CINTA SEORANG PANGERAN

Menikah dengan Wanita Judes



Menikah dengan Wanita Judes

"Hanya ada satu orang yang bisa membuatmu melupakan Zarina " Kata Nizam sambil memalingkan wajah menatap Ali dan Fuad yang sedang menatap Nizam dengan pandangan ingin tahu. Nizam sampai melotot.     

"Tutup pintu !! " Suara Nizam menggelagar yang kalau seandainya ada cicak menempel di dinding pasti langsung terhempas jatuh ke lantai. Ali dan Fuad jadi pucat dan langsung menutup pinta yang tadi lupa ditutup saking mengharu birunya perasaan Arani dan Amar.     

Arani jadi ingin tertawa kecil melihat Nizam sempat - sempatnya menghardik penjaganya yang kepo. Hanya Amar yang hatinya sedang bergejolak tidak menentu. Wanita.. wanita mana ? Siapa ? Ia bukanlah seorang bangsawan. Ia hanya jendral biasa dari kalangan rakyat jelata. Yang menjadi prajurit Azura karena lulus testing yang diselenggarakan kerajaan.      

jadi tidak mungkin Ia akan menikahi seorang putri kerajaan atau anak bangsawan. Dan Ia juga saat ini tidak memiliki bayangan siapa wanita yang dia sukai. Dan Ia hampir meloncat kaget ketika Nizam menyebutkan suatu nama.     

"Menikahlah dengan Maya, asisten dari Pangeran Husen " Kata Nizam datar. Wajah Amar mendadak pucat pasi. Siapa yang tidak kenal dengan asisten Pangeran Husen yang sangat judes dan galak. Bahkan kejudesannya mengalahkan kedinginan Arani. Wajahnya yang sangat cantik itu sudah bisa dipastikan tidak pernah bisa dinikmati oleh pandangan siapapun. Bagaimana mau memandang kalau sebelum itu dilakukan mereka sudah digampar duluan.     

Jangankan oleh kalangan rakyat jelata, para pangeran saja tidak berani berbuat macam - macan dengan Maya. Maya tidak segan - segan akan mengumpat atau mencaci mereka kalau sampai mereka menggodanya. Maya sangat kuat, cerdas dan pintar berkelahi. Ilmunya jauh di atas ilmu Pangeran Husen walaupun masih di bawah ilmu Arani dan dirinya. Tetapi wanita seperti itu benar - benar bukan wanita sembarangan.      

Amar langsung menggelengkan kepalanya dengan panik. Maya dan Zarina mungkin taraf kecantikannya sama walaupun berbeda tipe tetapi sifat mereka sangat jauh berbeda. Zarina ini sangat cantik, polos dan lucu. Senyumnya sangat manis dan tingkahnya lemah lembut. Ia juga sangat pintar memasak dan memiliki ilmu kebatinan. Sedangkan Maya sangat cantik, tetapi judes dan galak. Wajah cantiknya selalu terlihat masam dan kecut. Ia wanita paling kecut yang pernah Amar temui. Amar bahkan mengira kalau wajah Maya yang kecut itu kemungkinan karena sering mandi cuka.     

Ini seperti habis menikahi bintang di langit Ia harus menikahi batu karang yang berdiri tegak di tengan lautan yang ganas. Belum apa - apa perut Amar sudah mulas saking tegangnya.      

Amar langsung berlutut dihadapan Nizam dan dengan wajah memelas langsung memohon,     

"Yang Mulia Hamba mohon, Hamba tahu hamba bersalah karena sebelumnya. Mulai sekarang Hamba berjanji untuk dapat menerima kepergian Zarina dengan hati ikhlas. Dan Hamba bersedia di hukum cambuk seratus kali agar mendapat pengampunan dari Yang Mulia" Kata Amar dengan hati kacau balau.      

Arani menatap Nizam dangan mata yang berkilat penuh kekaguman. Saat ini Amar seperti sebuah pohon besar yang akarnya sudah hampir mati. Dan pohon itu akan segera tumbang dan Nizam tidak ingin pohon itu mati karena Ia masih memerlukan pohon itu sebagai naungan hidupnya. Maka Nizam memerlukan pohon lain untuk menjadi penunjang dari pohon itu.      

Untuk menjadi penunjang pohon besar tentu saja tidak bisa pohon lemah yang dipilih maka pohon penunjang itu haruslah pohon yang sama besar dan kuatnya. Di Istana ini selain dirinya dan Andhara, Maya adalah wanita yang terkuat. Mengapa Nizam memilih Andhara dan bukannya Maya. Karena Andhara terlalu lemah lembut. Jika Andhara menjadi istri Amar maka Amar hanya akan menginga Zarina dalam diri Andhara tetapi jika Nizam memilih Maya maka Amar akan bisa mengikis habis bayangan Zarina dalam dirinya.     

Tetapi jelas Amar tidak akan mengerti pemikiran Nizam yang jenius. Dan Arani sendiri mengetahuinya karena Ia memang tahu persis Maya seperti apa. Ia pernah beberapa kali berlatih dengannya. Mulut Maya sangat pedas dan wajahnya judes. Ia bahkan berani mengomeli Arani karena Arani mengalahkannya ketika kalah dalam perlombaan kuda. Dan Ia baru berhenti mengomel setelah Arani menendang kudanya hingga Ia mencelat dan terjatuh di puncak pohon. Sejak saat itu Maya tidak berani lagi bertindak sembarangan kepada Arani.      

