CINTA SEORANG PANGERAN

Nizam Bukan Calon Raja Yang Baik



Nizam Bukan Calon Raja Yang Baik

Imran melotot melihat Nizam tertawa terbahak – bahak. Ia menjadi kesal mendengar tawa Nizam yang meremehkannya.     

"Hidup hamba memang selalu lucu di mata Yang Mulia. Itulah sebabnya nasib hidup hamba tidak ubahnya lelucon" Kata Imran dengan sinis dan itu membuat Nizam langsung berhenti tertawa. Ia sesaat sadar kalau saat ini Imran sedang terluka dengan prasangka buruknya dan itu sangat berbahaya. Tindakannya kepada Zarina sudah membuktikan kalau Imran sedang gila.     

'Maafkan Aku, Aku sungguh tidak mengira kalau Aku akan dikhinati orang terdekatku. Sehingga Aku menjadi ingin mentertawakan nasib sialku. Kau sudah menembak istri dari sahabatmu sendiri hanya demi seseorang yang tidak mengenalmu dan kau kenali.      

Siapakah Pangeran Barry dibandingkan dengan kami yang selama ini selalu bersama – sama denganmu. Hidup mati bersama sungguh Kau begitu mudah berpindah haluan " Kata Nizam dengan nada lemah.     

"Hamba mengabdikan hidup untuk yang Mulia tetapi Yang mulia tidak pernah memperhatikan itu. Hamba selalu berada di sisi yang mulia jauh sebelum Amar datang tetapi Yang Mulia lebih menyayangi Amar dibandingkan hamba. "\     

"Ya Tuhan, Imran. Aku tidaklah menjodohkan dia dengan Zarina. Mereka saling jatuh cinta terlebih duhulu sebelum Aku tahu hubungan mereka. Aku hanya menikahkan mereka. Sedangkan Kau. Kau tidak pernah memiliki ketertarikan terhadap wanita manapun. Bagaimana bisa Aku tahu kalau Kau ingin menikah.     

Mengapa Kau bukannya bilang kepadaku kalau kau ingin menikah, tentunya Aku carikan gadis yang sepadan denganmu. "     

"Yang Mulia menikahkan Arani, Amar sedangkan Aku.." Imran berkata seperti orang bodoh.     

"Aku tidak menjodohkan mereka. Mereka memilih pasangannya sendiri. Aku tidak suka menjodohkan siapapun kecuali mereka sudah saling jatuh cinta. Kau harus tahu kalau Aku sendiri tidak suka dijodohkan. Kau sungguh terhasut kata – kata dari pangeran Barry" Kata Nizam dengan geram.     

Ia sama sekali tidak menyangka kalau otak Imran sebodoh itu hingga mudah di hasut orang. Ia juga menyalahkan kebodohannya sendiri karena tidak mengenali otak Imran yang bodoh. Ini menjadi pelajaran yang berharga untuk dirinya. Ia harus lebih memperhatikan anak buahnya agar kejadian serupa tidak berulang dimasa depan itupun kalau Ia berhasil selamat karena kelihatannya Imran benar – benar gelap mata.     

"Yang Mulia boleh berbicara apa saja kalau kenyataannya tidak seperti itu. Termasuk lebih memilih Yang Mulia Pangeran Thalal untuk menjadi Perdana Menteri. Padahal Yang Mulia tahu persis kalau Yang Mulia Pangeran Thalal sangat tidak capable ( kompeten/ layak ) untuk menjadi perdana mentri. Semua adik Yang Mulia tidak ada yang memiliki kompeten untuk menjadi Perdana menteri     

Tetapi hanya karena pangeran Thalal adik yang Mulia dan memiliki hubungan darah maka Pangeran Thalal akan menjadi Perdana menteri begitu Yang Mulia naik tahta " Imran berkata dengan wajah yang sangat sinis. Sebenarnya penunjukkan ini belum resmi karena memang bisa dikatakan resmi jika sudah dilantik.     

Tetapi sebagai orang terdekat Nizam, Imran sudah mengetahui rencana ini. Nizam berulang kali mengatakan kalau Ia akan mengangkat Pangeran Thalal untuk menjadi perdana mentri. Nizam terdiam dia tidak bisa berkata apapun untuk menyanggahnya. Selama ini tidak ada seorang yang berani memprotes keputusan dan rencananya sehingga Nizam tidak perlu menjelaskan alasannya.     

