CINTA SEORANG PANGERAN

Apakah Kau Bersedia Menjadi Pengganti Edward?



Apakah Kau Bersedia Menjadi Pengganti Edward?

"Perkenalkan, Yang Mulia Putri Alena. Istri dari Yang Mulia Pangeran Nizam " kata Amar memperkenalkan Alena. Alena menganggukkan kepalanya dan para polisi itu segera membungkukkan badannya memberikan hormat mereka sambil tidak berani lagi menatap wajah Alena. Mereka hapal benar bagaimana sifat dari Pangeran Nizam. Bukankah pria yang sedang mereka jaga sekarang itu terluka karena di tembak oleh Pangeran Nizam. Pria itu mencoba mengusik istrinya jadi memang sebaiknya mereka cari aman dengan bersikap yang sopan kepada Alena.     

Amar kemudian membawa Alena masuk tanpa sempat diinterogasi dulu oleh para penjaga. Wajah Amar sudah cukup memberi bukti kalau situasi akan aman saja berada dibawah kendalinya. Amar melangkah di depan menuju kamar Pangeran Abbash.     

Rumah sakit ini terlihat sangat sepi sehingga membuat Alena menjadi keheranan.     

"Mengapa rumah sakit ini sangat sepi ? Kemana para pasien atau keluarga pasien serta para perawat dan dokter lainnya ?" kata Alena sambil melihat ke sana kemari.     

"Ini adalah rumah sakit khusus yang memang disediakan untuk para pasien dengan kasus luar biasa yang kalau dibawa ke rumah sakit umum akan membahayakan pasien lainnya " Kata Amar.     

"Oh.. ini sangat bagus. Untuk menjaga keselamatan orang – orang maka ada rumah sakit khusus untuk para kriminal membahayakan begitu ?" kata Alena menyimpulkan sendiri.     

"Benar Yang Mulia.. " Kata Amar sambil tersenyum senang melihat calon ratunya sedang serius.     

Tidak lama kemudian pintu lift terbuka dan tampak seorang perawat sedang mendorong meja troli yang berisi makanan pasien.     

Melihat Amar datang membawa Alena, perawat itu sangat terkejut dan menatap keduanya dengan pandangan sedikit tajam     

"Apakah Chief Jeremy tahu kalau Anda membawa seseorang ? Karena Aku tidak mendapat perintah apapun " Kata perawat itu kepada Amar.     

"Tidak apa – apa. Ada hal penting yang harus dilakukan Yang Mulia Putri Alena dengan Pangeran Abbash" Kata Amar sambil memperkenalkan Alena kepada perawat.     

"Yang Mulia Putri Alena ?? Istri dari Yang Mulia pangeran Nizam??" Kata perawat itu kepada Amar.     

"Benar.. Aku jadi jaminan kalau tidak akan ada yang terjadi jika Aku membawa Yang Mulia Putri Alena menengok Pangeran Abbash " Amar meyakinkan si perawat itu. Sehingga kemudian si perawat itu mengangguk dan kemudian Ia membungkuk untuk memberikan hormat kepada Alena. Alena menganggukan kepalanya.     

Amar lalu kembali berjalan di ikuti oleh Alena hingga ke depan sebuah kamar. Amar lalu mengetuk pintunya dan setelah mendengar perintah masuk. Ia membuka pintunya. Amar melihat Pangeran Abbash yang baru selesai makan dan Ia sedang duduk bersender di sandaran tempat tidur sambil melamun. Ia lalu melihat kepala Amar muncul dari balik pintu.     

Pria itu adalah Jendral Nizam tetapi Pangeran Abbash seperti menemukan jiwa seorang kakak padanya. Ia menemukan jiwa kakak pada musuhnya tetapi sebaliknya Ia menemukan jiwa musuh pada Kakak kandungnya sendiri. Sungguh hidup begitu rumit.     

"Mengapa Kau hanya berdiam disitu, masuklah !! Apakah Putri Alena selamat ? " kata Pangeran Abbash sambil tersenyum. Tetapi senyumnya langsung menutup seketika ketika Amar melebarkan pintunya dan sosok tubuh langsung muncul di hadapan Pangeran Abbash dan berjalan ke arahnya. Mulut pangeran Abbash terbuka lebar. Ia seperti tidak mempecayai pemandangan di depan matanya. Pangeran Abbash sampai ingin mengucek – ngucek matanya kalau Ia tidak sedang bermimpi. Tetapi kedua tangannya sedang sakit akibat di tembak Nizam,     

"Pu...Putri Alena, yang Mulia ? " Kata Pangeran Abbash sambil hendak turun tetapi Alena segera menghampirinya dan menahan bahu Pangeran Abbash dengan lembut. Sebenarnya ketika tangan Alena menekan bahunya, Ia sedikit kesakitan tetapi entahlah rasa sakit itu seakan kalah oleh pesona Alena.     

