Tante Seksi Itu Istriku

Pembeli Di Swalayan Tutup



Pembeli Di Swalayan Tutup

Karena sudah berjanji untuk bertemu dengan Vania, setelah menyelesaikan makanannya dan memastikan kalau Usman baik-baik saja, ia meninggalkan lelaki itu sendiri. Ia memberikan uang untuk membeli makanan. Jika tidak pun ia sudah memberikannya, entah untuk apa dia sudah mengatakan sejak awal untuk tidak perlu dikembalikan.     

"Man, ini uang kalau kamu tidak memakainya, boleh kamu tabung untuk membeli sesuatu di saat nanti. Atau untuk usaha atau entahlah ... yang jelas itu sudah menjadi uang kamu. Aku tidak akan mengambilnya." Seperti itulah yang dikatakan Farisha saat ia memberikan uang beberapa minggu lalu.     

Maka Usman yang menerima uang dari Farisha selalu ia kumpulkan di sebuah kotak kayu yang ia dapatkan penjual buah. Usman juga meminta itu saat penjual buah lewat membawa gerobak dan buah itu sudah habis. Maka Usman mengumpulkan dan ia satukan dari beberapa keranjang dari kayu itu. Sehingga ia bisa untuk membuat kotak itu untuk celengan.     

Seharinya Usman bisa mendapatkan uang sebesar lima puluh sampai seratus ribu. Maka Usman memasukannya ke dalam kotak. Dan kadang ia juga membeli sesuatu seperti celana atau pakaian baru yang ia bisa cari di ruko sebelah. Mereka semua baik kepada Usman. Walau kadang mereka membicarakan keburukan Farisha. Seperti kabar Farisha kalau dia adalah seorang wanita yang menyukai sesama jenis. Tapi tetap saja Usman tidak percaya dengan mereka semua. Ia juga tidak memiliki keberanian untuk membela Farisha. Walau ia kadang jengkel karena ia selalu digoda oleh mereka.     

"Ini uang untuk kamu, Man. Seperti biasanya, kalau kamu nggak perlu uang itu, kamu bisa kumpulkan saja," pungkas Farisha. Ia tahu kalau suaminya juga senang menyimpan uang. Berati Usman termasuk orang yang hemat dalam hal keuangan. Itu menjadikannya modal utama sebagai calon orang kaya. Itu menurut Farisha karena dirinya juga dulunya adalah orang yang hemat pengeluaran uang. Ia mengatur keuangannya untuk digunakan berbisnis.     

"Terima kasih, Tante. Ini uangku di kotak kayaknya sudah banyak. Hemm, entah mau buat apa." Usman juga mengumpulkan uang gajiannya. Itu membuatnya merasa sudah menjadi orang kaya. Seumur hidup, ia tidak pernah memiliki banyak uang seperti sekarang.     

"Iya, kamu uangnya pasti sudah banyak, hihihi. Aku pergi dulu, tolong kamu jagain swalayan, yah!" pamit Farisha. Meninggalkan swalayan dengan membuka sendiri pintunya lalu menutupnya. Tapi disaat ia keluar, lagi-lagi ada beberapa orang yang sudah siap berbelanja. Dua orang pembantu rumah tangga yang merupakan pelangsing setia. Karena harga yang ada di swalayan itu lebih murah.     

"Eh, Mbak. Kenapa swalayannya sering banget tutup? Emm, apa benar kalau Mbaknya sudah menikah, jadi tempat ini tutup? Kalau iya, selamat kalau gitu," ucap perempuan muda yang sangat membenci Usman dari pertama kali melihat.     

"Terima kasih sudah mengucapkan. Tapi swalayan ini akan tutup. Mungkin beberapa minggu atau satu bulan. Soalnya aku juga niatnya mau bulan madu. Jadi mohon maaf atas ketidaknyamanan ini," kata Farisha menyesal. Seandainya ia memiliki karyawan lain, selain Usman, ia mungkin tidak sampai menutup swalayan. Tapi memang kondisinya seperti itu. Swalayannya tidak seperti dulu yang memiliki beberapa karyawan dan tidak sering tutup seperti ini.     

"Jadi benar-benar menikah? Ohh, tapi kenapa hari ini nggak dibuka saja? Kami mau belanja sebentar dan akan langsung pergi, kok," ujar wanita paruh baya yang biasa bersama rekan di sebelahnya.     

