Ciuman Pertama Aruna

III-62. Ini Kelakuan Hendra?



III-62. Ini Kelakuan Hendra?

"Em. Itu, em.." Aruna tidak menemukan kosakata yang tepat untuk merangkai kebohongan berikutnya, "mommy maaf, saya.. saya minta maaf," hanya itu yang mampu Aruna lakukan seiring gerakan kepala menunduk.      

"Buat apa?" Gayatri tersenyum padanya.      

-Tunggu dia bisa tersenyum?- Aruna merasa ganjil dengan ekspresi Mommy Hendra. Ia adalah perempuan tanpa ekspresi, dan seharusnya ketika mengingat perjumpaan terakhir antara keduanya yang memilukan yakni Aruna sempat bersimpuh dihadapan sang mertua.  Wajarnya mommy Hendra tidak tersenyum.      

"Buat semuanya," Aruna mendekap erat buah dan kaleng hasil curiannya, tidak berani menatap Gayatri.      

"Susi siapkan makan untuk menantuku di teras samping," instruksi Gayatri mencengangkan. Sejak kapan dia bisa berkomunikasi dengan santai dan menunjukkan kepedulian yang hangat.      

"Ayo, gabung dengan Oma, Oma Sukma sedang minum teh di teras samping," Aruna hanya bisa nyengir ketika mertuanya memberinya penawaran yang tak mungkin dia tolak. Ketika langkah mungil tersebut berjalan di balik punggung sang mertua, ada yang melambatkan langkahnya.      

Gayatri mengiringi Aruna, dan tentu saja sang menantu berkesiap seketika. Banyak perempuan yang kesulitan mengawali kata, memulai obrolan, termasuk berdamai dengan mertua. Aruna salah satunya. Perempuan mungil ini sedang tertekan luar biasa, nyalinya sebatas berjalan menunduk ke bawah.      

"Aku bahagia, akhirnya Hendra berhasil meluluhkan hatimu dan keluargamu, senang rasanya melihatmu kembali," ungkapan Gayatri mendorong anggukkan dua kali.      

Sebenarnya Gayatri sedang mengamati secara menyeluruh penampilan menantunya, istri Mahendra telanjang kaki dengan rok jatuh setinggi lutut dan kaos ringan yang menyuguhkan resleting depan, membalut tubuh berisi yang tingginya tak seberapa dibandingkan Gayatri.      

"bagaimanapun juga, sejujurnya orang tua paling bahagia ketika melihat kehidupan putranya diliputi kebahagiaan. Aku minta maaf, lupakan yang terjadi dulu," monolog Mommy menghentikan langkah kaki kecil. Ada mata mengerjap kesekian kali. Kaleng dan buah yang didekap mendapatkan pelukan kuat.      

Dua mata perempuan bertautan mengurai rasa saling berterima kasih atas alasan masing-masing walaupun tanpa suara, tapi mereka mampu mengirim bahasa.      

Sesaat berikutnya keduanya teralihkan oleh hibuk asisten rumah induk yang berusaha memenuhi permintaan nona utama keluarga Djayadiningrat terkait makan siang setengah sore di teras samping.      

.     

Aruna makam dengan lahap, dia amat sangat lapar. Caranya makan mengundang perhatian sampai-sampai Oma dan mommy tak bisa berkata-kata sebab lebih suka mengamatinya.      

Cara makan yang terkesan rakus, kurang sopan, tapi yang melihatnya ikut-ikutan menelan saliva.      

"hehe," Aruna meringis bodoh setelah penampakan wajahnya dari balik mangkok yang kuahnya terminum tanpa sisa. Ini adalah porsi kedua yang dia libas habis.      

"Apa makan seperti itu tidak membuat Aruna tersedak?" Oma Sukma sedang keheranan.      

"Hehe," dia yang diajak bicara kembali mengurai tawa ringan, sambil membuat gerakan lirih berupa tangan kanan meraih cake yang berada di atas piring cantik.      

"Tak apa Oma, ibu hamil memang rakus," Gayatri yang baru menelan salivanya melihat cara makan aneh Aruna mencoba menalar dan membantu Oma Sukma mencerna pemahaman.      

-Hais' aku lapar sejak pagi setelah di habisi cucu anda- Aruna sebatas bergumam di hati untuk membalas berbagai pertanyaan yang dilempar dua perempuan dari keluarga konglomerat.      

"Iya, benar, Oma suka melihat semangat makan Aruna," ini suara Oma Sukma.      

"Saya juga tertarik, bahkan ikut lapar berasa ingin makan bareng Aruna," komentar mommy.     

-Ya benar saja! Apa mereka belum pernah melihat orang kelaparan? Ah' kenapa aku jadi tampak konyol begini- alasan berikutnya terbit setelah berbagai pernyataan kembali terlempar kepada Aruna.      

.     

Setelah hidangan di atas meja bulat batuan marmer tak meninggalkan sisa para asisten memundurkannya. Aruna pikir dia akan berhenti sampai disini kegiatan tonton-menonton dua perempuan yang teridentifikasi kaya dari sononya dan jarang keluar rumah.     

Kenyataannya Aruna disuruh berdiri di hadapan mereka, sambil membuat pengamatan serius     

, tubuh Aruna diminta beberapa kali memutar.      

-Apa lagi ini??- keluh istri Hendra dari dalam hati.      