"Tetaplah berbaring. Kau masih dalam keadaan sakit dan belum pulih " Kata Alena sambil duduk di atas kursi yang tersedia disamping tempat tidur Pangeran Abbash.     

Wajah Pangeran Abbash seketika merah merona dengan dada berdebar. Ia sungguh tidak mengira kalau Alena akan datang kemari.     

"Apakah keadaanmu baik – baik saja?" Tanya Alena sambil memperhatikan balutan perban pada bahu Pangeran Abbash. Pangeran Abbash menganggukan kepalanya.     

"Aku tidak apa – apa ? Apakah Yang Mulia juga tidak apa – apa ?" Tanya Pangeran Abbash sambil menyelidiki keadaan Alena. Ia khawatir kakaknya melukai Alena tetapi kemudian Pangeran Abbash lega karena Alena menggelengkan kepalanya.     

"Aku tidak apa – apa. Terima kasih atas pertolonganmu" Kata Alena sambil tersenyum lembut.     

" Aku begitu khawatir ketika Kau mengemudikan kendaraanmu seperti orang yang kesetanan" Kata Pangeran Abbash.     

"Mengapa Kau tidak mencoba menghentikanku pada saat Aku keluar dari rumah ? " kata Alena kepada Pangeran Abbash.     

"Tentu saja tidak, karena Yang Mulia ini semakin dilarang malah semakin akan melakukan, jadi Aku putuskan hanya mendampingi saja dan baru akan bertindak jika Yang Mulia sedang ada dalam bahaya " Kata Pangeran Abbash tersenyum.     

"Kau sangat baik.. " Kata Alena sambil membalas senyum Pangeran Abbash. Sesaat mereka saling berpandangan mata. Pangeran Abbash malah menundukkan kepalanya malu – malu.     

"Pangeran Abbash.." Alena memanggil Pangeran Abbash     

"Jangan Panggil Aku Pangeran. Panggil Abbash saja" Pangeran Abbash berkata perlahan.     

"Apakah Kau tahu kejadiannya waktu Edward meninggal ?" Kata Alena bertanya.     

Pangeran Abbash menggelengkan kepalanya,     

"Aku tidak tahu persis kejadiannya bukankah Aku saat itu sedang bersamamu. Tetapi apapun yang terjadi itu sudah menjadi takdirnya. Aku harap Putri Alena tidak terlalu mempermasalahkannya apalagi kalau sampai membahayakan nyawa Yang Mulia" Kata Pangeran Abbash dengan lembut.     

"Kau tahu, Aku begitu sangat terpukul dengan kematian Edward. Ini sangat menyedihkan " Kata Alena sambil menghapus air matanya yang mulai menetes. Pangeran Abbash menjadi sangat cemburu. Wajahnya cemberut lalu Ia berkata merajuk kepada Alena.     

"Mengapa bukan Aku saja mati, sehingga Yang Mulia bisa menangisiku" Kata Pangeran Abbash.     

"Huss!! Mengapa Kau berkata yang tidak – tidak. Aku tidak ingin kau mati. Setelah Edward tidak ada, terus terang Aku mengharapkanmu menggantikannya untuk berada di sisiku " Kata Alena membuat Pangeran Abbash terbatuk keras dan Amar langsung menghampirinya dan menenangkannya dengan lembut. Alena menatap kejadian itu dengan mata terbelalak,.     

Sejak kapan Amar bersikap begitu manis kepada Pangeran Abbash. Apa mereka memiliki hubungan spesial ? Alena bertanya dalam hatinya. Alena melihat Pangeran Abbash diberi minum oleh Amar sehingga Pangeran Abbash menjadi sedikit tenang.     

"Terima kasih Amar " Kata Pangeran Abbash sambil tersenyum.     

"Berhati – hatilah, Lukamu belum sembuh " kata Amar sambil menyimpan gelas. Ia lalu memberikan hormat kepada Alena untuk kemudian mundur dan kembali berdiri di pojok memperhatikan Alena dan pangeran Abbash berbicara kembali.     

Alena mengerling kepada Amar dan Amar bukannya tidak tahu kalau Alena heran dengan sikapnya kepada Pangeran Abbash. Bukankah seharusnya mereka saling bermusuhan tetapi mengapa mereka terlihat begitu baik dan akrab.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.