Tante Seksi Itu Istriku

Pelarian Farisha



Pelarian Farisha

"Huhh, di mana sih itu Farisha? Kenapa dia tidak ada di sini, huhh," eluh Vania, menghentakkan kakinya ke lantai karena kesal. "Dasar sialan! Harusnya kamu tidak bersama dengan dia, Farisha, ohhh ...."     

Setelah memastikan tidak ada orang yang dicari, ia memutuskan untuk keluar dari tempat itu. Walau ia sangat yakin kalau dirinya sudah mendengar suara kekasihnya. Sekarang itu hanyalah khayalan saja. Ia anggap sebagai suara orang lain. Atau sebenarnya wanita itu sudah pergi dari tempat itu.     

"Man, dia sudah pergi. Kita juga harus pergi dari sini. Karena ada wanita itu, kita harus menghindari sampai dia menemukan kita. Jangan tanya kenapa karena aku tidak ingin menjawabnya!" ujar Farisha tegas.     

Tentu sebagai seorang yang statusnya di bawah, harus menuruti perintah. Apalagi perintah itu dari seorang yang ia sukai. Bukan hanya hari ini saja, hari-hari sebelumnya dan hari-hari yang akan datang pun sama. Mereka meninggalkan ruangan itu tapi tetap menjaga matanya untuk bisa mengawasi wanita yang sudah pergi meninggalkan mereka. Karena bisa saja mereka bertemu di suatu ruangan atau malah mereka terpergoki oleh Vania.     

"Baik ... baiklah, Tante," sahut Usman mengangguk. "Eh, anu maksudnya Farisha ... maaf karena tidak biasa jadi masih manggil Tante," sesalnya merasa bersalah.     

Farisha tidak menanggapi ucapan Usman karena terlalu fokus untuk melihat sekeliling. Ia berusaha agar tidak ketahuan sampai ia berada di rumahnya untuk istirahat. Hari belum terlalu malam untuknya. Tapi karena sudah ingin istirahat di rumah, ia mempercepat langkahnya dengan matanya yang awas.     

Vania sudah sampai di parkiran mobil. Tapi ia malah menemukan sebuah mobil yang sudah pasti itu mobil milik Farisha. Karena dilihat warna dan nomor polisinya, ia sudah sangat hafal dan teliti. Tidak mungkin itu hanya sebuah kebetulan.     

"Hemmm, hari ini aku harus menemukan keberadaan kamu, Farisha! Apa kau pikir bisa lari dariku? Aku pasti akan membuat kamu bercerai dengan suami kamu! Karena kamu hanya milikku seorang, Farisha!" Vania tersenyum senang, akhirnya ada kesempatan di mana ia hanya perlu menunggu di dalam mobilnya.     

Untuk menunggu mangsa, wanita itu cukup berada di tempat yang tidak diketahui oleh siapapun. Vania berada di mobilnya sambil mengawasi. Ia juga menghidupkan AC mobil karena merasa panas di dalam mobil yang gelap itu. Sengaja juga ia matikan lampu di dalam mobil hanya biar Farisha dan Usman tidak melihatnya.     

Farisha tidak melihat Vania dari semenjak di dalam bioskop. Sekarang sudah berada di parkiran mobil dan siap untuk pulang ke rumah. Wanita itu juga tidak menyadari kalau dirinya sedang diawasi oleh Vania. Vania melihat Farisha yang menuntun Usman yang berjalan di belakang.     

"Dasar si kunyuk itu hanya bikin aku dan Farisha begini! Kita lihat saja, bagaimana aku mengakhiri hidupmu, Usman!" Dengan cepat, Vania menghidupkan mobilnya dan bersiap-siap untuk melaju.     

Sayang beribu sayang, niat hati ingin menabrak Usman, dari arah depan, muncul sebuah mobil yang menghalangi jalannya. Karena mobil itu juga ingin keluar dari parkiran. Hal itu membuat Vania kembali murka dan penuh dengan umpatan dan makian pada pengendara mobil.     

"Woiy! Sialan! Dasar nggak punya otak! Bego! Kurang ajar! Dasar kau babi!" Ia terus berteriak sambil menekan klakson dengan lama-lama. Membuat bising di tempat itu.     

"Astaga! Itu Vania? Kita ketahuan, Usman! Ayo, kamu segera masuk ke dalam! Aku tidak mau bertengkar dengan dia! Ayo, Man!" ajak Farisha yang menyuruh sang suami untuk masuk ke dalam.     

