MENGEJAR CINTA

MEMAKSAKAN DIRI



MEMAKSAKAN DIRI

Elisa masih duduk di samping tempat tidur Robin untuk menjaganya, walaupun bibi Han meminta Elisa untuk istirahat di tempat tidur yang berdekatan dengan Robin, tapi Elisa tetap bersikeras duduk disamping Robin.     

" Biarkan aku seperti ini sebentar bi, aku masih tidak percaya melihat dirinya yang seperti ini."     

Bibi Han mendekat lalu mengelus pundak Elisa untuk menenangkannya yang masih saja terus menangis.     

" Baiklah nak, tapi kau juga harus memperhatikan kesehatanmu, jika tuan Robin tahu bahwa kau bertambah sakit, itu akan membuatnya sedih. "     

" Benarkah bibi ? Benarkah Robin akan sedih jika aku sakit. "     

Tanya Elisa yang tidak percaya bahwa Robin akan bersedih untuknya.     

Bahkan jika ia meninggal nantinya, Robin pasti akan senang karena terbebas darinya, dan akan memulai hidup baru yang bahagia.     

Memikirkan hal itu kepala Elisa sakit dan ia pun batuk saat itu.     

Elisa dapat mencium bauh darah dari mulutnya, ia tidak mungkin memperlihatkan hal itu pada bibi Han.     

" Bibi tolong ambilkan tisu untukku. "     

Pinta Elisa, yang masih menutup mulutnya dengan tangan.     

Setelah bibi Han berbalik pergi mengambil tisu yang ada di atas meja, Elisa mengambil cairan infusnya yang tergantung lalu bergegas ke kamar mandi.     

" Nak, " panggil bibi Han yang melihat Elisa berlari ke kamar mandi.     

Elisa mengunci pintu toilet bdari dalam lalu mencuci bersih tangan dan juga mulutnya.     

" Aku harus bisa mengendalikan perasaanku kali ini, jangan sampai aku muntah di depan Robin dan lainnya. "     

Beberapa saat kemudian Elisa keluar dari kamar toilet, dan betapa terkejutnya ia melihat bibi Han berdiri tepat di hadapannya.     

" Bibi.. "     

" Apa ini?" Tanya bibi Han sambil memperlihatkan tisu yang berlumuran darah.     

Elisa tercengang di buatnya.     

" Jangan membuat alasan atau saya akan mengatakan hal ini pada tuan Robin. "     

Elisa pun berlutut di hadapan bibi Han, dan hal itu membuat bibi han tercengang.     

" Aku mohon bibi, aku mohon jangan beritahukan hal ini pada Robin, dia oasti akan khawatir melihat kondisi ku yang seperti ini."     

Bibi Han membantu Elisa berdiri.     

" Sejak kapan nak, sejak kapan kau sakit ? "     

Tanya bibi Han dengan tangan yang gemetar.     

Elisa dapat merasakan hal itu, lalu menggegam tangan bibi Han.     

" Sejak kecil bibi. Lagi pula ini hanyalah sakit biasa, bibi tidak perlu khawatir. Aku baik-baik saja, tapi aku mohon jangan ceritakan ini pada Robin. "     

" Syukurlah. " Kata bibi Han lalu memeluk tubuh Elisa.     

(Maafkan aku bibi. Jika aku terus terang, bibi pasti akan langsung mengatakannya pada Robin. Aku tidak ingin Robin merasa bersalah padaku, dan mengasihaniku. Itu lebih menyakitkan di bandingkan penghinaan yang di ucapkan oleh Robin.)     

Bibi Han segerah membantu Elisa kembali ke tempat tidurnya dengan cara mengancam Elisa, jika tidak ia akan memberitahukan pada Robin.     

Elisa Hanya bisa mengikuti permintaan bibi Han lalu istirahat di tempat tidurnya.     

Elisa meminta bibi Han untuk kembali kerumah, karena sam pasti akan sangat khawatir melihat dirinya dan bibi Han tidak ada di rumah.     

Sebenarnya bibi Han tidak ingin pulang, tapi mendengar perkataan Elisa ada benarnya juga, pasti Sam akan khawatir.     

Sementara Elisa dan juga Robin di jaga oleh dua orang suster serta dua orang pengawal yang berjaga di depan pintu masuk.     

Walaupun itu adalah rumahbsakit Yin, tapi mereia harus tetap waspada, karena musuh tidak pernah mengenal rasa takut.     

Walaupun kemungkinannya kecil tapinmereia akan terus meningkatkan keamanan.     

Elisa masih membuka matanya, lalu mencoba meraih tangan Robin untuk ia sentuh.     

" Maafkan aku Robin, karena ke egoisanku, hingga kau terluka dan menderita. Padahal kau sangat baik padaku dan juga Sam. Tapi kau tidak perlu khawatir, kita tetap akan berpisah secara baik-baik dan aku akan melepaskanmu dengan damai, lalu hidup dengan bahagia di tempat yang jauh. "     

Kata Elisa sambil menggenggam tangan Robin, ketika melihat wajah Robin, Elisa dapat melihat air mata yang menetes di wajahnya.     

