MENGEJAR CINTA

PERASAAN HAMPA



PERASAAN HAMPA

Elisa tidak tahu apa yang terjadi pada Robin, ini juga pertama kalinya Robin berinisiatif sendiri untuk memeluk Elisa.     

Elisa tidak ingin berpikir terlalu jauh lagi, ia hanya ingin menikmati sisa waktunya dengan baik.     

Mengingat penyakitnya semakin parah. Elisa juga harus melakukan beberapa hal untuk orang tercintanya termasuk sang adik.     

Ia akan bicara pelan-pelan pada Sam, Elisa berharap Sam mengerti walaupun Elisa tahu bahwa Sam pasti akan sangat bersedih.     

Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi.     

Mereka masih berpelukan saat itu, Elisa tidak tahu apa yang terjadi sehingga pelukan yang berlangsung cukup lama itu masih terasa erat.     

" Robin." Panggil Elisa.     

Robin tersadar dari lamunannya, lalu perlahan melepaskan pelukannya pada Elisa.     

" Kau pasti lelah,Istirahatlah."     

Ucap Robin pada Elisa.     

" Aku baik-baik saja. Tapi, bisakah aku bertanya, mengapa kau sampai terluka?!"     

Robin menatap bingung kearah Elisa, ia tidak tahu harus mengatakan apa saat itu.     

" Tidak apa-apa, jika kau tidak ingin cerita. Tapi kedepannya kau harus menjaga dirimu baik-baik, jangan sampai terluka lagi seperti ini."     

Ucap Elisa pada Robin, lalu turun dari tempat tidur untuk kembali ke tempat tidurnya.     

Robin sendiri tidak tahu harus bersikap seperti apa, selama ini memang memiliki perasaan pada Elisa, tapi ia tidak tahu perasaan apa itu.     

Ia tidak bisa melihat Elisa bersedih,menangis bahkan terluka sedikitpun.     

Tapi di sisi lain, Robin juga masih belum bisa mengikhlaskan Adelia pergi.     

Mungkin dia egois tapi itulah kenyataannya bahwa ia terikat dengan masa lalu dan takut untuk melangkah ke masa depan.     

Mengingat semua orang yang berada di samping menderita, dan irang yang ia cintai seakan di renggut pergi dari kehidupannya.     

Robin ingin menceraikan Elisa bukan karena ia tidak memiliki perasaan pada Elisa, karena Robin takut perasaan itu akan lebih dalam lagi dan membuat hidup Elisa menderita karena kutukan sumpah yang ia ambil.     

Sejak ia melanggar itu semua, hidupnya tidak pernah damai, penderitaan selaku datang pada orang terkasihnya.     

Seperti hidup Adelia yang hancur karenanya, walaupun Robin ingin mengikhlaskan tapi hatinya masih tetap saja sakit.     

Begitu juga dengan Elisa yang telah banyak menderita karenanya, sebelum terlambat Robin ingin mengakhiri semuanya dan memili hidup menyendiri selamanya.     

Namun takdir begitu kejam pada kehidupannya, ia bahkan tidak merasakan manisnya cinta tapi ia malah akan kehilangan istrinya.     

'Sumpah sialan.!! kutukan sialan.!! Mengapa bukan aku saja yang mau ambil.akulah yang melanggarnya tapi mengapa harus orang di sekitarku yang harus menanggungnya.!!' batin Robin yang merasa kesal.     

Elisa melihat wajah Robin yang tampak lebih murung lagu, ia ingin menggegam tangan itu sekali lagi, tapi mengingat Robin tidak menyukainya dan akan merasa tidak nyaman. Elisa memilih untuk diam, dengan berbalik membelakangi Robin.     

'apakah dia akan menangis saat kepergian ku nanti?, apakah dia akan merasa kehilangan atau merindukan diriku?!hhmm...itu akan menjadi perjalanan terakhir yang menyenangkan, setidaknya aku akan pergi dengan rasa lega bahwa aku pernah ada dihatinya.' batin Elisa, sambil menyetuh dadanya.     

Robin hanya bisa menatap punggung Elisa saat membelakanginya.     

Entah bagaimana reaksi Elisa jika tahu bahwa Robin mengetahui penyakitnya itu.Pasti Elisa akan kabur darinya.     

Karena kesal tanpa sadar Robin mengumpat dan menarik selimut yang ada di samping, dan hal itu membuat infus yang ada di tangan terlepas serta membuat Elisa terkejut.     

Elisa bergegas bangun dan lebih terkejut lagi melihat tangan serta ekspresi wajah Robin.     

" A-apa.apa yang terjadi?! "      

Tanya Elisa pada Robin.     

Robin segera memalingkan wajahnya dari Elisa dan melihat tangannya berdarah.     

" Ah,ini tidak apa-apa. Kau istirahatlah."     

Ucap Robin lalu memanggil Suster untuk mengganti selang infus yang telah tusak itu.     

Elisa ingin turun dan membantu, namun melihat sikap Robin seperti itu membuat Elisa sedikit takut untuk mendekat.     

'apakah kau sebenci itu padaku?!' batin Elisa.     