"Maafkan saya, Bu, Kak. Kalau begitu, kalian bisa temui Usman. Urusan pembayaran biar catat saja di kertas. Besok kalau sudah buka, baru deh, saya akan menagihnya. Karena Usman belum bisa. Mohon maaf sebelumnya,yah!"     

"Oh, kenapa nggak diganti saja? Dia kan orang bodoh, gitu. Masa iya, nggak ada orang yang mau kerja di sini? Aku saja mau kerja di sini karena tempatnya nyaman dan pasti seru. Tapi aku sudah jadi pembantu. Tapi aku lebih pintar darinya. Jelas lebih mampu darinya tapi aku tidak mau kerja kalau ada lelaki itu." Wanita muda tersenyum tipis. Merasa ia lebih berpengalaman dari Usman yang tidak bisa apa-apa baginya.     

"Sekali lagi, mohon maaf. Saya ada urusan yang tidak bisa ditunda. Selamat siang," pamit Farisha yang masuk ke dalam mobilnya. Ia juga merasa tidak suka dengan perempuan yang lidahnya berbicara tanpa disaring dulu. Tapi ia tidak ingin pelanggannya membicarakan hal jelek tentangnya, yang bukan dari seringnya tidak membuka swalayan.     

Farisha menjalankan mobilnya meninggalkan dua orang yang berdiri dengan membawa tas belanjaan. Setelah kepergian Farisha, mereka membuka pintu itu sendiri. Membuat Usman yang di dalam merasa kaget. Karena tiba-tiba ada orang yang datang saat ia sedang tidak memakai pakaian atas. Ia juga sedang makan belum habis karena terlalu banyak.     

"Eh, ada orang kok nggak pakai baju? Apa nggak malu, hah? Ini yang bikin swalayan ini nggak maju, karyawannya saja tidak menyambut tamu dengan baik dan benar," cetus wanita muda yang sudah tidak suka dengan Usman.     

"Eh, kamu jangan gitu, ah. Dia kan lagi makan. Dan ini bukan jam kerjanya." Wanita paruh baya itu lalu mendekati Usman. "Mas, lanjutkan saja makannya. Maaf sudah mengganggu waktu istirahatnya. Tapi kami sudah diberi izin untuk masuk dan belanja di sini. Jadi kami masuk walau tidak tahu kalau Masnya lagi makan."     

"Oh, kalau begitu, silahkan. Maaf, Bu. Aku lagi makan dan memang swalayan ini lagi tutup. Kalau lagi tutup, ya terserah yang di dalam ngapain aja. Mau buka semua pakaian pun tidak apa-apa. Asalkan tidak menggangu orang lain. Itu tidak akan membuat orang kesal." Usman juga sudah benci sama perempuan muda itu. Kalau ia ingin juga agar perempuan itu segera pergi dari tempatnya.     

Kedua wanita itu pun mulai mencari barang belanjaan. Mereka juga menemukan debu di lantai. Itu membuat perempuan muda itu semakin sebal dan tidak suka.     

"Ini kenapa tempatnya kotor? Apa nggak bisa, membersihkan tempat yang kotor ini? Ini sungguh tidak pantas sebagai sebuah swalayan. Lebih baik kalau swalayan ini ditutup saja kalau nggak mau uang dari saya."     

"Eh, ini swalayannya juga tutup, kan? Ya memang tidak salah, sih. Orang nggak bersih itu juga karena tidak menyangka ada yang datang ke sini. Kita juga datangnya dadakan. Jadi tidak sempat berberes." Wanita paruh baya itu tidak mengira memiliki teman yang diskriminatif seperti itu.     

Usman juga tidak perduli dengan perkataan perempuan itu. Ia lebih memilih untuk memakan makanannya kembali. Karena tinggal sedikit lagi, ia menghabiskan semuanya dan rasanya kenyang sekali.     

'Eh, di sini kan nggak ada tante Farisha. Bagaimana aku melayani mereka di kasir? Aku tidak tahu akan menjadi seperti ini. Tante, apakah benar kamu yang membiarkan si mulut pedas itu masuk ke dalam.'     

Selesai makan, ia membuang bungkus makanan ke tempat sampah yang berada di luar ruangan.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.