Tante Seksi Itu Istriku

Kemesraan Farisha Dan Vania



Kemesraan Farisha Dan Vania

Mendengar perkataan orang itu, Vania mendadak lemas. Badannya merosot ke bawah dan segera dibawa oleh Farisha. Sudah berusaha mereka datang ke mall tapi mereka tidak bisa membeli tas yang jumlahnya terbatas itu. Hari ini sudah hilang semangat dari Vania.     

"Tenanglah, Sayangku ... kita akan cari yang lainnya, hemm? Ayo, kita pergi ke toko baju, gimana?" tawar Farisha yang merangkul dan mengajak wanita yang dipeluknya.     

Vania berjalan dengan menyandarkan kepalanya di bahu Farisha. Menggenggam tangan Farisha yang ia peluk. Ia lalu memposisikan diri di belakang Farisha dan masih menempelkan kepalanya yang malas ia angkat.     

"Hushh, kamu kepalanya berat, Vania Ceyeng ... aku ini bukan kuli yang bisa mengangkat kepala yang berat ini," protes Farisha. Tapi ia tetap tersenyum. Ia mencium pipi kekasihnya, yang dibalas balik.     

Kedua wanita itu menjadi pusat perhatian karena terlihat sangat mesra. Mereka saling memberi kasih sayang layaknya sepasang kekasih yang sedang memadu kasih. Bahkan ada yang berpendapat kalau hubungan mereka juga seperti itu. Ada juga yang berpendapat kalau mereka adalah kakak dan adik karena hampir mirip. Ada juga yang menganggap mereka adalah sahabat baik.     

"Kamu mau beli apaan, hemm? Aku jadi malas karena ternyata barangnya tidak ada. Kalau begitu, kamu besok temani, yah?" Vania terus menempel tanpa malu. Setelah beberapa saat, ia curiga karena Farisha tidak menjawab. Lalu ia bertanya, "Kenapa kamu tidak menjawab, Ceyeng?"     

"Eh, bagaimana mengatakannya, yah?" Farisha mulai berpikir bagaimana ia harus menjelaskannya pada Vania kalau dirinya tidak mungkin bisa. "Anu, Vania ... sebenarnya ... anu ... gimana, yah? Bagaimana kalau kita sambil makan saja, aku akan jelaskan semuanya."     

Wanita itu menatap sang kekasih lalu tersenyum. Entah apa yang akan dikatakan Farisha, Vania akan tetap mempertahankan hubungan ini. Walau ia tahu kalau kekasihnya telah memiliki suami. Tapi mereka tidak akan berpisah karena suami hanya sebagai status. Kalau di luar itu, mereka hanya majikan dan bawahan.     

"Okelah, Sha! Karena kamu yang meminta, aku akan tetap memberi kamu ruang untuk menjelaskan. Asalkan ini bukan karena statusmu, aku akan terima. Asalkan ini bukan karena kamu yang harus bulan madu, aku tentu akan terima," lirih Vania. Ia tidak berbicara keras karena tidak ingin terlalu malu. Tapi ia harus menjelaskan pada wanita yang ia peluk itu, siapa yang menjadi prioritasnya. Antara dirinya dan Usman, harus dirinya yang menjadi prioritas utama.     

Dan Farisha tidak bisa mengaitkan pernikahan untuk beralasan. Ia harus mencari ide lain agar Vania tenang. Karena tidak ingin menyakiti atau saling bertengkar lagi. Sudah cukup mereka bertengkar. Farisha juga masih membutuhkan Vania untuk memuaskan. Begitu juga sebaliknya yang hanya mau bersama.     

Mereka berjalan menuju ke mobil kembali. Walaupun mereka bisa saja makan di mall karena ada yang berjualan di sana. Tapi mereka tidak terbiasa dengan itu. Keduanya kembali ke parkiran mobil dan segera masuk ke mobil yang telah diparkir oleh Farisha.     

"Kamu saja yang nyetir, Farisha ... soalnya hari ini, I fell sad. So need a break. Oh, why is this happening to me, God." Vania mengarahkan kepalanya ke atas, menghadap kepada Tuhan.     