Segera mereka masuk ke dalam dan langsung saja Farisha menghidupkan mobilnya dan tancap gas. Dengan kemampuan parkirnya, ia bisa memutar dengan cepat dan keluar dari dalam parkiran dan meningkatkan pintu masuk yang dijaga oleh para satpam.     

Kini Farisha harus main kejar-kejaran dengan Vania. Karena merasa bersalah setelah menolak ajakannya untuk tidak menikahi Usman. Wanita itu takut dengan kekasihnya itu. Malam ini mereka keluar dari bioskop dan harus kejar-kejaran sambil menyalip kendaraan di depannya.     

"Akkhh! Ini cepat banget! Awasss!" pekik Usman yang ketakutan. "Tante! Aku belum mau mati! Toloong!" Karena takut, ia berpegangan di pintu mobil. Karena ia juga belum memasang sabuk pengamannya dan langsung ngebut.     

Tidak perduli dengan ketakutan tang ditunjukkan oleh Usman, wanita itu tetap membawa mobilnya dalam kecepatan tinggi. Tidak tahu kalau mereka sedang dalam bahaya. Farisha juga sering melihat ke belakang melalui kaca spion. Khawatir kalau Vania mengejar sampai di belakang. Tapi karena tidak melihatnya, ia juga harus mengalihkan jalannya. Ia melihat jalan kecil dan memutuskan untuk masuk ke jalan itu. Yang merupakan gang kecil yang hanya bisa dilewati satu mobil.     

Di sana banyak motor yang berlalu lalang. Sementara dengan barbar, Farisha menekan klakson dengan terus-menerus. Membuat panik semua orang yang lewat.     

"Hei! Dasar orang kaya sialan! Ini jalan gang, woiy! Pelan-pelan jalannya!" seru seorang pria. Ia tidak terima karena kaget.     

Selain itu, ada beberapa orang yang melempari mobil itu dengan batu. Membuat mobil itu lecet dan membuat semakin khawatir. Apalagi Usman yang menutup matanya karena takut. Ia bersembunyi di bawah agar tidak terkena serangan batu.     

Namun Farisha menemui jalan buntu setelah sampai di ujung jalan. Memang ada tempat untuk memutar arah. Tapi itu cukup sempit dan butuh waktu lama. Juga karena saat ini keadaan gelap, tidak bisa dipastikan kalau mobil itu menabrak sesuatu.     

"Akhirnya berhenti juga itu mobil! Hei, keluar kau!" rutuk seorang pria paruh baya. Ia tidak terima dan mendekati mobil yang sudah berhenti itu.     

"Keluar kau! Jangan sampai kulihat wajahmu yang menyesal dan ingin kencing di celana! Awas saja kalau sampai kabur!" berang seorang lelaki lain. Bahkan sambil menggedor-gedor kaca mobil.     

Farisha membuka pintu mobilnya dan keluar. Ia sendiri sudah merasa bersalah karena telah membuat resah orang-orang. Tapi setelah Farisha keluar, membuat para pria itu terdiam. Mereka bukannya marah, malah terlihat lebih menyesal karena yang mereka caci maki ternyata seorang wanita cantik.     

"Eumm ... maafkan aku, Bapak-bapak sekalian. Saya terpaksa masuk ke dalam gang sempit ini karena dikejar-kejar orang. Sekali lagi, maafkan saya. Kalau begitu, berapa aku harus mengganti rugi? Hehhh ... aku sangat menyesal, sekali lagi, Bapak-bapak sekalian, saya minta maaf sebesar-besarnya."     

"Aduh, kenapa malah yang keluar itu bidadari? Lah, kalau begini, kenapa kita jadi begini? Oh, nggak apa-apa, Mbak. Kita juga gak ada yang luka. Hanya kaget saja karena ada mobil yang tiba-tiba masuk dan terus menekan klakson. Jadi kami panik dan refleks mengeluarkan kata-kata kasar. Kami yang harusnya minta maaf, Mbak."     

"Iya, Mbak. Kalau tahu begini, kami biarkan saja ditabrak sama Mbaknya. Biar kami juga bisa dekat dengan Mbak ini. Karena harus merawatku, hehehe," kekeh seorang pemuda yang berusia dua puluh lima tahunan. Walau melihat wanita yang lebih tua, ia tidak masalah. Yang penting cantik, tidak bisa lepas dari pandangan matanya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.