"Sini mendekat," pinta Oma Sukma, dan Aruna mendekati perempuan yang duduk di hadapannya.     

Istri Mahendra terkejut bukan main ketika rok mininya sengaja dibuka sedikit, "Oma.. malu,"      

"ini kelakuan Hendra??" dia yang bertanya membuat konfirmasi, tanpa bertanya pun seharusnya sang nyonya besar tahu.      

Spontan Aruna memegangi roknya, ketika punggungnya didorong oleh tangan Gayatri agar kian maju ke depan, lebih dekat pada Oma Sukma. Nyatanya, tangan istri Opa Wiryo tersebut meraih resleting baju bagian depan Aruna dan membukanya, tersaji dada perempuan tersebut.      

"Ih' separah ini Hendra!!" yang sedang bicara menerbitkan ekspresi kesal luar biasa.      

"Oma aku malu," Aruna bergerak cepat menutup dirinya.      

"Bentar Oma mau lihat," perempuan paruh baya tersebut bersikukuh meminta waktu untuk memeriksa bagian tubuh Aruna.      

"Aruna, nak, kalau kamu tidak nyaman di gigit jangan mau!" Aruna tidak mengerti darimana timbulnya kemarahan ini. Yang pasti, Sukma sedang kesal luar biasa.      

"Oma ini bukan di gigit tapi di sesap," Gayatri membenarkan pilihan kata yang digunakan ibunya.      

"Aah' apapun istilahnya oma ngeri melihatnya," Susi dan seorang asisten yang mengekor para perempuan rumah induk sedang bersusah payah tahan tawa.      

"Sudah kecil, ringkih, banyak bercak merah dimana-mana, hamil pula, Susi.. telepon Hendra! suruh cepat pulang!!" nyonya besar membuat permintaan yang langsung disambut asistennya.      

.     

.     

"Huh! Apa lagi sekarang!" keluh Hendra di tengah caranya memimpin meeting desain produk industri pangan drink&food DM group, salah satu brand produk makanan mengalami kesalahan desain produk. Penggunaan tiga warna dasar pelangi pada sudutnya membuat sebagian masyarakat salah persepsi.      

Semua produk hasil desain produk gagal tersebut terpaksa ditarik dari pasar, mengakibatkan kerugian besar sebab membutuhkan pengerjaan berulang. Parahnya, belum ada desain produk baru yang layak menggantikan desain sebelumnya. Sehingga problem perusahaan drink and food Djoyo Makmur group kian berlarut-larut, penurunan daya jual kian menukik grafiknya di pada dua minggu terakhir.      

Kantor pusat Djoyo Makmur Group memanggil secara resmi direktur utama beserta jajarannya yang merupakan peserta meeting hari. Saat ini sebenarnya merupakan meeting kedua setelah tadi pagi.      

[Kenapa menghubungi saya Susi?!] keluhan Mahendra mendorong kerutan pada tiap-tiap dahi peserta meeting.     

[Oma Sukma meminta anda pulang lebih cepat]      

[Ada apa??]      

[Em.. beliau bilang anda tidak diizinkan tidur dengan istri anda kalau anda tidak segera pulang]      

[Pernyataan macam apa itu?!] Pikiran Hendra sedang kacau, bukan sekedar disebabkan Aruna pura-pura hamil atau menukiknya grafik penjualan salah satu perusahaan. ada hal lain yang lebih mengganggu. masalah utama Hendra hari ini salah satunya ialah penyesalan mata biru karena belum sempat berjumpa tim Thomas dalam agenda kerja mereka.      

[Jadi begini..] Susi belum menjelaskan apapun.      

[Ya. Ya. Aku pulang] lelaki bermata biru lelah.     

.     

"kita sudahi meetingnya," ungkap Hendra setelah kepalanya kian penuh.     

"Oh, ya, aku tak berkenan ditemui sebelum kalian mendapatkan desain produk yang layak," tukasnya bangkit meninggalkan ruang meeting.      

.     

.     

Seorang kepala asisten berlari cepat, setelah mendapati mobil pewaris tunggal keluarga ini terparkir di depan. Lelaki dengan dasi kupu-kupu memberitahu Oma.      

Aruna tertahan di teras samping, teras rumah yang menyajikan danau indah,  letaknya tidak jauh dari posisi ketiganya duduk.     

.     

Sesuai instruksi, Hendra yang berniat menemui istrinya mengikuti arah Susi membawa langkahnya.     

"Hai Honey," sapa lelaki bermata biru pada istrinya, dia memberi sentuhan lembut bibir menyentuh pipi.      

"Ada apa ini?" kalimat Hendra berikutnya ialah bagian dari tanda tanya mengapa dirinya ditatap tajam ibu sekaligus neneknya.      

"Duduk!" perintah Oma Sukma.      

Hendra menekuk mulutnya seiring kegiatan melepas jas dengan bantuan Aruna, mata biru ikut duduk di dekat istrinya bersamaan dengan gerakan melonggarkan dasi.      

"Kamu tahu seberapa rawannya ibu hamil pada semester pertama?" Hendra menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan sang Oma.      

"Aruna bisa keguguran kalau kau menungganginya tiap malam," monolog Oma Sukma amat mencengangkan.     

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

1. Lempar Power Stone terbaik ^^     

2. Gift, beri aku banyak Semangat!     

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D. Instagram @bluehadyan grup WhatsApp 081216380697     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.