CINTA SEORANG PANGERAN

Katakan kepadanya, Aku Alena Datang.



Katakan kepadanya, Aku Alena Datang.

Mobil yang dikendarai Alena terus meluncur keluar dari jalan khusus milik Nizam hingga ke jalan umum. Suasana sudah hampir siang. Kejadian ini terjadi saat Nizam berada di pemakaman. Alena sempat kebingungan karena setahunya ada beberapa tempat pemakaman. Jadi pemakaman yang mana tempat Edward di makamkan. Akhirnya Ia menghentikan mobilnya di depan sebuah kerumunan para gadis yang kelihatannya sedang menunggu taksi. Mereka berdiri dengan mengenakan pakaian hitam – hitam dan membawa karangan bunga.     

Alena menebak sendiri kalau kemungkinan mereka akan pergi ke pemakaman Edward. Sehingga kemudian Alena berhenti di depan mereka dan berkata,     

"Permisi, maaf. Apakah Kalian hendak pergi ke pemakaman Edward ?" Kata Alena dengan tenang. Padahal hatinya terasa tercabik – cabik. Sangat perih menyesakkan dada.     

Seorang gadis menatap Alena dan kemudian menganggukan kepalanya. Tangannya dengan erat memegang bunga yang akan disimpan di pemakaman Edward. Alena melihat ada jejak air mata pada pipinya. Alena menundukkan kepalanya menahan tangis. Kalau orang yang tidak Edward kenal saja sampai menangis begitu sedih. Bagaimana pula dengan dirinya.     

Alena mengalami banyak kenangan manis dengan Edward. Caranya tertawa, tersenyum, merayunya dengan berbagai macam bahasa sastra, mengiriminya bunga. Ini sangat sulit dipercaya kalau Edward sudah meninggalkannya selama – lamanya. Lalu bagaimana pula dengan Lila istrinya yang sebentar lagi akan melahirkan. Alangkah kasihannya Lila, Ia akan melahirkan tanpa seorang suami. Alena menghela nafasnya.     

Alena menundukkan kepalanya. Ia masih belum yakin kalau Pangeran Barry dalang dibalik semua ini. Tetapi Ia mencuri mendengar saat Pangeran Abbash berkata kepada Amar tentang peristiwa ini. Tadinya Alena belum sadar apa yang sebenarnya terjadi. Jadi Ia juga hanya menduga kalau Pangeran Barry yang sudah mencelakakan Edward. Tetapi seperti apa, Ia masih belum jelas. Jadi Alena merasa harus mendatangi kediaman Pangeran Barry untuk meminta penjelasannya.     

"Dimanakah Edward dimakamkan ?" Kata Alena sambil menatap gadis itu.     

" Di pemakaman Beloved " Kata Gadis itu menjawab. Alena langsung mengetahui dimana pemakaman itu. Tempat pemakaman itu tempat pemakaman kaum jetzet yang biaya pemakamannya sangat fantastis. Hanya orang – orang yang berduit yang bisa dimakamkan di sana karena iuran tahunannya juga sudah seharga mobil mewah. Alena pernah menghadari pemakaman ayah teman satu kampusnya waktu meninggal.     

"Baiklah, terima kasih " Kata Alena sambil mengucapkan terima kasih. Alena tidak menawarkan tumpangan karena jumlah mereka ada sekitar lima orang sementara mobilnya hanya bisa ditumpangi empat orang jadi Alena memilih meninggalkan mereka dan pergi ke pemakaman Beloved dengan segera.     

Semakin mendekati pemakaman, air mata Alena semakin mengalir. Bayangan saat – saat Ia bersama Edward terus berkelebat dimatanya. Ia juga menangisi nasib Lila yang begitu menyedihkan. Baru saja Ia hendak hidup bahagia dengan kelahiran bayinya. Edward malah terenggut dari sisinya.     

Tempat parkir kendaraan sangat penuh. Alena hampir saja tidak kebagian tempat parkir tetapi nasib baik masih berada di pihaknya. Alena mendapatkan tempat parkir di bawah pohon akasia yang rindang. Alena lalu keluar dari mobilnya dan kemudian Ia ikut berdesak – desakkan melihat ke arah pemakaman.     

Alena sangat hati – hati dalam kerumunan itu. Firasatnya memastikan kalau Nizam pasti ada di sini. Dan Ia sama sekali tidak ingin bertemu dengan Nizam di saat seperti ini. Alena kemudian menyelinap menjauhi kerumunan karena situasinya sudah sangat berdesak – desakan membuat nafasnya terasa sesak. Alena duduk di sebuah kursi terlindung dari pohon besar dan mulai menangkupkan tangannya ke wajahnya dan menangis dengan keras.     

"Apa yang terjadi denganmu Edward, mengapa kau harus pergi begitu cepat ? Siapakah yang telah membunuhmu ? Apakah Pangeran Barry ? Tetapi mengapa Kau sampai terbunuh. Ya Tuhan.. sebenarnya kau salah apa ? " Kata Alena sambil menghapus air matanya.     

