MENGEJAR CINTA

PERASAAN YANG HANCUR



PERASAAN YANG HANCUR

Adelia segera bersiap untuk pergi menemui Jody dan mengutarakan semua isi hatinya.     

Kali ini ia jas berhasil meyakinkan Jody, bahwa ia benar-benar menyukai Jody dan ingin hidup bersamanya.     

Setelah selesai mengganti pakaiannya dan juga berdandan cantik, Adelia melangkahkan kakinya untuk bertemu dengan Jody.     

" Jody, aku datang. ".     

Jody mengirim alamat tempat dimana mereka akan bertemu pada pada Adelia, Adelia cukup terkejut karena seharusnya ia yang menentukan tempat, tapi itu tidak masalah selagi mereka bisa bertemu.     

Jody segera menuju ke tempat itu, agar tidak membuat Adelia menunggunya.     

Jody membawa sebuah bingkisan yang cukup besar untuk Adelia, serta membawa beberapa contoh undangan yang akan ia perlihatkan pada Adelia.     

Adelia pun sampai terlebih dahulu di tempat itu, tempat yang mereka tujuh adalah sebuah gedung di mana Jody mempersiapkan dekorasi pernikahan yang mewah untuk Adelia.     

Disana Jody telah menunggu di depan gedung, Adelia tersenyum Manis melihat Jody yang berdiri menunggu.     

Dengan segera Adelia melangkah mendekati Jody.     

" Apakah aku terlambat ? " Tanya Adelia sembari menggoda Jody.     

Namun Jody tidak merespon seperti biasanya.     

" Tidak. Aku sendiri baru saja tiba, ayo kita masuk kedalam, aku punya kejutan untukmu. "     

Adelia begitu penasaran dengan kebuta yang akan di berikan Jody padanya.     

Pada saat di dalan lift, Jody meletakan sebuah tas yang ia bawah di lantai dan mengeluarkan sebuah kain hitam dari kantongnya.     

" Apakah aku harus memakai ini ? "      

Tanya Adelia sambil menunjuk, kain itu.     

" Iya. " Jawab Jody.     

" Bantu aku " pinta Adelia pada Jody.     

Sebelum Jody menutup mata Adelia, Adelia sempat melirik isi yang ada di dalam tas itu.     

( Sebuah kado ? Apakah untukku ? )     

Gumam Adelia penuh tanya, dan Jody pun menutup matanya.     

Adelia di tuntun secara perlahan, berjalan menuju gedung itu.     

" Apakah masih jauh ? " Tanya Adelia.     

" Kita baru saja berjalan beberapa langka Adel,"     

Ucap Jody yang di sambut tawa oleh Adelia.     

" Aku hanya bercanda untuk menghilangkan kegugupan ku"     

" Kau tidak perlua gugup, ada aku di sisimu "     

Adelia menganggukan kepalanya, dan menggenggam erat tangan Jody.     

" Berjanjilah , bahwa kau tidak akan melepaskan genggaman ini Jody."     

Jody terdiam dengan penuh tanya di pikirannya mendengar perkataan Adelia.     

Adelia tahu bahwa Jody masih bingung dan ia juga tidak ingin memaksakannya saat ini.     

( Tunggu saja Jody, akan aku buat kau benar-benar percaya.)     

Sementara dari kejauhan Robin tidak sengaja melihat hal itu, Robin yang sedang menemui klien di gedung itu, tidak menyangka akan melihat pemandangan yang membuat hatinya sakit.     

Padahal ia sudah berusaha sebisa mungkin merelakan Adelia, namun tetap saja hatinya sakit melihat hal itu.     

" Tuan Robin, apakah anda mengenal mereka ? "      

Tanya klien yang berdiri disampingnya.     

Klien itu bertanya karena penasaran, sebab Robin tidak mendengarnya saat ia bicara.     

" Ah maaf tuan Jansen, saya mengenal mereka. Mereka adalah teman saya. "     

Ucap Robin pada tuan Jansen yang merupakan kliennya saat itu.     

" Siera, tolong antarkan tuan Jansen sampai ke lombi. "     

Pinta Robin pada sekertarisnya.     

" Saya pamit, untuk menelpon Presdir sekarang. Mohon maaf jugabkarrna tidak bisa mengantarkan anda sampai kedepan. "     

Ucap Robin sambil membungkuk pada tuan Jensen.     

" Tidak masalah tuan. Saya senang tuan Robin bisa meluangkan waktu untuk saya. "     

Setelah mengatakan hal itu, tuan Jensen pergi meninggalkan Robin.     

Sementara Robin pergi mengikuti kemana arah tujuan mereka.     

Robin Sendiri tanpa sadar melakukan hali itu, terlebih lagi setelah di ingat, bahwa gedung ini masih milik keluarga Jody.     

Jody kehilangan jejak mereka, dan ia pun bertanya pada petugas yang lewat, mereka mengatakan bahwa Adelia dan Jody berjalan menuju lorong itu.     

Robin berterima kasih lalu pergi mengikuti arah yang di tunjukan padanya.     

Akhirnya Robin pun tiba di depan pintu yang terlihat besar.     

" Bukankah ini ? "      

Robin akhirnya paham bahwa ini adalah gedung yang biasanya di gunakan untuk acara besar termasuk pernikahan.     

