Tante Seksi Itu Istriku

Godaan Farisha



Godaan Farisha

"Hei, kenapa kamu diam saja? Sini duduk di sini! Kita makan bareng-bareng saja! Ini sudah malam, nggak boleh makan banyak-banyak. Atau kamu ambil garpu lagi, deh!" titah Farisha.     

Tidak yang seperti dalam pikirannya, malam ini Usman tidak tahu, apakah itu rezeki atau sebuah malapetaka? Tidak terbayang oleh pemuda dari desa yang hidupnya bergantung dengan pekerjaannya di swalayan. Bukan tidak mungkin kalau Farisha sudah membuka hati untuk dirinya. Tapi dirinya merasa tidak pantas untuk mendapatkan itu semua. Ia bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa. Tapi yang pasti, pikirannya sendiri mengatakan, untuk tidak menolak kesempatan itu. Maka hanya perlu menurut saja, tanpa membantah.     

Setelah memutuskan, Usman mengangguk dan keluar dari kamar. Menuju ke lantai bawah, mengambil sendok di dapur. Dalam hati, Usman sudah tidak percaya, apakah ini mimpi atau entah apa. Tapi ini yang diidam-idamkan setiap lelaki.     

"Apa iya, dia sudah mau menerimaku? Atau karena dia lagi ada masalah? Kenapa baunya juga aneh begitu? Apa dia dikasih obat lagi seperti yang kemarin, yah?"     

Usman menggelengkan kepalanya, menolak untuk percaya kalau Farisha kena obat lagi. Tapi ia tidak tahu apa yang terjadi pada wanita itu. Seharusnya juga dia sudah berada di rumah orang tuanya. Sekarang dia ada di kamar, menunggunya kembali ke kamar. Tapi sebagai seorang lelaki sejati, Usman tidak boleh memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Sebagai manusia yang beradab, dirinya harus memiliki prinsip itu.     

Ketika Usman kembali ke kamar, di sana Farisha sudah makan mie yang berada di depannya. Duduk melantai dan dengan kaki satu diangkat. Hal itu membuat Usman bengong dengan tingkah wanita itu. Tidak seperti yang dipikirkan olehnya, Farisha memang seperti itu adanya. Tidak menunjukkan sisi feminimnya pada lelaki yang sudah dinikahinya.     

"Hai, kamu terlalu lama. Jadi aku makan duluan, hemm. Sini makan bareng, hihihihi ...." Farisha bertingkah aneh saat makan. Mienya sampai belepotan ke wajahnya.     

"Hei, sebenarnya ini ada apa? Kenapa jadi seperti ini, sih?" Tidak habis pikir, tingkah sang istri yang aneh, membuat Usman berpikir yang macam-macam. Tapi ia tidak tahu mengapa bisa seperti itu.     

Namun Farisha malah tersenyum mendengar perkataan Usman, membuat lelaki itu semakin bingung dibuatnya. Tapi wanita itu tetap menarik tangan Usman, keduanya duduk bersama di atas lantai. Makan bersama dengan saling menyuapi satu sama lain.     

"Man, malam ini kamu tidur di sini saja, yah! Lagian kan di sini kamarnya luas, kok. Nggak usah kamu kembali ke kamarmu, di dekat sini ada tempat mandinya."     

Tidak habis pikir, malam ini pun harus tidur bersama lagi. Setelah kemarin malam mereka tidur di kamar yang sama, kini mereka kembali. Selesai makan, ia langsung minum teh yang dibuatkan oleh Usman. Ia juga minum tapi berantakan ke mana-mana. Membuat Usman hanya bisa menggelengkan kepala. Bagaimana mungkin, seorang wanita yang terlihat anggun itu, kini bertingkah aneh. Tapi hal itu malah terlihat lucu.     

"Sebenarnya kamu kenapa sih, Tante? Apa yang sebenarnya terjadi padamu? Lebih baik kamu cuci tanganmu dahulu! Karena hari ini kamu harus tidur, ayo aku antarkan ke kamar mandi," ajak Usman. Ia menuntun langkah wanita itu dengan perlahan.     

Tidak bisa dipungkiri mereka telah menjadi sepasang suami-istri. Berdua di kamar mandi dan sang istri yang buang air kecil di hadapan sang suami. Tidak ada lagi yang bisa dikatakan lelaki itu. Tapi yang namanya Usman, ia bukan seorang pria yang mengambil keuntungan dari itu semua. Ia bisa menutupn matanya sambil menggosok giginya.     