"Kau begitu menderita sejak mengenal diriku. Maafkan Aku yang tidak pernah bisa membalaskan cintamu. Tetapi rasa sayangku kepadamu Aku harap cukup menggantikan rasa cinta yang tidak pernah ada itu. Edward.. Aku akan menuntut keadilan untukmu. Tidak akan kubiarkan kau mati sia – sia. " Kata Alena sambil menatap ke arah kerumunan orang yang begitu banyak.     

"Semoga Kau berada di tempat yang layak.. " bisik Alena terdengar lirih. Ia lalu berdiri dan melangkah gontai ke tempat parkir mobilnya. Ia tidak ingin berlama – lama berada di tempat ini karena khawatir bertemu dengan Nizam. Kalau sampai Ia bertemu Nizam maka Nizam pasti menyeretnya dan membawanya pulang.     

Sebenarnya Ia mencurigai Pangeran Abbash atau Pangeran Barry yang melakukan semuanya. Ia masih belum pasti tetapi Untuk menginterogasi Pangeran Abbash tidak mungkin karena Ia kemarin mendengar kalau Nizam menyuruh Amar menunggui Pangeran Abbash. Kalau sampai Ia mencari pangeran Abbash sama saja dengan menyerah dan Ia akan dibawa pulang oleh Amar. Jadi satu – satunya yang memungkinkan adalah Ia harus ke tempat Pangeran Barry. Dan Alena tahu kalau hotel Barries adalah tempat kediaman Pangeran Barry.     

Tempat itu sedikit jauh dari pusat keramaian kota sehingga Alena mengandalkan google map untuk mencarinya. Alena menyetir dengan sedikit santai tidak terburu – buru seperti tadi. Ia tidak memiliki rasa takut sedikitpun. Ia bertekad akan mencari tahu apa yang terjadi sekaligus akan membunuh Pangeran Barry dengan tangannya sendiri jika memang nanti Ia tahu kalau Pangeran Barry adalah dalang di balik kematian Edward.     

Alena tidak memerlukan pengawal dan keterampilan bela diri untuk membunuh Pangeran Barry. Ia akan memanfaatkan tubuhnya sendiri untuk memberikan pelajaran kepada Pangeran Barry. Alena menyeringai dingin. Tangannya menggenggam stir mobil dengan kuat. Buku – buku jarinya sampai memutih saking marahnya kepada Pangeran Barry.     

Sebelum melanjutkan perjalanan, Alena memarkirkan mobilnya dulu ketepi lalu mengeluarkan peralatan make upnya. Alena berdandan. Karena air mata maka mukanya menjadi sembab dan tidak cerah. Hidungnya juga memerah dan mata sedikit bengkak. Alena lalu berdandan dan tidak lama wajah cantiknya kembali bersinar.     

Alena lalu kembali menjalankan kendaraannya mengikuti google map. Setelah berapa lama Ia melihat sebuah bangunan hotel yang megah. Alena menghentikan mobilnya pada gerbang yang tertutup rapat. seorang penjaga langsung menghampiri Alena dan berkata,     

"Maaf Hotel kami sedang tutup. Kami tidak menerima tamu pada saat ini" Kata Penjaga itu dengan sopan. Ia menatap tajam kepada Alena dan mengingat – ngingat seperti pernah melihat wajahnya tetapi di mana.     

"Aku tidak akan menginap di hotel ini. Aku ingin bertemu dengan pangeran Barry" Kata Alena dengan santai. Penjaga itu terkejut mendengar kata – kata Alena. Pangeran Barry jarang menemui tamu kecuali Senator Anderson. Ia selalu menyerahkan segala urusannya ke para manajer hotel dan CEO – nya. Jadi ketika Alena berkata seperti itu, ini menjadi sangat mencurigakan.     

"Tidak ada yang bernama Pangeran Barry di sini. Pimpinan tertinggi kami CEO yang bernama Mr. Robert dan Ia sedang tidak ada di tempat" Kata Penjaga itu menjawab pertanyaan Alena.     

"Kau katakan saja kepada majikanmu kalau Aku, Alena datang menemuinya. Kalau sampai kau tidak mengatakan kepada majikanmu maka Aku berani bertaruh kalau kepalamu sebentar lagi akan lepas dari badanmu" Kata Alena dengan dingin.     

"Siapa kau ? Berani mengancamku ? " Penjaga itu tampak marah kepada Alena.     

"Aku Alena. Aku bilang sekali lagi. Kau katakan kepada Pangeran Barry kalau Aku ingin menemuinya. Aku Alena istri dari Yang Mulia Pangeran Nizam "     

Begitu Alena mengatakan itu wajah si penjaga langsung pucat. Ia kemudian baru sadar kalau wajah Alena ada pada lukisan besar yang tergantung di ruangan pribadi Pangeran Barry. Dan Ia pernah sekali masuk ke ruangan itu untuk melaporkan sesuatu dan ketika Ia melihat lukisan itu Ia kebingungan karena tidak ada satupun istri dari Pangeran Barry yang di ada dihotel ini memiliki wajah seperti itu. Dan ketika Ia mencari tahu, ada gosip yang mengatakan kalau Itu adalah Putri Alena, istri dari Pangeran Nizam.     

Tergopoh – gopoh si penjaga itu langsung menghubungi temannya. Temannya segera keluar dari pos dan menatap Alena dengan pandangan tidak percaya. Mulutnya sampai ternganga keheranan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.