Tante Seksi Itu Istriku

Pagi Baru



Pagi Baru

Usman sangat malu kepada siapapun jika ada yang melihatnya. Pasalnya ia memakai celana yang melorot. Walau bukan celana yang sependek yang dipakai Farisha, itu tetap memalukan. Ia berjalan ke kamar dengan pelan agar tidak dilihat siapapun. Karena ia sudah mencuci pakaian juga celana yang ia pakai sebelumnya.     

'Uhhh ... jangan sampai tante Farisha melihatku. Tapi aku mau tidur di mana, yah?' pikir Usman bertanya. Menengok ke kiri dan ke kanan. Tapi ia tidak melihat tempat yang bisa ia gunakan untuk tidur.     

"Hei, Usman ... apa kamu sudah selesai mandi? Kamu tidurlah kalau sudah selesai mandi, hemm," lirih Farisha dengan masih memejamkan matanya. "Ayo, ke sini tidurnya!" Sambil menepuk tempat di sampingnya, ia masih terpejam.     

Pemuda itu melirik ke arah kamar, melihat Farisha yang seperti sudah tertidur terlentang. Saat ini Farisha sudah berada di balik selimut. Tidak seperti saat di hotel. Dimana Farisha membuat perasaan Usman yang tidak bisa dijelaskan oleh kata-kata.     

Dengan hati-hati, Usman melangkah ke tempat tidur yang tidak selebar yang berada di hotel. Memang kamar itu cukup untuk dua orang. Tapi itu terlalu sempit dan badan mereka akan saling menempel. Tapi tadi siang pun ia sangat dekat dengan Farisha. Tapi sekarang malah sangat malu.     

Farisha membuka matanya, melirik kepada Usman. "Kamu tidur di sini, Man! Pakai selimutnya juga, biar gak dingin. Aku tidak bisa tidur kalau nggak nyalain AC. Hoammm ... ayo tidur saja," lirihnya lalu kembali memejamkan mata.     

"Eh, iya Tante. Ehh ... mmm ... maaf, yah. Aku tidur di sini." Agak canggung juga karena lagi-lagi mereka tidur, berbagi kamar. Ia dan istrinya sangat dekat kali ini. Bisa menikmati wajah wanita di sampingnya. Hingga ia memejamkan mata dan terbuai ke alam mimpi.     

***     

Tidur di tempat yang nyaman dan hangat di bawah selimut tebal, Usman merasa nyaman. Apalagi tangannya seperti menyentuh benda kenyal yang cukup hangat dan juga merasakan detakkan setiap detiknya. Pemuda itu juga tidur menyamping dan kakinya juga nyaman menindih sesuatu. Perlahan ia buka matanya dan tentu pemandangan di depannya yang membuatnya terlonjak kaget. Bahkan sampai menutup mulutnya agar tidak berteriak keras.     

'Oh, apa yang aku lakukan ini? Aduh, tubuh kamu hangat dan empuk banget, sekel dan kulitnya juga ohhh," pikir Usman yang melihat Farisha yang hanya memakai kaos longgar tapi terangkat ke atas. Bahkan tangan Usman telah menyentuh buah dada Farisha.     

"Ummm ... ayo remas lagi, Usman ... ohh ... enak ... mmmm," gumam Farisha sambil menggigit bibirnya sendiri. "Oooh, remasan kamu enak banget, oooohhh ...."     

Usman malah dibuat bingung oleh Farisha. Ia tidak ingin memanfaatkan kesempatan untuk melakukan lebih. Tapi ia juga tidak akan tahan kalau tergoda seperti itu. Ia adalah lelaki normal tapi ia juga lelaki baik-baik. Walaupun Farisha yang seperti meminta lebih padanya, ia tidak ingin lagi meneruskannya.     

Untuk menghindari hal yang tidak-tidak dan kemungkinan akan terjadi, Usman berlari ke arah kamar mandi dengan celana yang sudah melorot sampai ke lutut. Membuatnya terjatuh ke lantai, mengalami luka di lututnya. Tapi ia juga merasakan sesuatu yang juga bangun. Ia tahu kenapa itu terjadi dan langsung bangkit lalu berlari.     

