Tante Seksi Itu Istriku

Ke Bioskop



Ke Bioskop

Vania juga menunggu orang yang sudah melakukan perbuatan itu untuk menyalakan lampu. Ia sudah tidak sabar menunggu ekspresi pria yang ia anggap sebagai Usman. Entah pria itu malah tergoda atau malah akan merasa bersalah. Ia sudah menanti hal yang juga membuatnya deg-degan.     

"Iya, Usman. Kalau kamu mau menyalakan lampunya sekarang, nyalakan saja! Aku sudah tidak sabar untuk memberikan kamu kejutan, walau aku juga akan terkejut, hehehehe," kekeh Vania dengan senyum manisnya.     

"Baiklah kalau kamu juga menunggu kejutan. Aku juga ingin melihat ekspresi wajah kamu. Pasti kamu akan terlihat cantik dan akan tertawa senang bersamaku, hahaha!" tawa pria itu lantang. Ini sudah menggunakan suara aslinya karena ia merasa tidak perlu menutupinya lagi.     

Vania tidak tahu suara tawa dan bicara orang itu akan berbeda. Tapi kali ini ia merasa aneh dengan suara itu. Ini jelas bukan suara Usman. Wanita itu sangat yakin dengan hal itu. Tapi ia sudah kepalang tanggung. Karena ia sudah menganggap itu Usman, berarti yang tidur bersama dengannya adalah suami dari kekasihnya, Farisha.     

Pria itu pun menghidupkan lampu dan ketika lampu menyala, barulah mereka saling menatap. Ada perasaan yang mengganggu pikiran mereka. Bahwa mereka tidak pernah bertemu satu sama lain. Dan ini jelas bukan orang yang mereka incar sebelumnya.     

"Hah! Siapa kamu?" tanya keduanya bersamaan. Mereka saling menunjuk dan tidak percaya dengan semua yang terjadi.     

Sudah jadi seperti ini, mereka saling menghela nafas. Mereka sudah melakukan hubungan percintaan dengan orang yang tidak pernah mereka lihat dan kini di dalam hati masing-masing merasa ini sebuah mimpi atau wajah orang yang mereka maksud, telah berganti.     

"Kamu bukan Usman, bukan? Lalu di mana Usman berada? Kenapa kamu yang di sini? Apa kamu orang suruhan Farisha?" tanya Vania menunjuk ke arah pria itu.     

"Kau sendiri siapa? Aku tidak kenal kamu. Tapi tidak apalah ... aku malam ini juga sudah sangat puas. Tidak menyangka, tidak ada Farisha, aku masih bisa menikmati tubuh yang juga sangat wow, seksinya. Walau kuakui, kamu bukan targetku, kalian berdua memiliki bentuk tubuh yang cukup bagus, hemmm ... aku tidak akan menyesal!"     

"Dasar keparat!" umpat Vania yang mengarahkan pukulan ke arah pria yang telah menidurinya. "Dasar pria tidak tahu diri! Akan aku bunuh kamu!" cercanya dengan murka.     

Walaupun mendapat pukulan di dadanya, nyatanya tidak membuat pria itu merasa kesakitan. Mereka sudah melakukan dengan sempurna. Tidak tahu apa kata orang yang telah membayar dirinya untuk mengerjai Usman dan Farisha. Ini cukup memberikan kebahagiaan.     

Setelah tidak bisa menghajar pria itu, dirinya memakai pakaiannya kembali. Ia keluar dari dalam kamar hotel dengan kondisi wajah dan rambut yang berantakan. Dengan make-up yang sudah berantakan dan pakaian yang tidak terpakai sempurna, ia berjalan menuju ke lift.     

Di dalam lift, orang-orang yang juga masuk ke dalamnya, mencium bau yang sudah mereka tebak. Apalagi di sana ada beberapa mata lelaki yang melihat pakaian Vania tidak terpakai dengan benar. Rambutnya juga sudah jelas setelah hubungan itu. Para pria yang jumlahnya ada tiga itu, memandangi tubuh Vania dengan penuh rasa ingin untuk melanjutkannya.     

"Hei, apa yang kalian lihat? Kalian pikir ini lelucon, hah? Dasar semua pria itu sama saja! Sama-sama brengsek!" umpat Vania. Ia menunggu liftnya terbuka pun cukup lama.     