Elisa bangkit dari tidurnya, lalu mengelap air mata itu perlahan.     

" Ada apa Robin ? Apakah lukamu sakit ?"     

Ucap Elisa, sambil menyentuh wajah Robin.     

Elisa kembali menangis tersedu-sedu kali ini, ia sungguh tidak ikhlas harus meninggalkan Robin.     

Bahkan Suster yang menjaga mereka menghampiri Elisa untuk bertanya apa yang terjadi, namun Elisa tetap menangis sambil menundukkan kepalanya.     

Robin membuka matanya, dan memberikan isyarat untuk kedua suster itu pergi dan membiarkan Elisa sendiri.     

Mereka saja tidak menyangka bahwa Robin ternyata telah sadar.     

Robin Sangat ingin memeluk Elisa, dan menenangkannya.     

Tapi Robin takut setelah mendengar perkataan Elisa, ia takut Elisa akan salah paham dan menjauh karena berpikir Robin kasihan padanya.     

(Mungkin dengan berpura-pura tidak tahu apa-apa, aku masih bisa menahannya di sisiku. Karena jika ia tahu, mungkin Elisa akan langsung pergi menghilang tanpa jejak, dan aku tidak menginginkan hal itu.)     

Robin perlahan mulai menyadari perasaannya, saat mendengar penyakit Elisa.     

Hatinya sangat sakit, walaupun ia sedang tidak sadar namun ia masih tetap bisa merasakan betapa hatinya sakit dan hancur mengetahui fakta bahwa Elisa akan benar-benar pergi darinya dan ia tidak bisa melihat Elisa lagi selamanya.     

Tangisan Elisa terhenti dan dia mengangkat kepalanya saat merasakan seseorang menyetuh kepalanya.     

" Robin?"     

Ucap Elisa saat melihat Robin yang telah sadar.     

" Mengapa kau menagis seperti itu di hadapanku? Padahal aku masih hidup."     

Elisa segerah mengusap air matanya, lalu memanggil Suster.     

" Tolong panggilkan dokter untuk memeriksanya. "     

Ucap Elisa pada seorang suster.     

Robin mencoba bangun dari tidurnya. Elisa ingin membantu Robin namun suster dengan cepat ikut membantu Robin.     

Elisa menarik kambali tangannya, Robin yang melihat hal itu, menahan tangan Elisa lalu meminta suster itu untuk membiarkan dirinya bangun sendiri.     

Dokter pun datang untuk memeriksa Robin, sementara Elisa merasa sangat tidak tenang saat Robin terus menggenggam tangan Elisa.     

" Tuan Robin baik-baik saja saat ini, tapi tuan Robin masih butuh banyak istirahat dan tidak begadang untuk mengobrol. "     

Robin mentap tajam ke arah dokter itu, dokter itu pun menundukkan kepalanya, lalu pamit pergi.     

" Apa yang kamu lakukan ?"     

Tanya Elisa melihat apa yang Robin lakukan.     

Robin tidak memperdulikan ucapan Elisa, tapi ia malah terus mentap wajah Elisa.     

Bahkan tangan Robin tanpa sadar tengah menyetuh wajah Elisa.     

Elisa tampak gugup serta terkejut melihat apa yang Robin lakukan.     

" Maafkan aku Elisa, selama ini kau pasti terlalu banyak menderita karena pria kejam, egois dan tidak punya hati sepertiku ini."     

" Apa yang kamu katakan Robin? " Tanya Elisa yang masih bingung.     

" Maukah kau duduk di sampingku? "     

Tanya dan pinta Robin sambil menepuk tempat tidurnya.     

Elisa menarik nafasnya sebelum memutuskan untuk duduk di samping robin.     

Setelah Elisa duduk di sampingnya, Robin membalikkan tubuh Elisa lalu memeluknya dengan erat.     

(Ternyata selama ini aku benar-benar egois. Menang benar jika perasaan itu akan timbul saat mengetahui bahwa orang yang kita cintai sesungguhnya akan pergi jauh, bahkan membuat hati seperti teriris saat mengingatnya)     

Robin memeluk Elisa dengan lebih erat lagi, seakan tidak ingin melepaskannya kali ini, sampai Elisa sendiri mulai kesulitan bernafas karena pelukan itu.     

" Ro-robin. Bisakah kau melepaskanku? Aku kesulitan bernafas. "     

Robin tidak melepaskan pelukannya, namun ia melonggar pelukan agar Elisa bisa bernafas dengan baik lagi.     

" Biarkan aku memelukmu lebih lama lagi."     

Pinta Robin pada Elisa.     

" Apakah ada masalah yang serius terjadi?"     

Tanya Elisa pada Robin, yang masih berada di pelukan Robin.     

Robin pun menganggukkan kepalanya.     

Elisa balik memeluk Robin setelah Robin mengisyaratkan lewat anggukan kepala. Elisa bahkan mengusap-usap punggung Robin.     

" Semuanya akan baik-baik saja, tidak ada masalah yang tidak bisa kau selesai. Karena kau adalah yang terbaik."     

Ucap Elisa menyakinkan Robin sekaligus membuatnya tenang.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.