Tante Seksi Itu Istriku

Kesalahan Yang Nikmat



Kesalahan Yang Nikmat

Farisha memutuskan untuk meninggalkan hotel bersama dengan Usman. Setelah cek out, mereka menuju ke tempat parkir di lantai paling bawah. Mereka mencari ke mana Farisha memarkirkan mobilnya. Karena sudah lama mereka tidak keluar, Farisha juga lupa di mana ia memarkirkan mobilnya. Setelah ia menemukan mobil miliknya, mereka masuk ke dalam dan seperti biasa, Usman berada di samping Farisha.     

"Eh, Tante ... aku lupa kalau bajuku masih ada di kamar. Apa kita nggak kembali ke kamar?" tanya Usman yang baru mengingat kalau pakaiannya tidak ia bawa.     

"Alah, hanya pakaian saja, kan? Kamu nggak usah urus, Man. Lagian hanya pakaian saja, bisa beli lagi yang banyak. Hanya saja aku tidak habis pikir dengan dua orang itu. Kenal saja enggak, pakai acara nipu segala. Kayaknya mereka kekurangan duit. Dan niatnya mau ngambil uang terlebih dahulu. Kayak juga aku melihat orang masuk ke dalam kamar kita. Lah, mungkin pakaian kamu sudah dibawa oleh mereka, hihihi. Rasain tuh, hanya dapat pakaian saja."     

Usman tidak menyangka, malah hanya ditanggapi seperti itu. Padahal kan pakaian itu dibeli dengan uang yang banyak. Apalagi itu pemberian dari Farisha. Tidak tahu apakah akan dapat membeli lagi atau dibelikan lagi. Bagi Usman, pakaian mahal itu sangat disayangkan kalau dibuang begitu saja.     

Pada akhirnya pria Usman hanya bisa pasrah dan merelakan kehilangan pakaiannya. Memang bukan rezekinya, jadi tidak perlu dibahas lagi. Hari ini mereka sudah keluar dari dalam tempat parkir yang ada di dalam ruangan.     

"Tante, apa kita akan kembali ke swalayan? Pasti para pelanggan pada nungguin dari tadi sore. Ini kan sudah kebiasaan mereka yang menunggu sampai sore," ujar Usman, mengingat orang-orang yang sering berbelanja. Walaupun tidak tahu, mereka siapa. Bahkan ada perempuan muda yang sering datang membeli. Walau tidak suka dengan Usman, nyatanya mereka menjual barang-barang murah. Sehingga untuk ukuran para asisten rumah tangga itu akan laris manis.     

Setelah meninggalkan tempat parkir menuju ke depan. Melewati penjaga hotel yang ada di depan. Farisha membuka kaca mobil dari kedua sisi agar tahu kalau mereka keluar.     

"Selamat malam, Bu, Mas. Selamat jalan dan semoga lekas datang lagi," ujar pria yang melihat Usman yang duduk di samping wanita cantik itu.     

Para penjaga melihat mereka, tidak tahu kalau mereka adalah orang yang telah menikah kemarin malam. Karena mereka bertugas hanya menjaga pintu masuk dan keluar. Kalau petugas keamanan yang ada di dalam, ada sendiri. Mereka menganggap kalau Farisha adalah orang yang bersama dengan bawahannya atau orang suruhannya. Karena semua orang tidak akan menyangka kalau Usman adalah suami dari Farisha.     

"Itu orang pada rese! Dasar orang-orang itu, hehh kesel!" gerutu Farisha yang baru membawa mobil keluar dari dalam.     

"Kenapa, Tante? Apa ada yang mengganggumu?" tanya Usman penasaran. Padahal tadi sebelum keluar, sikapnya biasa saja. Tapi setelah keluar, ia merasa istrinya sedang memikirkan sesuatu.     

"Ah, taulah, Man. Kamu nggak perlu tahu. Kamu mungkin nggak tahu, biarkan saja tidak tahu." Farisha tidak ingin memberitahu apa yang sebenarnya ia rasakan. Tapi ia tahu kalau pikiran para penjaga pintu masuk itu mengejeknya. Ia tidak terima akan hal itu. Walau tidak secara langsung, itu cukup membuat dirinya kesal.     

"Oh, kalau gitu, Tante yang sabar saja, yah. Apapun yang terjadi, jangan dibawa ke hati. Nanti malah bisa bikin sakit, loh. Kan nanti Tante sendiri yang merasakan. Pasti sakit hatinya."     

