Ciuman Pertama Aruna

III-32. Tepian Pelupuk Mata



III-32. Tepian Pelupuk Mata

"Kenapa kau tertawa, Nggak ada yang lucu!!" sentak Aruan.     

"Kalau marah begini, istriku makin lucu,"     

"Jadi aku badut??"     

"Bukan begitu, ya tuhan.. salah lagi,"     

Mendengar ungkapan ini Aruna melirik Hendra sesaat lalu mencoba menyisir rambut se-kenanya. Dengan bara api yang masih berkobar di dada, perempuan ini meraih kuncit rambut kemudian membuat gerakan meng-kucir segenggam rambutnya.     

Genggaman rambut yang tertali itu lebih naik ke atas dari pada biasanya, menyajikan leher jenjang Aruna.     

"Aku sudah bilang aku tidak suka kamu mengikat rambutmu ke belakang," Hendra protes dengan nada hati-hati.     

"Kau juga tampil sempurna tiap saat, mengapa aku tidak boleh?!" intonasinya masih intonasi kekesalan, "Ini sempurna versiku!," hanya desahan yang diterbitkan Mahendra mendengar kata-kata istrinya.     

Perempuan tersebut kini membuka laci meja rias dan mengeluarkan lipstik, kemudian mencoba mengaplikasikannya. Berusaha sebaik mungkin agar terlihat rata dan bagus. Aruna sedang ingin mengikuti tutorial terbaru yang dia lihat via YouT*be. Maka dari itu istri Hendra mengeluarkan lagi jenis lipstik kedua lalu membuat bercak pada bibir bagian dalam, akan tetapi lagi-lagi hasilnya tak sesuai ekspektasi.     

Aruna memulai frustrasinya. Wajahnya mengerut dan kian kecut, padahal ada yang berniat mengantarkannya ke kampus pagi ini, sebagai upaya mereda hati perempuan yang sedang membara terserah cemburu yang sejujurnya terkesan lucu.     

Aruna kembali mencoba hal lain yang terlalu asing yakni menjepit bulu matanya. Hendra yang sekedar melihat saja ikut miris di buatnya, dia tampak kaku dan cenderung grogi.     

Ingin mulut Hendra menggulirkan kalimat bantuan, tetapi wajah perempuan yang tertangkap matanya dari pantulan cermin sedang mode berbahaya, jadi lagi-lagi di urungkan.     

"Gimana sih memakainya? ini susah sekali!" kalimat kekesalan tersebut sejalan dengan gerakan meletakan penjepit alis kasar.     

Hendra tidak berani menertawakannya, dia juga sedang bersabar. Masih dengan memperhatikan Aruna dan berharap bisa mengantarkan istrinya ke kampus, pria bermata biru melirik jam di tangan berulang.     

Sampai sebuah suara "AH," Aruna membuyarkan segala konsentrasinya. Pelupuk mata perempuan tersebut cemong sebelah, Hendra tidak tahu apa yang terjadi. Yang pasti tangan kanan Aruna memegang benda sejenis kuas dengan ujung runcing yang bisa menghasilkan garis hitam pada tepian atas bulu mata.     

"Hiks," ini suara tawa Hendra yang tercekik.     

"Kenapa kau??" Aruna menangkap muka merah Hendra melalui cermin, "mau menertawakanku!?" Dia menggerutu.     

"Enggak.." Hendra membalas cepat dan buru-buru menggigit bibir bawahnya. Sekuat tenaga menjaga laju nafasnya biar tidak kelepasan, "Hiks," masih saja lolos sedikit dan Hendra Lagi-lagi mendapatkan tatapan mata elang yang menajam, "Ini cegukan," pria ini membuat alasan sambil menghirup dan menghembuskan nafas berulang.     

_Oh' nama benda tersebut eyeliner_ Hendra mendekat sambil menahan geli yang teramat di perutnya. Mencoba mengamati benda yang di pegang istrinya setelah berhasil berdamai dengan rasa ingin tertawa.     

"Mengapa kau mendekat?! Masih mau menertawakanku!" orang marah memang punya sejuta pikiran negatif di kepalanya.     

"Aku ingin membantumu?" Hendra ingin sekali bisa berdamai secepatnya.     

"Nggak Usah!!" masih saja Aruna berbicara dengan nada tak mengenakan.     

"Aku mau mengantarmu ke kampus, apa bisa lebih cepat," ujar Hendra dengan tutur paling halus versinya.     

Kini giliran Aruna menyahut tisu basah dan mencoba memperbaiki coretan cemong pelupuk mata kirinya. Dasar si perempuan satu ini jarang danda, dia tak begitu mengerti cara membersihkan yang benar. Maskara basah pada bulu matanya ikut terkikis, menghasilkan mata Panda hitam berantakan.     