Farisha yang kembali mengemudikan mobil milik Vania. Menuruni jalan yang menuju ke bawah. Malam itu Vania sudah merasa lemas dan pasrah. Pasrah dari segala hal yang membuatnya terpuruk. Saat mobil menuruni lintasan itu, terasa jalan yang dilalui mengeluarkan decitan. Karena itu terbuat dari baja yang dirangkai.     

"Kita beneran mau ke kafe? Apa kita nggak akan kembali ke restoran kamu saja, hemm? Yang di sana kan makannya gratis, hehehe," kekeh Farisha menggoda. Walau ia tidak benar-benar serius, urusan pengeluaran uang pun tidak jadi masalah baginya. Malah ia senang kalau Vania senang.     

"Itu sih mau kamu, Sha!" celetuk Vania. "Kalau kamu makan di restoranku sampai perutmu meletus, aku juga tidak masalah. Tapi apa kamu kuat kalau perut gendut bisa bercinta denganku lagi?"     

Vania mendekatkan tangannya, menyentuh kepala Farisha. Ia melihat wajah cantik Farisha walau belum sempat memakai make-up. Hanya riasan secukupnya yang membutuhkan waktu sebentar. Lalu tangannya ia turunkan ke pipi Farisha yang sedang menyetir itu.     

"Ayo, mulai lagi, deh. Ini kamu mau ganggu aku berkonsentrasi, hemm? Kalau kamu ngajak, kita bisa kembali ke restoran kamu. Atau kita ke hotel saja? Tapi aku lapar, nih." Ia merasa geli karena tangan Vania kini masuk ke pakaiannya.     

"Emmm ... kita ke kafe saja, deh. Aku nggak akan ngelakuin ini, kok. Tapi aku bener-bener iri sama dadamu ini, kok bisa lebih gede dariku. Padahal kan, aku lebih tua darimu, Sha. Dan bentuknya juga, aku suka banget. Jadi gemes pengen aku remas dan aku makan sampai habis, hehehe."     

Mobil itu melaju ke sebuah kafe yang sudah menjadi langganan Farisha dan Vania selama ini. Pemilik kafe juga merupakan seorang wanita. Sama dengan Vania dan Farisha, wanita itu juga merupakan wanita yang tidak normal dalam hubungan asmara.     

"Emm, kita sudah sampai, nih. Turun sekarang atau nanti?" goda Farisha. Ia tahu apa yang diinginkan oleh kekasihnya itu. Ia lantas membuka sedikit pakaiannya, membiarkan Vania melakukan apa yang ada di kepalanya.     

"Oh, kamu benar-benar mengerti aku, Sayangkuhhh ... ohhh ... Shaaa ... aku juga mau makan buah besar ini," ujar Vania yang langsung mengeksekusinya.     

Farisha menikmati apa yang sedang dilakukan oleh Vania. Ia pasrah dan mengeluarkan desahan serta jeritan yang menggebu. Hari ini mereka telah melakukannya di dalam mobil. Hingga sekitar lima belas menit kemudian, mereka pun keluar dari mobil setelah merapikan semuanya.     

"Selamat datang kembali di kafe D'Farrah! Sambutlah pasangan kita malam ini, Farisha dan Vania. Ohhh hohoho ... kenapa kalian baru datang ke mari lagi? Apakah kalian datang karena rindu dengan Farrah yang cantik ini, hemm?" gumam seorang wanita cantik, pemilik kafe itu.     

"Oh, iya Farrah ... ini Farisha yang mengajakku ke sini. Katanya dia juga lapar. Kapan lagi kita numpang makan enak dan minumannya yang smooth itu, hemmm ... sudah kebayang bagaimana rasanya, kan?" ujar Vania. Walaupun ia membuka restoran, hidangan kafe pun berbeda. Walau sama-sama menjual makanan dan minuman.     

"Ooh, betewe, kalian mau minum apa, nih? Apa mau main, hemm? Di atas lagi dipake sama pasangan normal, sih. Tapi aku bisa usir mereka. Yah, masa mereka ngambil tempat kalian? Aku hari ini juga lagi stuck. Jadi butuh temen. Kalian temenin aku, yah!" pungkas Farrah.     

"Yah, nggak bisa, Far! Aku besok ada urusan. Jadi aku malam ini nggak bisa, maafkan ... karena ini, aku harus pulang lebih awal. Jam sebelas aku pulang, yah!" ujar Farisha yang sudah berjanji untuk menuruti permintaan dari Azhari.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.