Mata Elisa mulai memerah,dan air mata mulai menetes di pipinya.     

Elisa mengirah bahwa Robin baru saja tersadar dengan apa yang telah ia lakukan,Robin pasti membenci pelukan dan kehangatan yang ia berikan pada Elisa, padahal Elisa telah berbuat jahat padanya.     

Itulah pikiran Elisa saat melihat ekspresi wajah serta sikap Robin yang sangat kesal.     

Sebenarnya Robin tidak ingin melihat Elisa khawatir, dan ia juga tidak tahu bagaimana caranya mengekspresikan perasaannya.     

Ketika Robin melihat Elisa, ia terkejut meliy air mata di wajah Elisa.     

" Elisa, " ucap Robin yang terkejut.     

Elisa pun segera memalingkan wajahnya, serta tubuhnya dari Robin.     

" Aku ingin istirahat. Tolong jangan jangan ganggu aku, dan jika kau keberatan berada di satu kamar denganku,kau bisa pindah keruangan lainnya."     

Ucapan Elisa itu membuat Robin tercengang,ia tidak menyangka bahwa Elisa akan salah paham seperti itu padanya.     

Walaupun Robin sadar bahwa itu adalah hal wajar, mengingat perlakukannya selama ini pada Elisa.     

Untuk malam ini Robin tidak ingin menjelaskan apapun, mengingat mood Elisa juga yang sedang buruk karenanya.     

'dia bahkan tidak menjelaskan apapun.' batin Elisa.     

Sementara Robin masih terjaga sepanjang malam, menatap punggung Elisa yang enggan berbalik melihat kearahnya.     

Padahal tempat tidur mereka berdekatan.     

Waktu menunjukan pukul 2 pagi, dan Robin masih belum memejamkan matanya, hingga ia terkejut saat Elisa berbalik.     

Robin segerah menutup matanya, karena terkejut saat itu.     

Perlahan Robin membuka matanya sedikit demi sedikit, ternyata Elisa sedang tidur.     

Cukup lama ia memandangi wajah Elisa,hingga wajahnya terasa panas.     

" Ada apa dengan diriku.!" Gumam Robin.     

Saat ia melihat Elisa bergerak, Robin kembali menutup matanya.     

Ternyata kali ini Elisa benar-benar bangun,Robin dapat melihat sekilas.     

'padahal aku belum berbalik,tapi dia telah bangun terlebih dahulu.!' batin Robin yang prustasi.     

Elisa cukup kaget melihat wajah mereka saling berhadapan saat itu, tapi melihat Robin yang sedang tertidur membuat Elisa lega karena bisa melihat wajah tampan Robin.     

" Alangkah senangnya jika dapat menyetuh wajah halus itu." Gumam Elisa.     

Robin dapat mendengar perkataan Elisa, dan membuat jantungnya berdetak serta wajah memanas.     

Elisa yang melihat wajah Robin merona, merasa bingun padahal di dalam kamar begitu dingin tapi Robin malah kepanasan hingga seperti itu.     

Taoi Elisa juga senang melihat wajah Robin yang seperti itu, terlihat lebih menawan.     

" Ini tidak adil. Seharusnya dia di berikan wajah monster di bandingkan wajah malaikat itu. Walaupun ingin marah tapi tidak akan pernah bisa karena wajahnya itu. Padahal sifatnya sangat dingin dan berwajah darat tanpa ekspresi tapi aku tetap saja tidak membencinya."     

Robin tidak bisa lagi menggambarkan ekspresi wajahnya saat mendengar perkataan Elisa.     

'bisa-bisanya dia berkata seperti itu.' batin Robin.     

Robin berpura-pura untuk bergerak sedikit, setelah itu membalikkan badannya dari Elisa.     

Elisa yang sempat terkejut, menutup matanya, dan ketika ia membuka matanya lagi Robin telah berbalik.     

Elisa menghela nafas lega, karena Robin tertidur pulas dan tidak mendengar apa yang ia katakan.     

Tapi sekali lagi Elisa di buat terkejut karena melihat telinga Robin yang memerah.     

" Apakah Ac-nya mat?! Dan hanya aku saja yang merasa kedinginan."     

Gumam Elisa. Lalu memanggil Suster untuk memeriksa ac-nya.     

Suster itu mengatakan bahwa tidak ada yang salah dengan ac-nya, mungkin juga karena penghangat ruangan.     

Elisa juga meminta suster itu untuk memeriksa keadaan Robin, karena Robin tampak tersiksa.     

Saat suster itu melangkah mendekati ke arah Robin, ia sangat terkejut melihat Robin yang membuka matanya.     

" Ada apa?!"     

Tanya Elisa pada Suster itu.     

Namun suster itu menggelengkan kepalanya, karena melihat isyarat mata dari Robin yang memintanya untuk tidak bicara apa-apa.     

" Tidak apa-apa nona, penyakit kaget saya datang lagi. Maaf jika membuat nona terkejut."     

Ucap suster itu lalu pergi.     

Robin menarik nafasnya lega, karena ia tidak ketahuan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.