"Man, aku suka diperlukan seperti itu sama kamu. Seandainya aku ingin merubah cara pandangku terhadap lelaki. Dan aku ingin berubah dari perilaku menyimpang ini, apakah aku bisa? Kalau kamu memang benar jodoh yang ditakdirkan untuk diberikan untukku, aku akan menerima takdir itu. Aku akan berusaha untuk mencinta kamu," lirih Farisha, masih bisa melihat suaminya masuk ke kamar mandi.     

Semalam ia bermimpi kalau dirinya dan Usman hidup dengan bahagia. Dengan dua anak yang ia lahirkan, sungguh itu mimpi pertama kali dalam hidupnya, bersama dengan seorang lelaki. Bahkan saat ia bangun, ia merasakan kalau kaosnya telah disingkap oleh Usman. Ia membiarkan saja itu terjadi. Karena ia adalah istri dari Usman, ia tidak menyembunyikan apapun. Apalagi tubuhnya yang sudah pernah mendapat sentuhan itu.     

"Usman, Usman ... bahkan setelah menyentuh aku, kamu masih nggak mau meneruskan! Aku tanggung banget, nih. Oh, bagaimana aku harus melakukannya? Apa aku harus mencari Vania lagi?" Ia mengingat Vania yang ia tinggalkan. Ia juga tidak ingin wanita itu membencinya. Karena dialah orang yang selama ini membantunya.     

Farisha mengeluarkan ponselnya dan terdapat banyak riwayat panggilan tidak terjawab dari wanita itu. Ada juga ratusan pesan yang intinya meminta Farisha untuk kembali. Farisha juga ingin tetap berhubungan baik dengan wanita itu.     

"Hehh, maafkan aku, Vania. Aku akan menemui kamu nanti siang. Kuharap kamu mau memaafkanku. Dan aku akan jelaskan pada kamu, aku akan mencoba menerima lelaki di dalam hidupku. Aku capek, Vania. Aku capek kalau hidup dalam dosa ini. Walau kita sama-sama menikmati hubungan ini, entah mengapa semenjak menikah dengan Usman, aku sepertinya sudah berubah anggapan kalau semua lelaki itu brengsek."     

Farisha mengirim pesan permintaan maafnya dan juga merencanakan pertemuan dengan wanita yang sudah lama ia anggap sebagai kekasihnya. Setelah itu, ia bangkit dari tempat tidur dan membetulkan kaosnya yang naik ke atas. Ia menunggu sampai suaminya selesai mandi.     

"Apa mungkin Usman tidak hanya mandi. Tapi juga sedang melakukan sesuatu di kamar mandi, hemm," gumam Farisha. Hari ini ia harus bergegas tapi harus menanti prianya itu keluar dari kamar mandi. Yang pasti itu akan lama.     

Usman bingung karena pakaiannya ternyata tidak cepat kering. Ia hanya bisa menyesal setelah mencuci celana miliknya. Maka ia tidak bisa memakainya ke swalayan. Betapa malunya nanti jika orang-orang akan menertawakan dirinya saat tiba di swalayan itu dengan memakai celana pendek milik Farisha. Yang tentu memiliki kesan feminim karena itu pakaian wanita.     

"Ini akan menjadi lama. Tapi untungnya pakaian dalamnya sudah agak kering. Syukurlah kalau begitu, jadi aku bisa memakainya sekarang." Ia dari tadi sedang mandi sambil berpikir, bagaimana ia memakai pakaiannya nanti.     

Setelah berpikir cukup lama, Usman sudah menemukan solusinya. Ia mempercepat mandinya karena khawatir Farisha sudah bangun dan menunggu giliran untuk mandi. Setelah berpakaian, ia keluar dari kamar mandi. Memang di sana Farisha sudah bangun dan sedang duduk di samping tempat tidur.     

"Ohh, kamu sudah selesai, Usman? Udah dituntaskan atau belum, nih? Kalau sudah, pastikan siram dengan benar, yah, hehehe." Ia terkekeh tapi melihat wajah bingung Usman, membuatnya melengos. "Itu aku sudah siapkan celana panjang buat kamu pakai. Kamu juga bisa memakai baju kemejaku. Itu aku sudah lama tidak memakainya. Kalau ukuranku sudah nggak muat lagi memakai baju yang itu." Setelah menunjukkan pakaian itu, Farisha meninggalkan Usman untuk mandi.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.