Tante Seksi Itu Istriku

Menonton Di Bioskop



Menonton Di Bioskop

Vania masuk ke dalam ruangan, melihat orang-orang yang sedang menonton. Dalam ruangan gelap, ia mencari tempat duduk yang berada di tengah. Malam itu, ia hanya seorang diri, menonton film horor romantis yang sedang booming. Dan biasanya Farisha akan memeluknya saat dalam ketakutan. Apalagi saat tiba-tiba ada hantu yang muncul dan memenuhi layar.     

Di dalam tempat yang gelap, tidak banyak orang yang perduli dengan penampilannya. Berbeda saat sedang di tempat yang terang. Karena rambutnya yang masih berantakan. Juga cara memakai pakaiannya yang tidak benar. Membuat orang malah menertawakan di belakang. Dirinya juga tidak menyadari kalau sudah seperti itu. Bahkan ia tidak tahu apa yang ditertawakan oleh orang-orang saat berada di samping atau di dekatnya.     

"Heh, andaikan ada Farisha di sini. Mungkin ini akan menjadi tontonan yang seru. Karena dia suka nonton horor tapi malah ketakutan sendiri, hehehe," kekeh Vania yang bicara seorang diri. Wanita itu menemukan tempat duduk untuknya lalu menjatuhkan bokongnya di tempat duduk empuk itu.     

Saat itu film sedang berlangsung, dimana sedang adegan orang-orang yang sedang mencari keberadaan hantu. Film yang mengisahkan tentang hantu yang sering meneror di sebuah gedung. Sekelompok anak muda yang terdiri dari pria dan wanita, melakukan ekspedisi untuk membuktikan bahwa hantu itu ada.     

"Man, kamu takut hantu, enggak?" tanya Farisha pada suaminya. Saat ini dirinya merasa tegang karena mungkin saja, hantu itu muncul tiba-tiba. Tapi untung saja belum ada.     

"Emm ... nggak tahu, Tante. Aku juga jarang lihat hantu. Dulu pernah ada di bawah pohon nangka. Hantu kuntilanak yang cekikikan saat aku mau kencing di bawahnya. Terus aku nggak bisa bergerak beberapa saat. Nggak bisa teriak dan gak bisa lari. Setelah hantunya pergi, barulah bisa berlari di dalam rumah. Itu aku lihatnya saat masih kecil," balas Usman, melirik ke arah istrinya.     

Walaupun di dalam gelap, Usman masih bisa menatap wajah Farisha. Ia bahkan lebih memilih melihat istrinya daripada menonton film bergenre horor itu. Walaupun pemeran dalam film itu ada yang terlihat lebih muda dari Farisha, tetap wanita di sampingnya yang tetap menjadi tontonan kesukaannya.     

Film masih berlanjut dengan adegan pemeran utama pria yang terjebak di sebuah ruangan dan berlari karena pintu yang tertutup dengan sendirinya. Ada juga di mana lampu yang menyala dan mati seperti lampu disko. Itu bukan hanya satu atau dua lampu saja. Melainkan semua lampu yang berada di rumahan tersebut. Ada pula benda jatuh yang terdengar dari samping pria itu.     

"Man, akhh ..." desah Farisha yang mulai tegang karena ia merasa hantu di dalam film itu beraksi. Ia juga memegangi tangan suaminya untuk meredakan rasa takutnya. "Man, kamu jangan jauh-jauh duduknya, dong! Ayo lebih dekat ke sini lagi!" pintanya lirih, matanya masih menatap layar.     

Usman terus menatap wanita di sampingnya tanpa memperdulikan jalan cerita dari film itu. Walau ia baru pertama kali masuk ke dalam bioskop, nyatanya daya tarik Farisha masih yang paling kuat. Ia hampir setiap hari selalu mencuri-curi pandang. Saat mau tidur pun ia selalu membayangkan wajah cantik itu.     

"Man, apa filmnya serem atau enggak?" tanya Farisha yang menengok ke arah pemuda itu. "Eh, kenapa kamu lihat ke sini? Lihat ke filmnya, Man!" perintah Farisha. Ia juga merasa malu kalau terus-terusan dilihat seperti itu.     

"Eh, anu ... bagus, Tante. Tante ... cantik," ujar Usman, memuji Farisha. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain. Karena ia tidak mau membuat marah istrinya pura-puranya.     