"What do you say, Beauty? We don't speak your language," kata seorang dari mereka. Yang memiliki tinggi badan yang bukan orang lokal. Mereka tidak bisa berbahasa Indonesia dan tidak tahu apa yang dikatakan oleh Vania.     

"Heh, kebetulan sekali kalau kalian tidak tahu apa yang kuucapkan. Biar ku kasih tahu pada kalian bertiga. You guys are a bunch of assholes!" umpat Vania dengan lantang. Kebetulan pintu lift terbuka dan ia pun keluar.     

Saat Vania keluar pun diikuti oleh tiga orang tadi. Mereka tidak marah dikatai oleh Vania. Tapi malah berjalan mengikuti wanita itu. Saat Vania menuju ke parkiran mobil, barulah mereka menghentikan aksi mereka karena di sana ada CCTV. Walaupun di dalam lift pun memiliki CCTV. Mereka hanya bisa diam tanpa mengikuti Vania yang pergi begitu saja.     

"Ah, syukurlah ... para bajingan itu tidak mengikutiku! Tapi siapa pria yang sudah main denganku barusan? Kenapa bisa seperti ini? Dasar wanita kurang ajar, beraninya menjebakku. Kalau bertemu denganmu lagi, tidak akan kuberi ampunan!" rutuk Vania kesak.     

Vania bukan merutuk pada Farisha yang telah berkhianat padanya. Karena ia sangat mencintai Farisha. Tidak akan ada yang bisa menggantikan wanita itu di hatinya. Namum karena wanita yang ia bayar itu, tidak berkompeten dalam bekerja. Tidak bisa ia percaya lagi seumur hidupnya. Ia juga sudah membayar dengan biaya yang tidak nurah.     

Vania keluar dari tempat parkir mobil yang berada di dalam. Di lantai paling bawah. Melewati pos pintu masuk dan keluar. Di sana ia juga membuka pintu mobilnya untuk diperiksa. Tentu setiap orang yang keluar masuk harus diperiksa terlebih dahulu.     

"Selamat malam, Bu. Eh, hati-hati kalau menyetir mobil, Bu. Seharusnya anda beristirahat terlebih dahulu untuk menyehatkan badan setelah lelahnya seharian." Tidak perlu dikatakan, para pria penjaga pintu masuk jelas tahu apa yang telah dilakukan oleh Vania di dalam hotel.     

Vania tidak menanggapi pria paruh baya itu. Ini akan membuatnya merasa sangat sebal dan tidak ingin kembali ke rumahnya. Karena untuk menghilangkan rasa suntuk, ia pun pergi ke sebuah bioskop yang terkenal di kota itu. Tentu ia sering mengunjunginya bersama dengan kekasih hatinya, Farisha. Ia mengarahkan mobilnya ke arah yang seharusnya. Menuju ke sebuah bioskop terkenal.     

Ia mengendarai mobilnya dengan cepat agar bisa mendapatkan film yang seru malam ini. Walau ia seorang diri, tanpa Farisha yang biasa menemaninya ke tempat itu. Saling bersuka ria, saling memadu kasih antara dua wanita. Memberikan kebahagiaan yang semu.     

"Farisha ... aku tidak terima begitu saja. Aku sangat mencintaimu, kenapa kamu malah menduakan aku, bersama dengan seorang lelaki? Apa hebatnya mereka? Eh ...." Vania baru mengingat kehebatan pria di atas tempat tidur. Walau ini bukan yang pertama dirinya bermain dengan seorang pria. Ia sudah terlalu sering menjalani percintaan dengan sesama jenis.     

Lima belas menit mobil Vania sampai di sebuah bioskop. Ia lalu memasuki gedung itu untuk mencari hiburan. Ia memarkirkan mobil terlebih dahulu. Kemudian menuju ke dalam, tidak perlu mengantri di loket karena sudah memiliki keanggotaan sendiri. Ia hanya perlu menghubungi pihak dari bioskop untuk memberinya akses masuk.     

Sampai di sana, Vania merasa jengkel karena film itu sudah berlangsung beberapa menit. Ada sepuluh menit sebelum sampai, tayangan filmnya telah dimulai. Walau hanya dari pembukaannya yang tidak dia ikuti, yang penting ini masih dalam permulaan. Vania masuk ke kursi yang ia pesan lewat media online, ponselnya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.