Tante Seksi Itu Istriku

Mencari Tas Branded



Mencari Tas Branded

Farisha merasa heran dengan Vania karena berbeda dengannya yang sulit untuk mencari karyawan. Padahal ia sudah memasang banner di depan swalayan dan sudah mengirimkan banyak iklan di sosial media. Tapi sekarang ia tidak terlalu mengkhawatirkan itu semua. Yang penting ia memiliki satu orang.     

Sebenarnya bukan tidak dapat, mereka tiba-tiba pergi begitu saja saat baru sekitar beberapa hari. Bahkan mereka tidak mau mengambil gaji. Berbeda dengan Usman yang berbeda dari orang lain. Walau Usman bukan orang pintar, tetapi karena dia baik dan setia, Farisha akan mempercayainya.     

"Farisha ... kamu ke mobil duluan, yah! Mau pakai mobilmu atau punyaku? Kalau pakai punyaku, ini kuncinya! Aku hari ini harus menyelesaikan sesuatu dulu di belakang!" Vania memberikan kunci mobil kepada Farisha.     

"Iya sudah, pakai mobil kamu saja, hehehe. Kamu jangan lama-lama, urusannya, yah!" pinta Farisha yang menyelonong keluar dari restoran milik Vania itu.     

Farisha masuk ke dalam mobil Vania yang berada di depan restoran. Dia yang akan menyetir hari ini karena ia sudah ingin mencoba mobil Vania yang baru dibelinya beberapa minggu lalu. Sekarang ia baru merasakan rasanya berada di kemudi.     

"Hemm ... joknya cukup empuk tapi warnanya kuning, hehehe. Aduh, ini mobil mewah atau mobil tinja? Lalu gimana Vania bisa memilih mobil sekeren ini? Huhh, dasar si Vania, hidupnya boros banget. Mentang-mentang restoran ini ramai. Jadi seenaknya habisin duit. Hehh, aku kapan bisa seperti dia, yah?"     

Walau Farisha memiliki banyak uang untuk membeli apa saja, itu tidak seberapa. Karena yang punya banyak adalah Azhari. Ibunya Farisha itu termasuk orang yang pandai memanfaatkan peluang bisnis. Jadi tidak heran kalau sudah memiliki banyak rumah, ruko, apartemen dan beberapa beberapa toko besar yang ada di bidang tekstil dan produk pengemasan.     

Sementara semua bisnis milik kakek dan neneknya Farisha, berada di tangan Benny dan sekarang terancam bangkrut karena kerjaan Benny hanya wanita dan kesenangan. Entah mengapa Farisha mengingat orang tuanya di rumah. Kadang merasa kasihan pada ibunya yang sudah tidak muda lagi.     

"Ibu, aku pasti akan semangat lagi kerjanya. Biarlah aku akan sukses seperti kamu yang tanpa uang dari orang tua. Karena Benny brengsek itu yang mengambil harta yang menjadi hak ibu." Farisha berpikir terlalu dalam sehingga tidak mendengar ketukan di kaca samping.     

"Farisha ... aku mau masuk! Masa kamu masih kunci, sih? Ayo buka dong, pintu mobilnya!" perintah Vania sambil mengetuk pintu.     

"Oh, kamu, Vania. Maafkan aku ini, yah! Hehehe, kamu sudah bisa masuk sekarang." Farisha tersenyum manis kepada Vania. Jangan sampai wanita itu tahu apa yang ia pikirkan. Selama ini, ia juga tidak pernah mengatakan kedekatannya dengan wanita yang kini ada di sampingnya. Karena ia tidak ingin mereka tahu kalau Farisha menyukai sesama jenis.     

"Ayo, kita langsung saja ke mall! Kamu mau aku belikan tas, enggak? Pokoknya hari ini kita have fun saja, yah! Jangan pikirkan hal yang lalu, oke?"     

"Oke, Vania. Hemm ... kita mau ke mall yang biasa, kan? Semoga saja jalannya tidak macet." Farisha mengendarai mobil Vania dengan perlahan. Menuju ke jalan raya yang padat dengan kendaraan. Sementara seorang tukang parkir restoran yang memberi arahan kepada Farisha.     

