Ciuman Pertama Aruna

III-30. Puss [Menikah+]



III-30. Puss [Menikah+]

Pasangan suami istri ini sudah berpamitan untuk pulang.     

Mereka sudah berada di tempat parkir mobil yang terletak pada basemen rumah sakit. Mobil hitam legam yang terparkir di kesunyian, segera di buka pintunya oleh sang suami khusus untuk istri tercinta.     

Baru juga Aruna duduk, kemudian berupaya memasang sabuk pengaman.     

Secara mengejutkan ada gerakan memundurkan pegas kursinya. Dia yang kini menamati bibir perempuan kembali membuat kenakalan, menjadikan kursi yang berperan menopang punggung istrinya lebih condong ke belakang.     

"Hendra kau mau apa?!" Aruna tahu wajah itu, ekspresi lelaki butuh sesuatu.     

"Hehe," dia tertawa melepas kancing baju yang membungkus dada istrinya, Aruna.     

"Sebut aku 'Mas Hendra'," bisik lelaki bermata biru pada telinga sisi kiri putri Lesmana, "seperti tadi," desahnya memaksa.     

Sejalan kemudian dia berhasil menenggelamkan perempuan yang tak lagi punya kuasa melawan, sebab telinganya sudah di jilat-i lelaki yang sedang menjalankan kenakalan.     

.     

.     

"Hen.. sudah! Sudah! Aku nggak sanggup. Please!," bukannya di biarkan terlepas. Si pelaku kian menjadi-jadi, melumat bibir protes sang istri.     

"Sebentar, biar aku bernafas," perempuan yang hemnya sudah berantakan mencoba menyadarkan lelaki yang kian hobi berburu kalau maunya belum ter turuti.     

"Mas Hendra tenanglah, aku Cuma mau bertanya. Bagaimana cara kita melakukannya di tempat seperti ini, lihatlah gerak saja susah!" protes Aruna.     

"Kamu mau juga akhirnya," dia yang berhasil, tersenyum licik penuh harapan.     

"Biarkan aku memangkumu, akan kutuntun kamu mencapai yang kita mau," tukas mata biru.     

"Yang kita mau?! Ih' yang kamu mau lebih tepat -nya!" Aruna masih belum bisa menalar inginnya Mahendra.     

"Belum mencoba sudah protes-protes terus..," cibir si lelaki, "awas saja kalau entar mau lagi," Hendra dan Aruna bertukar posisi.     

"Sini!" kata Hendra setelah berhasil memangku istrinya.     

*Sensor*     

***     

Seharian Hendra tidak pergi ke mana-mana. Sedikit aneh untuk Aruna yang terbiasa di tinggal dengan berbagai alasan kesibukan.     

"Nggak kerja ya?" perempuan ini bertanya pada pria yang memangku laptopnya.     

"Apa aku terlihat sedang menonton film panas," ungkapan macam apa itu. Benar-benar rugi Aruna membuat pertanyaan barusan.     

Putri Lesmana yang sempat di landa gelisah oleh undangan pertunangan suaminya mencoba berinisiatif. Dia mengenakan celemek di tubuhnya bahkan sekarang perempuan ini sedang mengenakan hot pan dengan panjang sejengkal supaya terlihat paling menawan.     

Aruna membuat kue bolu malam ini. Bersama perasaan percaya diri yang bisa di bilang kebetulan pernah membantu bunda membuat kue yang sama. Aruna mencobanya dan korbannya tentu saja Herry. Ajudan setia Mahendra, bolak-balik ke supermarket di bawah mansion ini. Karena Si nona menyuruhnya membeli ini itu.     

Aroma bolu telah membumbung ke udara, mengundang si pria yang memang diharapkan tertarik pada hasil cita rasa tangannya.     

Akan tetapi, wajah Mahendra tidak sesuai harapan Aruna. Pria ini sedang fokus pada pantry berantakan termasuk perempuan yang mukanya berlepotan. Belum lagi bentukan bolu buatan istrinya tidak presisi.     

"Gimana nih?! Kok hasilnya begini!" Aruna manja, rasa-rasanya dia ingin menangis saja.     

Herry yang baru datang setelah ke tiga kali belanja hal-hal yang di lupa istri tuanya. Ikut tertegun melihat maha karya yang hasilnya sangat tak biasa. Alias terlalu abstrak.     

"Tapi rasanya lumayan," gadis dengan tangan masih penuh adonan yang lupa di bersihkan, mencuil kecil pinggiran bolu.     

Hendra yang duduk di hadapannya ikut-ikutan mencoba. "enak," kata itu membuat Aruna berbahagia seketika.     

"Masih bisa di perbaiki asalkan finishing butter-nya benar," Hendra berjalan mengitari meja menuju tempat berdiri istrinya.     

Merebut pisau kue yang digunakan Aruna untuk membuat finishing berlepotan khas putri Lesmana. "Begini yang benar," Hendra tersenyum menyentil hidung perempuan yang mulutnya jadi mencucuh sebab pada akhirnya masih tetap di bantu.     

"aku.. aku yang meriasnya," kata Aruna ketika butter sudah melapisi bolu dengan sempurna.     

Perempuan ini membuat bunga dengan butter warna-warni yang di masukkan pada plastik berujung runcing. Dibalik keseriusan Aruna membuat hiasan dari cara panjang bikin kue. Si lelaki memainkan contong berisikan butter hijau. Pria itu membuat riasan butter juga, sayang bukan di kue akan tetapi di pipi istrinya.     

