Tante Seksi Itu Istriku

Aksi Memukau Farisha



Aksi Memukau Farisha

Dengan tindakan Farisha yang begitu mesra kepada Usman, membuat pemuda itu kewalahan. Ia tidak menyangka akan diperlakukan seperti ini. Farisha terus memberi Usman suapan sambil memberikan senyuman. Sangat manis, senyuman wanita itu cukup membuat sang suami menjadi terkesima. Memandangi wajah yang secantik bidadari dan mengingat kejadian semalam juga sangat menggairahkan.     

"Hemm, Suamiku, apakah kamu tahu, aku tidak menyangka akan menemukan lelaki yang setampan dirimu? Aku akan selalu ada untukmu ... biarkan dunia ini runtuh, aku akan tetap berada di sisimu selamanya. Hemm ... maukah kau menjadi pria yang paling berkesan untuk aku, hemm? Aku milikmu, Sayang. Aku, ughh, tubuh ini untukmu. Jiwa ini hanya untukmu! Jika kamu mau, dengan nyawa dan hidupku. Aku ingin kita hidup dalam perasaan cinta ini ...."     

Hanya Azhari yang merasa bahagia dan menyunggingkan senyum. Ia tidak menyangka akan melihat pemandangan yang begitu mesra dari anak dan menantunya. Ia yakin dengan pilihan Farisha. Karena anaknya terlihat sangat mencintai suaminya sekarang. Walau ia juga tahu kalau dibandingkan dengan Bram, semua orang akan tahu perbandingan kualitas.     

Bram tidak menyangka juga akan diperlihatkan pemandangan itu. Tapi ia juga melihat Usman yang kikuk. Karena kata-kata itu keluar dari seorang wanita seperti Farisha. Farisha terus memberi suapan dan kata-kata mesranya.     

'Uhh, beruntung banget si Usman ini! Kalau saja aku mendapatkan kamu suatu hari lagi, aku akan membuat perhitungan denganmu, Farisha Angelina!' seru Bram di dalam hati. Cemburu? Yah, jelas-jelas dirinya merasa cemburu. Tapi ia menyadari Farisha yang memang sengaja membuatnya cemburu.     

"Emm, anu ... aku bisa makan sendiri ..." lirih Usman ia merasa tidak enak dengan Bram. Apalagi ia sudah berjanji akan mendekatkan dirinya dengan Farisha. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Kini Farisha yang begitu perhatian padanya.     

"Eh, nggak boleh nolak, kamu yah! Aku ini istrimu, Usman. Kamu nggak perlu malu-malu gitu. Kan kita sudah bukan anak kecil lagi. Kamu sudah melihat semua tubuhku, lho ... kita semalam sudah melakukan itu. Apa kamu lupa, sih? Apa aku mau ulang yang semalam di sini, sih?" goda Farisha, masih menyuapi suaminya dengan makanan enak. Ia juga sambil menyuapi dirinya sendiri. Karena juga merasa lapar setelah seharian beraktifitas dengan panas.     

"Eh, enggak, kok. Tapi ini di depan umum, anu ... masa kita lakukan di sini?" Usman kaget mendengar pertanyaan Farisha. Tapi itu tidak mungkin terjadi karena ia tahu, alasannya Farisha selalu ingin membuat Bram pergi.     

"Kalian ini, mentang-mentang pengantin baru, malah memamerkan di depan orang. Kalau kalian belum puas, kalian bisa balik ke kamar! Ibu biarkan saja yang menemani Nak Bram ngobrol," kata Azhari.     

"Iya, aku juga ingin sekali, Bu. Mmm ... Usman, apa kamu nggak mau ngelakuin itu lagi? Kamu kan dari desa, tenagamu kayak nggak ada habisnya. Semalaman kita main sampai jam berapa, yah? Kita lanjutkan di kamar, yuk!" ajak Farisha.     

"Tapi makan dulu, Nak! Tuh, biarkan suami kamu makan yang banyak. Nanti kan biar mainnya makin jreng!" ujar Azhari menggoda.     

"Iya, deh. Kalau gitu, kamu makan yang banyak, Usman sayang. Aku juga mau makan banyak biar dapat enak dari kamu lagi, hihihi," kikik Farisha. Ia melirik Bram dan melihat reaksi pria itu. Tentu ia senang melihat emosi Bram karena cemburu.     

Usman tidak berani melihat ke arah Bram. Karena ia merasa takut untuk melihat ekspresinya. Pasti akan menyeramkan sekali dan berisi sebuah dendam yang luar biasa. Ia merasa sudah mengkhianati kepercayaan dari Bram.     

