Tante Seksi Itu Istriku

Celana Dan Kaos Longgar



Celana Dan Kaos Longgar

Usman duduk sambil melihat-lihat meja rias di depannya. Ada berbagai lipstik dengan beragam warna, pengharum badan dan beberapa yang ia tidak tahu. Namun jumlahnya cukup banyak dan terlihat mewah. Pasti menyangka kalau barang-barang itu mahal harganya. Tidak mungkin baginya bisa membelikan alat make-up seperti yang terpampang di depannya.     

"Barang-barang wanita ini sangat terlihat bagus. Sudah pasti harganya akan mahal dan aku tidak akan bisa membelinya walau satu buah ini. Hemm ... apa benar kata orang, kalau barang-barang orang kaya akan sangat mahal? Ah, aku juga tidak mungkin membelikan ini untuk tante Farisha yang cantik itu. Dia sangat cantik dan baik, kelak yang menikahi dia pasti akan menjadi lelaki yang paling beruntung. Tidak sepertiku yang hanya seorang bodoh dari desa. Sudah pasti bukan pilihannya."     

Usman hanya bisa menggerutu dalam kesendiriannya. Terus berkata tidak mungkin dirinya bersanding dengan wanita cantik itu. Tapi memang beruntungnya dirinya karena menjadi lelaki pertama yang menikah dengan Farisha. Walaupun itu hanya kepura-puraan belaka. Ia melihat pakaian itu sekali lagi. Terasa halus saat ia pegang dan ia rasakan, membayangkan bagaimana isi dari pakaian itu sebelumnya.     

"Tante Farisha mandinya kok lama banget? Aku sudah tidak sabar mau mandi lagi. Bagaimana ini? Apa aku bisa mandi setelah ini? Hoamm ... ngantuk banget, Ya Allah ... semoga setelah tante keluar, aku belum ketiduran. Ah, aku mau istirahat sebentar saja, nggak apa-apa kali, yah."     

Karena menunggu lama dan mengantuk, ia meletakan kepalanya di meja. Sambil ia ketuk meja itu perlahan. Walau berada di ruangan mewah itu, ia malah tidak ada rasa takjub lagi. Mungkin berbeda jika itu orang desa lain. Mereka bisa saja melakukan foto selfie karena berada di ruangan sebagus itu. Sayangnya Usman juga tidak punya ponsel. Ia tidak bisa mengumpulkan uang dan menyimpannya. Pasti bibinya akan menemukan, di mana ia menyimpan uang. Dan selalu berakhir dengan pemukulan.     

"Kalau aku punya hape seperti orang-orang. Sayangnya aku tidak sanggup untuk membelinya. Emm ... atau aku akan membelinya saat aku sudah mengumpulkan uang banyak, yah? Harganya berapa, aku tidak tahu juga," lirih Usman. Ia melihat tas Farisha di meja. Ia juga melihat ponsel milik istrinya yang ada di samping tas itu. Sekilas terlihat ponsel itu cukup bagus. Ia ingin membeli yang seperti milik Farisha.     

Usman juga sering melihat orang-orang bermain dan menatap layar ponsel terus-menerus. Itu membuat dirinya penasaran dan beberapa kali ia meminjam dengan menyewanya. Ia juga bisa berlatih menggunakan ponsel dengan menyewa dengan bayaran hasil dagangannya.     

"Kalau diingat masa-masa dahulu, aku memang begini bodohnya. Tante punya ponsel bagus. Tapi aku tidak berani melihatnya. Aduh, ngomong apaan aku ini? Sadarlah, Usman. Besok aku harus bisa memiliki hape untuk mencari pacar, hehehe," kekeh Usman karena pemikiran kotornya.     

Farisha keluar dari kamar mandi ketika Usman sudah hampir tertidur. Ia bangun kembali ketika mendengar pintu yang terdorong sampai ke tembok. Pemandangan pertama yang dilihatnya adalah sosok wanita yang memakai handuk putih yang menutupi tubuh bagian atas lutut sampai ke dadanya. Bahkan terlihat tonjolan dan belahan dadanya terlihat sampai beberapa sentimeter.     

"Sudah, jangan liatin aku terus seperti itu, Usman! Lebih baik kamu segera mandi! Badan kamu pasti sudah sangat bau. Tuh, kamu sudah bau kecut!" Walau tidak Farisha cium aroma tubuh Usman. Karena ia hanya bercanda pada pemuda itu. Yang malah ditanggapi dengan serius.     