Gadis ini berusaha keras membersihkan semuanya dan kembali mengulangi halnya sama. Namun ketika menjepit alis untuk kedua kalinya, "Auu.." keluhan ini lebih terdengar kesakitan dan berujung pada mata merah berkaca-kaca.     

Ternyata Aruna menangis antara pelapuk matanya ke jepit, atau bisa jadi karena capek nggak bisa dandan, buktinya dia melempar benda yang berfungsi sebagai pelentik bulu mata tersebut dengan lemparan sebal, lelah yang berujung pasrah.     

Saking jengkelnya perempuan yang biasanya manis ini memungut eyeliner yang bentuknya mirip pensil alis dan berusaha mematahkannya.     

Hendra masih sempat-sempatnya terbengong sesaat sebelum akhirnya dia benar-benar mendekat dan meraih eyeliner tak berdosa.     

Mata biru baru kali ini menemukan perempuannya berperilaku demikian. Aruna tak pernah sekalipun punya polah tingkah aneh, ekspresif atau semacamnya selama dua tahun kebersamaan mereka.     

Hendra belum menyadari ada yang mulai mengenal rasa cemburu yang di barengi ingin jadi nomor satu di mata suami.     

Sehingga kejengkelan yang aneh bisa muncul kapan saja, lebih tepatnya Aruna kian berani menunjukkan perasaan aslinya di hadapan Mahendra.     

"Benda ini tak bersalah," kata Hendra, sambil menarik kursi yang di duduki perempuan yang matanya merah.     

Hendra meraih tisu basah untuk mengusap air mata yang akhirnya tumpah.     

Gadis ini juga beberapa kali terlihat mengusap air pada wajah menggunakan ujung kaos yang membungkus lengannya.     

Setelah air mata itu reda, ada pria yang berusaha membantu istrinya. Hendra memberanikan diri memoleskan alas bedak di wajah polos Aruna.     

"Memang kamu bisa?" tanya putri Lesmana masih dengan sesenggukan.     

"Aku juga belum tahu," pria ini tersenyum menenangkan. Sambil meratakan pelembab.     

"Yah, jangan! Kamu Cuma mau uji coba di wajahku. Aku nggak mau," Aruna bawel sekali hari ini.     

"Tenanglah," pria yang bicara sudah berganti atraksi, dia menaburkan bedak. Gerakan puk-puk ringan dia hantarkan dengan sabar tanda sayang.     

Kini giliran lipstik di tebali, sedikit. Hendra bahkan menggunakan ujung telunjuknya untuk meratakan rona pada bibir perempuannya.     

"Lain kali beli yang lebih bagus mereknya," dia menyarankan, "hasilnya akan berbeda," dia yang bicara sedang meraih maskara. Sesaat terlihat memperhatikan label yang tertera.     

"Tahu dari mana?" tanya Aruna.     

"Tania sering bilang begitu, ketika dulu sering memintaku membelikan benda-benda semacam ini," ada yang menautkan alisnya seketika.     

"Tania temanku, kau juga tahu," Hendra menyatukan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya, yang kemudian di letakkan tepat di tengah-tengah alis yang menyatu. Pria bermata biru ternyata membuat gerakan memisahkan dua alis menyatu memanfaatkan pucuk jari tengah dan jari telunjuk yang perlahan meregang.     

"hari Ini aku nggak mau masuk kuliah!" suara tersebut sedikit tegas.     

"tumben, biasanya paling rajin," Hendra menyentil perilaku perempuan yang kian imut saja kelakuannya ketika sedang marah. Masih dengan usahanya merias sang istri dengan membantu menjepit bulu mata sekali lagi.     

"Aku mau jalan-jalan sama Herry, jadi kamu pergi kerja sendiri," Aruna akhirnya punya permintaan juga.     

Hendra yang kini memasangkan maskara dengan sangat hati-hati bahkan terkesan menahan nafasnya. Kembali bertanya, "Kenapa?"     

"Aku mau belanja, menikmati jadi istri Mahendra," ujar Aruna yang berhasil menerbitkan lesung pipi suaminya.     

"Sekarang tutup matamu," Hendra akan menggoreskan eyeliner pada tepian pelupuk mata Aruna.     

"Aku tak di ajak?" Kata Hendra sambil berkonsentrasi buat garis hitam sesempurna yang dia bisa.     

"Enggak!" tegas Aruna, "Di ajak pun paling lebih memilih bekerja," Hendra tersenyum lagi mendengar gerundel hati sang istri.     

_aku mau pergi ke kantor pengadilan Agama, mencabut gugatan sebelum para penyihir menyerang_ entah dari mana Aruna belajar bersiasat.     

"Coba lihat cermin sekarang, ... ... ...     

.     

.     

__________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

1. Lempar Power Stone terbaik ^^     

2. Gift, beri aku banyak Semangat!     

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan     

Cinta tulus pembaca yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     

Biar makin seru bacanya follow Instagram => bluehadyan     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.