"Kamu makan sendiri, yah! Cepet-cepet biar kita lanjutkan lagi. Kamu masih kuat, kan? Mumpung kita masih baru, tiap hari kita lakuin itu, yah!" tandas Farisha.     

Mereka mulai makan sendiri-sendiri. Usman memang makan dengan cepat. Tapi ia lakukan itu karena takut pada Bram yang sudah pasti ingin memukul dirinya. Sementara Farisha sendiri masih perlahan makanya. Sambil melirik suaminya yang terlihat gugup.     

"Kamu nggak perlu gugup seperti itu, Usman! Nanti bisa tersedak, lho. Makannya nggak cepet-cepet banget juga. Apa kamu sudah tidak sabar, yah?" tanya Farisha dengan nada menggoda.     

Panas. Semakin panas yang ada di dalam hati dan pikiran Bram. Hati yang panas karena mendengar wanita incarannya mengagum-ngagumkan suaminya yang hanya pura-pura itu.     

'Sabar Bram. Kamu harus yakin, itu hanya taktik Farisha untuk membuat kamu semakin panas. Percayalah, Farisha dan Usman tidak mungkin melakukan itu. Siapa yang mau main kuda-kudaan sama si boncel itu? Ah, aku tahu Farisha memang selalu menghindar,' batin Bram.     

Hingga mereka selesai makan, Usman menghabiskan satu piring makanan dan nasi. Dan ia merasa sangat kenyang dan menikmati makanannya. Farisha juga sudah cukup kenyang. Ia melirik ke arah Bram yang makan dengan ekspresi tidak senang. Pria itu makan sambil bermain-main dengan sendok.     

"Sudah selesai makanya, Usman Sayang? Bagaimana kalau kita kembali ke dalam kamar untuk melanjutkannya?" usul Farisha. Yang berarti ini adalah perintah untuk suami pura-puranya.     

"Ya sudah, kalau begitu, kalian ini bener-bener, yah! Jangan lupa untuk buatkan cucu untuk ibu, yah! Ibu mau cucu yang banyak dari kalian," ungkap Azhari, mempersilahkan Usman dan Farisha untuk meninggalkan tempat itu.     

"Hemm, ayo Usman, kita bikin cucu untuk ibu yang banyak. Bram, kamu temani ibu aku, yah! Tapi awas kalau kamu macam-macam!" ancam Farisha. "Yuk, Man!" Ia lalu menarik tangan Usman dan membawanya pergi.     

Bram hanya diam menyaksikan punggung Farisha. Tapi pandangannya turun ke bawah dan terlihat lekukan bentuk bokong wanita itu. Yang membuatnya memeletkan lidahnya. Betapa nikmatnya jika dirinya bisa menyentuh itu. Tapi ia juga was-was. Bagaimana kalau Usman benar-benar sudah pernah melakukan seperti yang dikatakan oleh Farisha? Ia hanya bisa banyak berpikir. Ia harus mencari kesempatan untuk menemui Usman seorang diri. Ingin penjelasan langsung darinya.     

"Nak, Bram. Ayo makannya dihabiskan! Hehh, melihat Usman bisa membuat Farisha bahagia, sungguh harapan bagi seorang ibu. Yah, seorang ibu pasti akan mengharapkan anaknya bahagia dengan lelaki pilihannya. Kamu juga pasti akan menemukan wanita yang baik, Nak. Sebagai pengganti istrimu. Sayangnya Farisha bukan wanita itu. Karena kamu tahu, Farisha begitu mencintai Usman. Kamu berteman baik dengan Usman, tentu tahu Usman seperti apa. Bukankah dia seorang pria yang baik?"     

"Oh, iya Tante. Dia orang yang baik. Cocok sama Farisha. Farisha juga sangat cantik. Beruntung sekali pria yang menjadi suaminya. Pasti bisa digenjot setiap hari, tuh," ungkap Bram keceplosan.     

"Apa? Kamu tadi bilang apa, yah?" tanya Azhari. Suara musik membuat suara Bram tidak terdengar jelas. Ia juga tidak begitu yakin dengan ucapan Bram itu.     

"Eh, enggak ... anu, bukan apa-apa kok, Tante. Anu, itu hanya ucapanku yang tidak penting. Pasti mereka akan bahagia dan punya anak banyak ya, Tante," tutur Bram.     

"Aamiin ... pasti mereka akan melakukan yang terbaik. Walau Farisha menikah terlanjur usia yang kepala tiga. Tapi tidak ada kata terlambat untuk menjadi seorang ibu. Berapapun anak mereka kelak, tante hanya berharap mereka bahagia."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.