"Iya, nggak tahu saja, Sha. Hari ini mungkin saja macet. Tapi kita lihat saja nanti, hihihi. Hemm, kamu harus cepat-cepat, Sayang! Karena hari ini akan dibuka lima belas menit lagi. Jadi jangan sampai kita kehilangan stok." Di kursi kemudi, Vania sedang berdandan. Ia harus tampil cantik dan anggun di depan orang nanti.     

Masih berada di perjalanan, mereka saling berbincang hingga sampailah mereka di depan mall besar yang bisa ditempuh lima belas menit perjalanan. Tapi karena jalanan macet, mereka baru sampai setengah jam kemudian. Sehingga mereka buru-buru untuk masuk ke dalam mall. Farisha harus antre dulu ketika akan membawa masuk mobilnya.     

"Ahh, kenapa malah harus nunggu lagi, Farisha? Ini gimana? Aku sudah mengincar tas itu seminggu yang lalu. Kalau tidak dapat, satu aku tidak akan bisa tenang, oohh nooo!" Vania menggelengkan kepalanya sambil ia pegangi dengan tangan.     

"Sabar, Vania Sayang ... kita pasti akan segera sampai, kok. Hemm ... sebaiknya kita harus bergegas. Katanya berada di lantai berapa?" tanya Farisha agar itu jelas.     

"Ada di lantai lima, Sha! Pokoknya kita haus cepat! Kalau tidak, kita serobot saja mobil di depan yang leled itu!" geram Vania yang emosi. Karena dari tadi mobil di depannya terlalu lambat.     

Mobil itu terus maju ke lantai atas. Karena ada beberapa lantai, mobil itu pun bisa dibawa ke atas. Tentu dengan lintasan mobil yang dibuat beberapa tanjakan zig-zag. Farisha harus ekstra bersabar untuk sampai ke lantai atas.     

"Ya kita nggak bakalan bisa nyalip, lah. Lihat ini jalannya, sempit banget kayak gini, apa mungkin bisa kita salip? Kita mau salip lewat mana lagi?" tanya Farisha yang jelas-jelas berada di lintasan sempit yang hanya bisa dilalui oleh satu mobil saja. Jadi ia harus bersabar, mengikuti mobil lambat di depan mereka.     

Selang beberapa waktu kemudian, sampailah mereka di temat yang dituju. Sementara mobil lambat itu masih menanjak. Vania langsung membuka pintu mobil sebelum Farisha selesai parkir. Ia keluar terlebih dahulu dan masuk ke dalam pintu yang disediakan.     

"Hei, buru-buru amat, Vania? Sabarlah! Kita pasti bisa lah, tepat waktu karena tadi ada beberapa mobil saja, kan?" ujar Farisha yang keluar dari mobil milik Vania dengan segera. "Tunggu aku, ngapa!"     

Vania menghela nafas lalu kembali ke belakang untuk menarik tangan kekasihnya. Mereka jalan bergandengan tangan dan sangat dekat layaknya pasangan kekasih walau mereka satu jenis. Mereka melewati penjagaan yang dilakukan oleh penjaga pintu. Setelah masuk, mereka juga harus berlari sampai ke tengah ruangan. Harus bisa membawa satu tas yang hanya beberapa di dunia.     

"Kita ke mana ini, Vania? Kita sudah jauh lari-larian! Dan kita juga nggak bisa lihat di mana barangnya!" kata Farisha yang celingukan ke kanan dan ke kiri. Tapi tidak menemukan pameran tas yang mereka tuju.     

"Ahhh, kenapa menjadi seperti ini? Apa aku yang salah info? Kan katanya hari ini, akan ada barang itu. Apa ini sudah habis, yah?" Kini Vania yang frustasi karena merasa semua itu sudah terlambat.     

"Coba kita keliling lagi, deh! Mungkin kita tadi tidak melihat barang itu. Jadi apa salahnya jika dua kali?" usul Farisha yang segera menarik tangan sang kekasih. "Eh, kita tanyakan saja sama orang-orang di sini. Mungkin kita bisa tahu kenapa kita terlambat."     

"Iya sudahlah ... memang lebih baik kalau kita harus tanya mereka. Siapa tahu mereka bisa membantu kita untuk menemukan tempatnya berada." Vania bersama Farisha pun mulai bertanya kepada seorang yang bekerja di mall itu.     

"Oohh, apa nggak dengar berita terkini, Kak? Soalnya baru saja diumumkan dua puluh menit lalu, sudah diberitahu kalau pamerannya diundur besok malam. Jadi hari ini tidak ada tasnya."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.