Farisha tidak menanggapi pernyataan dari Usman. Ia hanya tidak enak pikiran dan hati saja. Kesal karena dikerjai orang juga. Padahal ia sudah agak berharap akan kerjasama dengan perusahaan yang menawarkan barang dan tentunya berbagi keuntungan yang cukup banyak itu.     

Malam ini sebenarnya Farisha juga tidak merasa mengantuk. Karena sudah tidur seharian. Namun ia hanya sedikit pusing dengan kejadian di hotel. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini. Hanya sebuah pemikiran yang tidak ada kejelasannya.     

"Kamu belum mau tidur kan, Man? Kita jalan-jalan saja dulu, gimana? Soalnya males kalau belum ngantuk tapi harus pulang. Di rumah palingan hanya ada ibu yang sudah tidur dan pembantu yang sedang menyetrika baju." Farisha mengajak sang suami karena ia tidak ingin jika nantinya ada Benny di rumah. Karena biasanya pria itu akan datang untuk sekedar istirahat dan marah-marah.     

"Terserah Tante saja, deh. Aku menurut apa yang diinginkan olehmu. Asalkan kita jalan-jalannya tidak jauh-jauh dan bawa mobilnya dengan hati-hati, hehehe," kekeh Usman.     

Usman melirik wanita di sebelahnya, terlihat seksi dengan stelan yang dipakainya. Setelah mereka pulang nanti, ia juga berpikir, apakah dirinya akan tidur satu tempat tidur atau tidak. Tapi itu akan dibuktikannya nanti saat pulang ke rumah.     

"Oh, kalau begitu, aku akan membawamu pergi ke tempat di mana kita bisa menonton film yang bagus. Emm, enaknya kita ke bioskop saja, yah!" putus Farisha. Ia memutar balik mobilnya ke jalan menuju ke bioskop.     

"Iya, Tante. Kalau begitu, aku ikut saja. Mmmm ... aku belum pernah ke sana. Katanya di bioskop, orang bisa melihat tivi yang berukuran raksasa. Apakah itu benar, Tante?" tanya Usman dengan polosnya. Yang dibalas dengan gelengan kepala.     

***     

Di dalam kamar, Vania sudah melakukan permainannya sudah dua kali. Pria tidak dikenal itu juga sudah merasa sangat puas dengan pelayanan wanita itu. Namun karena hari sudah malam, Vania menunggu Farisha datang dan memergokinya sedang berhubungan badan, dengan orang yang ia kira Usman. Sementara lelaki itu sedang menanti Usman datang ke kamar hotel untuk melihat dirinya telah melakukan hubungan terlarang dengan orang yang ia kira Farisa.     

Dua orang itu sudah cukup lama menunggu. Malah mereka sudah mengira, telah melakukan itu berjam-jam. Kalau Usman atau Farisha tidak segera datang, mereka akan kelelahan. Karena menunggu lama tidak seperti yang ia inginkan, pria itu ingin mengungkap siapa dirinya di depan wanita itu. Sementara Vania hanya berharap wanita yang ia suruh, cepat-cepat menyudahi aktingnya. Namun entah mengapa menunggu waktu cukup lama.     

'Sebenarnya Farisha pergi ke mana, sih? Apa dia nggak tahu kalau suaminya aku garap? Padahal niatku ingin kamu melihat, aku menggarap suami kamu. Tapi aku sudah lelah. Ini mungkin sudah larut malam dan aku belum melihatnya kamu sakit hati, Farisha.' Vania hanya mendesah kecil dan meraih ponselnya. Ia menghubungi nomor wanita yang ia suruh. Tapi tidak diangkat.     

'Sebenarnya, ke mana lelaki itu? Apa jangan-jangan dia tidak tahu jalan pulang? Ah, kenapa sampai lupa begini, sih? Ah, bodo amat, lah. Biarpun tidak dilihat langsung oleh suami, aku ingin tahu bagaimana ekspresi wanita ini ketika tahu kalau yang bermain kuda-kudaan dengan dirinya bukan lah suaminya, hehehe,' kekeh pria itu di dalam hati.     

"Eh, di sini kan gelap. Bagaimana kalau aku nyalakan lampunya, Sayang?" ujar pria itu dengan kata yang menggoda. Tentu ini adalah waktunya untuk menunjukkan pada wanita yang sudah ia tiduri, siapa dirinya sebenarnya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.