"Ah, iya Tante. Terima kasih atas semuanya. Aku mau ke kamar mandi dulu, yah!" pungkasnya. Segera Usman masuk ke dalam kamar mandi. Ia meletakan pakaiannya ke gantungan kemudian ia membuka pakaiannya. Ia juga menaruhnya di gantungan. Lalu ia lepaskan celana dalamnya untuk ia cuci.     

Pria desa itu mengingat perkataan Farisha. Tapi ia tidak tahu apa itu blower. Ia hanya tahu apa itu shower, membuatnya berpikir kalau keduanya sama saja. Ia mulai memutar kran yang mengarah ke shower. Ia juga mengatur panas atau dinginnya air yang keluar. Ia lalu mencuci celana dalamnya terlebih dahulu. Lalu baru ia membersihkan badannya dengan air dan sabun.     

Pintu kamar mandi tidak dikunci oleh Usman. Membuat Farisha bisa masuk membawakan handuk. Jelas Usman kaget karena Farisha melihat pemuda itu tidak mengenakan apapun. Dan membuat yang di bawah Usman itu terbangun.     

"Eh, ini handuknya jangan lupa, Man! Itu belalai kamu kok bisa mencuat begitu? Hehehe, itu cukup gede juga, Man, hehehe," kekeh Farisha yang melemparkan handuk itu lalu menutup kembali pintunya.     

Seakan tidak percaya dengan kejadian yang baru saja terjadi. Bagaimana mungkin, Farisha telah melihat dirinya dalam keadaan seperti itu. Bahkan tidak ada terlihat malu pada ekspresi wanita itu. Tapi yang malu adalah Usman sendiri.     

"Kenapa jadi seperti ini? Semenjak ada di kota ini, aku merasa hidupku seperti mimpi. Hari ini, mimpi apa aku semalam? Apa dia ingin aku menjadi suaminya yang asli, yah? Tapi aku tidak mungkin masuk kriteria tante Farisha, hufft!" Usman mengguyur rambutnya dan memakai sabun agar lebih bersih.     

Farisha sendiri sudah merebahkan diri di kamarnya. Ia memakai kaos dan celana pendek, dua puluh sentimeter dari lututnya. Dengan tampilan seseksi itu, jelas akan membuat jiwa jomblo meronta. (Apalagi yang baca cerita ini)     

"Usman, Usman." Farisha menggelengkan kepalanya dan mengingat kejadian tadi. "Benar seperti itu bentuknya. Hemm, kalau sebesar seperti punya Usman, apa bisa masuk ke punyaku ini, yah? Hehehe, tapi aku dan dia kan cuma pura-pura menikah. Apa nggak apa-apa kalau sekali-sekali mencobanya, hemm? Sekali lagi, maafkan aku Vania. Ini akan menjadi yang pertama kali dan yang terakhir."     

Namun ia juga masih ragu-ragu untuk melakukan itu. Jika ia melakukan hal yang tidak diperbolehkan oleh Vania, ia jelas akan mengkhianati wanita itu sekali lagi. Ia menunggu Usman untuk memutuskan saja. Ia ingin sekali tidur malam ini. Tapi ia tidak bisa tidur walau tidak mengantuk.     

Selesai mandi, Usman segera memakai handuk untuk mengeringkan badannya. Ia memakai celana pendek milik Farisha. Yang ia rasa terlalu longgar. Bahkan hampir melorot saat ia pakai. Jelas itu terjadi karena itu milik Farisha. Ukuran mereka jelas berbeda dan Usman malah memikirkan terus. Walau ia selalu menyangkalnya. Tapi pikiran kotor itu tetap saja membuatnya tidak tahan. Ia juga memakai kaos yang tidak kalah longgar itu.     

"Kenapa semuanya serba longgar seperti ini? Oh, pantas saja, sih. Dia badannya anu ... duh, Ya Tuhan, kenapa aku malah kepikiran tante terus? Aku tidak mungkin, kan, memanfaatkan ini semuanya? Aku sudah salah kalau begini."     

Bergegaslah Usman keluar dari kamar mandi setelah selesai mengenakan pakaian. Dengan celana melorot dan kaos yang cukup longgar, membuatnya kesulitan untuk berjalan. Ia sampai memegangi celana itu terus karena takut melorot. Tapi ia bingung ketika ia tidak tahu harus tidur di mana. Satu-satunya tempat yang bisa untuk tidur adalah tempat tidur Farisha. Ia tidak tahu, apakah harus tidur di sana atau tidak.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.