Tapi sudah beberpat bulan tidak di gunakan, menurut yang ia dengar ruangan itu akan di jadikan tempat pernikahan.     

" Apa yang aku lakukan, hingga sampai ke tempat ini. Mereka akan salah paham jika melihat diriku. "     

Robin berbalik untuk pergi, namun lagi-lagi langkanya terhenti.     

Ia memutuskan untuk masuk dan melihat.     

Jika memang bertemu dengan mereka, ia tinggal menggunakan pekerjaan untuk alasan.     

Robin membuka pintu itu secara perlahan, karena ruangan itu teramat besar, suara pintu tidak terdengar.     

Betapa terkejutnya Robin ketika melihat gedung itu yang bak taman bunga yang sangat indah, dengan air terjunnya di dalamnya, air yang mengalir di setiap tempat dengan sangat indah.     

Pohon bungah berwarna ungu, serta berbagai macam bunga yg begitu indah dan wangi.     

Sunggu pemandangan yang menakjubkan, entah tangan ajaib seperti apa yang merubah ruangan itu menjadi seindah ini.     

Robin mendengar suara dari Adelia, laku mendekat untuk melihat.     

Namun lagi-lagi Robin di buat terkejut ketika melihat, Adelia dan juga Jody sedang berciuman.     

Karena terkejut dan menjadih orang bingung serta bodoh sendiri, Robin berbalik dan pergi.     

Tanpa sengaja ia pun menyenggol sebuah kursi yang membuat suara.     

Robin segera berlari keluar, itulah yang ia lakukan. Pergi sejauh mungkin dari tempat itu.     

Robin tidak menggunakan lift tapi menuruni tangga.     

Sungguh sakit hatinya ketika melihat hal itu, selama ini ia tidak pernah melihat Adelia berbuat seperti itu, kecuali tuduhan palsu yang dituduhkan oleh Azam pada Adelia hingga membuat Adelia meninggalkannya.     

Robin terus berlari menuruni tangga, hingga nafasnya terengah-engah.     

Setelah lelah berlari, Robin akhirnya berhenti dan duduk lemas di bawah tangga.     

Tetesan air jatuh mengenai tangannya.     

" Ini adalah air dari keringatku. Aku baik-baik saja. Padahal sebelumnya aku baik-baik saja, mengapa kini terasa sangat menyakitkan. "     

Robin menundukan kepalanya dengan kedua tangannya yang menahan kepala.     

Nafas yang masih terengah-engah dan juga tetas air yang terus jatuh.     

Entah itu air mata ataupun keringat dari tubuhnya.     

Sungguh hatinya sangat hancur melihat hal itu.     

" Seharusnya sejak awal aku tidak jatuh cinta. Seharusnya aku tidak membuka hatiku, aku tahu bahwa hal ini akan terjadi tapi aku tidak tahu bahwa akan sesakit ini, hingga membuat nafasku sangat sesak. "     

Robin sungguh sangat hancur kali ini, lebih dari yang ia rasakan saat Adelia menggalakkannya di saat hari pernikahan mereka.     

" Mengapa Adel, mengapa kau menyetuh kehidupanku , jika kau tidak pernah berniat untuk bertanggung jawab.! "     

Ini mungkin terdengar egois bagi sebagian orang, karena biar bagaimanapun ia telah menikah.     

Tapi tidak ada yang tahu bagaimana perasaan seorang, saat ia mencintai sampai ke tulangnya namun tidak bisa memiliki karena takdir mempermainkan kehidupan mereka.     

Perasaan yang Robin rasakan pasti tidak akan bisa kita bayangkan, karena kita tidak ada di posisinya.     

Tapi melihat perjuangannya selama ini dan pasti sangat berat untuk melepaskan hal itu.     

Tapi itulah CINTA, jika tidak egois bukan cinta namanya.     

***      

Sebelumnya Jody masuk kedalam ruangan membawa Adelia.     

" Apakah kita sudah sampai ? "      

Tanya Adelia.     

" Iya, " jawab Jody.     

Jody membuka pintu lalu bawah Adelia masuk dengan mata yang masib tertutup.     

Langkanya pun terhenti saat Jody, mulai membuka penutup yang ada di matanya.     

Sungguh tercengang Adelia ketika melihat gedung yang begitu indah.     

" Jody .. "      

" Iya, ini adalah dekorasi pernikahan untukmu."     

Adelia tidak dapat mengatakan apa-apa lagi, dan perlahan air matanya jatuh karena terharu dan bahagia.     

Jody menghapus air mata Adelia dengan tangannya.     

" Jangan menangis Adel, aku mohon berhenti menangis. Jika aku bisa meminta dan memohon, tolong kabulkan permintaan ku ini."     

Adelia masib tersedu-sedu sambil menganggukkan kepalanya.     

" Aku mohon, mulai saat ini jangan menangis, walaupun kau bahagia ataupun sedih. Jangan membuatku khawatir lagi, aku sungguh tidak sanggup melihatnya. "     

Adelia pun memeluk Jody dengan erat, lalu menganggukkan kepalanya.     

" Iya aku janji. "     

Jody merasa senang mendengarnya.     

Adelia menarik kepalanya yang tersandar di bahu Jody karena pelukan itu, dengan masih melingkarkan tangannya di tubuh Jody.     

Adelia mengecup bibir Jody yang membuat Jody terbelalak melihatnya.     

" Menikahlah denganku Jody. "     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.