"Bagus? Cantik? Kamu nonton apa, sih? Kamu lihat itu filmnya! Itu filmnya seru atau enggak? Malah bilang cantik, kamu. Iya sih, mungkin pemerannya pada cantik-cantik. Jadi kamu bilang ke situ. Dasar kamu, melihat yang cantik saja, sudah begitu senang," cetus Farisha.     

"Eh, bukan yang di sana. Tapi kamu, Cantik," panggil Usman tanpa ia sadari. "Eh ... anu, Tante ...." Ia tidak tahu harus bicara apa lagi. Karena tidak ada yang dipikirkan selain wajah cantik sang istri.     

Mendengar ungkapan spontan Usman, membuat lelaki di samping Usman menengok. Ia tahu kalau Usman sedang berbicara dengan seorang wanita. Tapi yang dipanggil itu 'tante' yang membuat pria itu penasaran. Jika dilihat dari jauh, tidak akan kelihatan. Tapi karena berada di tempat yang dekat, dengan pencahayaan dari layar film, membuatnya bisa melihat seorang wanita dewasa yang ia akui cantik. Dan tepat di sampingnya adalah seorang pemuda yang ia sangka masih berusia dua puluhan tahun ke bawah.     

'Heh, beruntung banget ini lelaki panggilan? Kalau itu aku, mungkin aku juga mau, menjadi lelaki panggilan dari wanita itu. Nggak apa-apa, yang penting dia cantik. Walau usianya kayaknya sudah tiga puluh tahunan,' pikir pria itu sambil membayangkan kalau tempat duduknya berganti dengan Usman.     

"Eh, Usman ... kenapa kamu memanggil tante terus? Aku ini bukan tante kamu, loh. Lagian kalau dikira orang, kamu lelaki sewaan, gimana? Orang status kamu ini adalah suamiku, jangan pernah panggil aku 'tante' lagi, yah!" perintah Farisha.     

Usman mengangguk setuju tapi masih bingung, apalah harus memanggil dengan nama atau panggilan mesra seperti sayang atau bebeb. Apalagi batas usia mereka yang terpaut sepuluh tahun, dimana sang wanita lebih tua dari sang pria. Farisha hanya tidak ingin ibunya tahu tentang dirinya. Apalagi kalau ada orang suruhan Benny atau orang yang menjadi saingannya atau yang membencinya menjadikan alasan itu untuk menjatuhkannya.     

Vania samar-samar mendengar suara Farisha. Apalagi suara itu memanggil Usman. Tepat di depannya, Usman dan Farisha duduk di dalam gelap. Tentu Vania bisa mendengar percakapan itu di saat sara dari film tidak terlalu keras atau sedang dalam kesunyian.     

"Kenapa ada suara Farisha, yah? Apakah dia ada di sini juga? Tapi kenapa? Ah, entahlah ... aku jadi bingung jadinya," keluh Vania yang mengingat tentang wanita yang menjadi kekasihnya itu.     

Vania belum yakin dengan orang yang berada di depannya. Ia harus membuktikannya saat Farisha ketakutan atau menyebutkan identitasnya. Atau setidaknya ia bisa mendengar suara Farisha sekali lagi. Yang harusnya Vania tahu persis, bagaimana suara wanita itu.     

"Heh, gara-gara kamu juga, Farisha. Eh, Usman yang tidak tahu diuntung itu, telah merebut Farishaku. Aku tidak mungkin bisa diam saja. Aku akan pastikan mereka bercerai dan merebut Farisha kembali. Karena dia hanya untuk diriku," putus Vania yang berbicara di dengar orang di sisinya.     

Sebenarnya ada seorang pria yang melihat Vania dari samping. Terlihat cantik dan menggoda. Tapi ia mendengar wanita itu berbicara seperti itu. Membuat pria itu ragu dengan Vania. Dalam hati pria itu bertanya, 'Apakah dia wanita tulen atau kena kelainan gender? Ah, ada-ada saja orang ini. Mungkin dia seorang waria, hehh.'     

Vania menunggu suara itu kembali terdengar. Tapi suara orang yang di depan tidak terdengar lagi karena di film itu ada efek musik yang membuat suara lain tidak terdengar.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.