Maya benar - benar sangat cocok untuk Amar yang sedang bersedih. Walaupun Maya sangat berani terhadap para pangeran tetapi Dia tidak akan berani melawan Nizam. Ia tahu persis bagaimana kekuasaan Nizam di masa yang akan datang. Sebagai orang yang cerdas Ia akan sangat membutuhkan Nizam agar dapat bertahan di Istana.      

Pernikahan mereka pasti akan sangat berwarna, Amar akan menghadapi Maya yang galak dan Ia tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk memikirkan Zarina. Dan Maya sendiri walaupun galak tetapi tentu saja Ia tidak akan pernah mencelakai suaminya sendiri. Agama Maya sangat bagus dalam pemahaman ini.     

Melihat Amar yang menolak keras, Nizam malah berdiri dan berkata kepada Arani,     

"Arani, bagaimana mungkin ada orang yang sedang tenggelam tetapi ketika di ulurkan tali, Dia malah menolak dan membiarkan dirinya sendiri tenggelam" Kata Nizam kepada Arani. Amar semakin menundukkan kepalanya bahkan Ia kini sudah menempelkan keningnya di lantai di dekat Nizam berdiri. Ia tahu Nizam sedang menyindirnya.     

"Mungkin tali yang diulurkan kepadanya terlalu kuat untuknya.." Kata Arani sambil tersenyum.     

"Untuk orang kuat maka dibutuhkan tali yang kuat. Apa Ia tidak tahu tentang hal itu."     

"Atau mungkin dia tidak berani berdekatan dengan kuda liar " Kata Arani lagi malah menimpali perkataan majikannya. Nizam dengan Arani memang bagaikan sangat cocok dan saling memahami. Dan Nizam kembali membalas perkataan Arani.     

"Jika dia takut menjinakkan kuda liar maka pangkat Jendral sungguh tidak pantas untuknya." Kata Nizam sambil hendak melangkah pergi meninggalkan Amar. Amar langsung bangun dari sujudnya dan berjalan dengan lututnya menghampiri Nizam dan menghalangi langkah Nizam.     

"Tidak Yang Mulia, bukan seperti itu" Kata Amar.     

Nizam memegang kedua bahu Amar dan mengangkatnya, lalu menepuk bahunya dan berbicara dengan nada yang perlahan.     

"Aku menyayangimu dan sungguh tidak ingin mencelakaimu. Melihatmu menangis dan merintih memegai pakaian istrimu sambil memanggil nama istrimu yang sudah tiada sangat menyakitiku. Apa Aku harus membiarkanmu terus terpuruk dan mati dalam genangan air mata ?      

kau adalah seorang jendral. Sangat tidak pantas bagimu jika harus mati dalam genangan air mata. kau seharusnya hidup dengan memberi kekuatan bagi para prajurit bawahanmu dan bukannya memperlemah mental mereka dengan tangisan jendralnya.     

Maya adalah wanita yang tangguh. Kau bisa menjalani pernikahan secara perlahan dengannya. Jadikan dia sebagai tantangan dalam hidupmu. Kau tahu bahwa selama ini dia sangat membenci laki - laki. Apakah kau tidak ingin mengubah pemikirannya tentang kaum kita. Menikahlah ! Karena dengan menikah kau akan hidup lebih tenang " Kata Nizam kepada Amar dan itu membuat Amar mulai memahami perintah Nizam.     

"Hamba merasa mengkhianati Zarina saat ini jika hamba menikah sekarang. " Kata Amar sambil mulai melunak.     

"Tidak ada pengkhinatan di sini. Yang mati tidak akan hidup kembali. Arwah yang sudah meninggal tidak membutuhkan air mata tetapi membutuhkan do'a dari yang masih hidup " Nizam menasehati Amar.     

Akhirnya Amar menganggukan kepalanya, " Baiklah Yang Mulia. sesuai titah Yang Mulia. Nikahkanlah hamba, jika itu akan membawa kebaikan bagi Yang Mulia dan kerajaan " Kata Amar kepada Nizam.     

"Itu baru jendralku yang bertanggung jawab. Sekarang hapus air matamu. Malu sama cambang. Mari kita lihat para prajurit yang berlatih. " Kata Nizam sambil kemudian dia menoleh kepada Arani,     

"Arani ! Berlatihlah bersama para prajurit penjaga sekarang. Aku sudah lama tidak mendapatkan tontonan yang menarik" kata Nizam sambil melangkah keluar dan Arani langsung membungkukkan badannya.     

"Siap Yang Mulia " Kata Arani dengan badan tetap membungkuk. Kemudian Ia mengikuti Nizam melangkah ke arah arena latihan. Kepala Komandan segera mengatur tempat duduk untuk Nizam dan memanggil pelayan ke dalam tempat latihan untuk menyajikan makanan dan minuman ringan untuk Nizam.     

Nizam duduk di sebuah kursi beludru yang nyaman dengan naungan payung besar. Disisinya ada meja kecil yang penuh makanan dan minuman. Amar berdiri tegak disamping Nizam sedangkan Ali dan Fuad berdiri di belakang Nizam.     

Mereka menyaksikan Arani yang sedang melangkah ke dalam arena dimana para penjaga sedang berlatih menggunakan tombak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.