"Apa kamu sedang mabuk, Tante? Kata orang, kalau lagi mabuk, akan bau alkohol dan tingkahnya seperti ini. Apa mungkin saja, kamu mabuk? Ya Tuhan, kamu sebenarnya tidak pantas mabuk-mabukan seperti ini. Maafkan aku, aku hanya tidak bisa melihatmu seperti ini. Kalau bisa, janganlah mabuk di lain waktu."     

"Uhh, kamu tahu nggak, Man? Mabuk itu enak, tahu? Kalau kamu bisa mabuk, tandanya kamu seorang yang hebat. Kamu ... kamu bisa berbuat apa saja, hahaha!" tawa Farisha. Selesai buang air kecil, ia menempelkan pipinya kepada Usman. "Man, kita sudah menikah, nggak apalah kalau kita tidur bersama dan menikmati indahnya dunia ini berdua, hemm ...."     

"Tidak, Tante. Aku tidak akan memanfaatkan kamu. Aku hanya ingin kamu baik-baik saja! Aku tidak ingin kamu seperti ini. Aku sekuat hati bertahan untuk tidak menyentuhmu. Tapi kamu sendiri yang membuatku seperti ini. Tante, kamu harus tahu sendiri, tidak bolah kalau kita seperti ini. Kamu sendiri yang rugi, kan?"     

Tapi seakan tidak ada rasa malu, Farisha bergelayut manja kepada Usman. Bukan seperti itu saja, bahkan berani mencium Usman. Malam ini, mereka sudah berada di kamar, setelah bersih-bersih. Dengan Farisha yang masih tidak mau menjauh dari sang suami pura-puranya. Sesampainya di tempat tidur, wanita itu masih tetap merangkul Usman.     

"Tante ... kamu jangan seperti ini! Aku tidak bisa bernafas, tolong, Tante. Jangan deket-deket seperti ini," keluh Usman merasa risih dengan sikap seperti itu. Tapi ia tidak bisa mengelak karena tenaganya tidak bisa membuat Farisha berhenti malah semakin dekat.     

Dalam dinginnya malam, mereka saling dekat satu sama lain. Hari yang membuka mata Usman dengan lebar. Bukan karena tingkah sang istri, ia tahu kalau wanita itu tidak memakai dalaman lagi. Di malam yang seharusnya sudah digunakan untuk tidur karena acara besok, keduanya masih terjaga. Walau hanya Usman yang merasa was-was karena ulah sang wanita di sisinya. Walau mata mengantuk, tak bisa tidur karena hal itu. Membuat pikiran gelisah walau tidak resah.     

"Aku mau ke kamarku sendiri saja, yah! Di sini aku gerah, nih." Siapa tidak gerah, ia dipeluk dengan mesranya. "Aku juga malam ini belum beres-beres untuk besok pagi. Kalau tidak siap-siap, besok kita bisa terlambat bangun dari tidur. Bukankah besok kita harus pagi-pagi ke rumah?"     

"Siapa bilang kita harus ke rumah? Hemm, soal yang bulan madu itu, bukan? Kamu tenang saja, pasti ibu sudah menyiapkan semuanya. Sudah pasti akan disiapkan dengan segala upaya. Apakah kamu tidak sabar lagi untuk berbulan madu, hemm? Kamu mau bikin anak berapa sama aku, Usman?"     

Dan bingung sudah di kepala pemuda itu. Bagaimana mungkin ada ucapan seperti itu? Seharusnya mereka hanya sebatas pura-pura saja, tidak sampai ada anak di antara mereka. Padahal Farisha sendiri yang menginginkan hanya ada dua orang yang berpura-pura menikah. Setelah mereka bercerai, nantinya tidak ada beban bagi Usman. Hanya akan mengingat bahwa dirinya pernah menikah dengan wanita yang paling cantik yang pernah ia temui.     

"Baiklah ... aku hanya bercanda saja, Usman! Masa kamu anggap ini serius, hemm? Hihihih! Kalau kamu serius juga tidak Apa-apa. Kamu jadi seorang ayah dari anak-anak yang aku kandung nantinya, hehehe. Ayo kita bikin anak sekarang juga, Usman, suamiku yang paling tampan ini."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.