudah pergi hari ini. Jadi kamu bisa pulang, kan? Ibu akan tunggu kamu di rumah bersama suami kamu!" tandas Azhari. Setelah mengatakan itu, panggilan suaranya telah diputuskan terlebih dahulu.     

"Hehh, kenapa ibu malah langsung menutup teleponnya? Padahal aku belum berkata apapun. Dasar orang tua yang pemaksa. Tapi pasti ibu berharap aku punya anak dari Usman. Tapi apakah aku bisa? Bagaimana aku harus menghadapi Vania nantinya? Apa yang harus aku lakukan?"     

Farisha berjalan dengan masih tidak memakai alas kaki. Ia malah seperti orang tidak punya yang menjadi pusat perhatian orang-orang di sekeliling. Mereka tahu siapa Farisha dan sudah pasti akan menggunjing tentang Farisha yang memiliki kelainan seksual. Seorang wanita yang hanya menyukai sesamanya. Karena ulah bekas karyawan yang bermulut ember bocor itu, membuat Farisha terkenal seperti itu.     

Setelah berjalan tanpa alas kaki, ia sampai di depan swalayan. Ada orang yang sudah siap-siap masuk ke dalam. Mereka adalah pelanggan setia di swalayan Farisha. Hanya jika tidak ada Farisha, mereka tidak akan belanja di sana. Jelas mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi karena mereka dari orang jauh yang lewat.     

"Kak, kenapa baru datang? Sudah tidak sabar ingin belanja!" ujar seorang pemuda berusia sekitar dua puluh dua tahunan. Merupakan seorang mahasiswa yang selalu berhemat dalam kehidupan yang penuh dengan penuh usaha. Ia harus bertahan demi bisa hidup dengan layak. Karena budget mahasiswa seperti dirinya tidak banyak.     

"Maaf, Dek. Hari ini kami tidak buka. Mungkin seminggu atau beberapa lama kita nggak akan buka. Soalnya pemilik swalayan ini mau bulan madu, hehehe," kekeh Farisha.     

"Oalah, Kak! Kakak sudah menikah, toh? Selamat kalau begitu. Tapi tolonglah mahasiswa yang seperti diriku ini, Kak. Nanti aku doakan semoga cepat dikasih momongan kalau mau bukain pintu untuk aku belanja mingguan, hehehe," kekeh mahasiswa itu, menyunggingkan senyum. Ia tidak perduli dengan pernikahan itu. Ia hanya butuh makan, hanya beli mie instan dan kecap dan garam. Ia harus berhemat untuk bisa hidup.     

"Aduh, bagaimana, yah? Ini sebenarnya aku sudah terlambat. Kalau tidak segera, nanti takutnya terlambat. Bagaimana, dong? Cari ke tempat lain saja, yah?" ujar Farisha. Ia benar-benar tidak ada waktu untuk melayani orang. Ia lalu memesan taksi online lagi untuk mengantar dirinya. "Ini, aku sudah pesan taksi buat bawa kami pergi. Aku benar-benar tidak ada waktu lagi."     

"Yah, lima menit saja, Kak. Aku janji kalau sudah dapat, aku akan langsung pulang, deh," bujuknya dengan sebuah senyuman. Berharap wanita itu berubah pikiran.     

"Ya sudah, tapi cepatan, yah! Aku benar-benar tidak ada waktu lagi! Ini aku sengaja tidak buka karena takut ada orang lain masuk." Akhirnya Farisha luluh dan membiarkan pemuda itu mengikuti dirinya. Membiarkan pemuda itu melihat bolongnya yang lebar itu berlenggak-lengok.     

Pemuda itu pun merasa senang karena pemandangan itu. Bahkan ia tak urung masuk ketika pintu rolling dor itu sudah dibuka. Malah ia masih bengong memikirkan hal itu.     

"Eh, Tante? Ke mana saja? Kok baru datang lagi, sih? Ini aku sudah siap-siap dari tadi. Apa kita nggak jadi? " tanya Usman ketika ia melihat Farisha. Tapi ia penasaran dengan lelaki yang bersama Farisha. "Ini siapa, yah? Apa mau ikutan juga?"     

"Dia mau beli, Man. Tapi kita jangan kasih lama! Kita harus cepat-cepat agar tidak terlambat! Ibu sudah telpon aku terus, nih," pungkas Farisha.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.