"Aduh.. pipiku kotor dong!!" protes Aruna yang sedang serius.     

"Aku bersihkan," dan bibir lelaki bermata biru mendekat, menggunakan mulutnya untuk membersihkan pipi Aruna yang dia pasang butter warna hijau. Hal yang sama lagi-lagi dia ulangi. Begitu terus sampai istrinya selesai menghasilkan tampilan cantik pada bolu buatannya.     

"Yaah.. capek juga," giliran sudah selesai, "kok sayang.. harus di potong, -nih?!" Aruna galau sendiri.     

Si pria meraih handphonenya, mengarahkan kameranya kepada kue bolu buatan istrinya lalu menuju wajah sedikit basah oleh jilatan, lagi-lagi ulah Mahendra.     

"Mana senyumnya?" tanya Hendra meminta Aruna menyapa video yang mendekat. Hendra membuat rekaman sederhana dengan handphone di tangan, "Jadi ini buatan istriku.. akhirnya selesai dengan cantik, sayangnya.. Yah, mari kita lihat ," Mahendra menunjukkan dapur berantakan, "haha," lalu ada tawa lelaki bermata biru yang tak sanggup melihat keadaan.     

"apa aku harus mencuci semua ini sendiri?" Aruna tertangkap kamera meraih beberapa benda untuk diletakkan di dekat wastafel, "bantuin dong.." dia yang sudah meringkus semua benda berdekatan sumber air mulai mencuci tangannya kemudian mengenakan sarung tangan untuk cuci piring.     

"Nggak mau, hehe," Hendra menggelengkan kepala, buktinya kamera di handphone itu ikut bergerak seirama dengan galengan kepala.     

"Hendra jahat," kata Aruna pada kamera.     

"Mas Hendra," membenarkan panggilan Aruna.     

"Aku akan panggil seperti itu kalau di luar rumah, kalau di dalam rumah aku panggil sesuka hati," ucap gadis yang gerak geriknya masih tertangkap kamera handphone yang di genggaman Mahendra.     

"Bisa aku panggil, Hen, say, hubby, honey, Puss," kata bibir yang gerak geriknya amat menggemaskan.     

"Lho yang terakhir?? puss?? Apa maksudnya?" ini kata tanya Mahendra.     

"Pus itu kepanjangannya 'pria usil suka sun'," ada tawa pada akhir kalimat Aruna.     

"Oh kira -in aku mirip kucing, yang suka mengendus," Hendra menggoda.     

"Ah itu juga benar," perempuan ini berbicara sambil membersihkan loyang bekas membuat adonan kue.     

"lebih benar lagi Pus itu kepanjangan dari 'pria unyu suka susu'," Hendra tertawa lepas melihat pipi Aruna memerah.     

"Idih' mesum!" Aruna membuat ungkapan hinaan, berdecap pinggang memberi peringatan.     

"nggak mesum kali... Aku memang suka susu. susu cair low suger, susu coklat hangat, susu putih dengan krim karamel juga suka," kata cucu Wiryo membuat daftar kesukaan, "tapi yang paling aku suka, susu yang di bawa ke mana-mana sama istriku, hahaha."     

"APA?? DASAR GILA," Aruna bergerak membuat pukulan pada bahu suaminya. Pria ini tak henti-hentinya tertawa.     

"Hai.. jangan marah.. lihat! Dia bergerak-gerak nanti tumpah," Hendra terkekeh-kekeh dengan godaannya sendiri.     

"Aaargh," sedangkan Aruna berteriak memukuli cucu Wiryo yang tidak tahu malu, bikin perempuan ini geli sendiri.     

"Brak!" ada yang terjatuh di lantai.     

Setelah mereka mengamati sesuatu yang tersenggol siku belakang Mahendra.     

Ah' ternyata kue buatan Aruna, dan malam ini si kecil istri lelaki bermata biru berakhir dengan menangis tersedu-sedu dan sejadi-jadinya.     

.     

"Ini semua karena kamu! Karena kamu nakal!," Aruna masih konsisten ngambek, nggak mau di bujuk, di sentuh bahunya saja mengelak dan memasang wajah muaknya.     

"pokoknya aku nggak mau! melanjutkan mencuci!" dia memerintah, memanfaatkan kemarahan.     

"Iya aku yang cuci," kata Hendra, saat ini lelaki bermata biru sudah di bantu Herry membersihkan kue bolu yang jatuh berserakan di lantai.     

.     

.     

"Nah, sudah bersih semua," kata Hendra memberi tahu Aruna. "sekarang tinggal membersihkan perempuan yang bibirnya maju, sampai-sampai bisa jepit pakai penjepit," kembali Hendra bersuara.     

"Maksudnya Aku??"     

"bukan.." Hendra menatap, mendekati perempuan menggemaskan, "bukan aku, tapi kamu," Hendra masih saja menggodanya. Membopong perempuan dalam dekapan.     

"Aku maunya berendam air hangat,"     

"Iya,"     

.     

.     

__________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

1. Lempar Power Stone terbaik ^^     

2. Gift, beri aku banyak Semangat!     

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan     

Cinta tulus pembaca yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     

Biar makin seru bacanya follow Instagram => bluehadyan     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.