Tetapi sekarang Ia tidak mungkin mengatakan kalau Ia sebenarnya tidak mengangkat Pangeran Thalal menjadi perdana mentrinya karena otak dan kemampuannya karena Ia tahu persis kalau adiknya memang tidak kompeten untuk menjadi perdana menteri.     

Nizam tidak mungki mengatakan kalau sebenarnya Ia ingin mengangkat Cynthia untuk menjadi perdana menteri tetapi itu tidak mungkin Ia lakukan karena selain secara adat dan agama Cynthia tidak mungkin jadi perdana menteri. Tugas perdana menteri sangat berat dan memerlukan waktu dan pemikiran yang luas serta memiliki musuh yang banyak.     

Cynthia tidak memiliki keberanian yang cukup untuk melawan musuh – musuhnya tetapi pemikirannya sangat Nizam perlukan untuk kemajuan Azura. Sedangkan adiknya tidak memiliki kemampuan berpikir yang baik tetapi Ia memiliki keberanian sebagai seorang pangeran Azura. Itulah sebabnya Nizam ingin menggabungkan kelebihan adiknya dan Cynthia untuk membantunya memakmurkan kerajaan Azura.     

Nizam tidak ingin mengatakan itu semua dihadapan adiknya sendiri karena akan menyakiti hati Pangeran Thalal. Jadi Ia ingin Pangeran Thalal tetap belajar untuk menutupi kekurangannya tanpa tahu tujuan Nizam yang sebenarnya.     

Melihat Nizam diam, membuat Imran yakin kalau Nizam telah bertindak tidak adil dan melakukan suatu nepotisme di dalam kerajaannya. Dia lebih mengutamakan hubungan darah dibandingkan dengan kemampuan.     

"Yang Mulia terdiam berarti apa yang hamba katakan adalah benar "Kata Imran semakin sinis.     

 " Seharusnya sebagai seorang jendral, Kau memperhitungkan setiap langkah yang kau ambil. Mengapa Kau begitu tega mengkhianatiku padahal Aku sangat berharap kau akan ada disisiku untuk memajukan kerajaan Azura. Aku sangat berbesar hati memiliki jendral besar di sisiku. Tetapi sungguh ini diluar dugaan Kau mengkhiaiatiku.      

Kau berkhianat karena suatu pemikiran yang tidak beralasan. Kau tidak menyelidikinya terlebih dahulu setiap tindakan yang ku ambil. Itu semua praduga yang salah Imran " Kata Nizam dengan nada yang sangat menyesalkan     

Imran menjadi terdiam seakan menyadari kesalahannya tetapi untuk mundur sudah tidak mungkin lagi. Ia sudah membunuh Zarina dan di Azura ada hukum qishos siapa yang membunuh tanpa alasan kebaikan maka dia harus di bunuh lagi. Kecuali kalau pihak keluarga memberikan ampunan. Dan Imran sangat yakin kalau Amar tidak akan pernah mengampuninya. Melihat dari tatapan mata Amar kepadanya yang memandang dengan penuh kebencian sudah tidak mungkin bagi Imran untuk mundur.     

Tangan Imran yang memegang senjatanya menjadi gemetar dan Ia lalu mengacungkan senjatanya ke arah Alena. Mata Nizam menyalang bagaikan mata srigala di kegelapan malam. Tubuh Nizam kini sama gemetarnya dengan Imran. Seluruh ketakutan kini berkumpul di dadanya.     

"Demi Tuhan, Imran. Jangan berani – berani kau menyentuh sehelai rambutnya " Kata Nizam sambil hendak meraih tangan Alena tetapi Ia kalah cepat dengan Imran yang posisinya memang lebih dekat ke Alena.     

Dalam sekejap Alena sudah berada dalam dekapan Imran. Lengan Imran mengalung di leher Alena dan senjata kini berada di kepala Alena. Alena langsung panik ketika ujung senjata yang dingin itu kini menempel di pelipisnya.     

"Nizam.. Nizam.. " Alena merintih dengan suara yang tersekat di tenggorokan. Nizam mengangkat kedua tangannya kepada Imran.     

"Kau menginginkan apa ? Kau ingin senjata kami. Bawalah ! Lepaskan istriku " Kata Nizam dengan suara lemah. Alena adalah titik kelemahannya. Ia bisa mengorbankan tubuhnya sendiri tetapi tidak mengorbankan Alena.     

"Sungguh Yang Mulia ternyata memang bukan calon raja yang baik. Begitu mudahnya luluh hanya karena istri sendiri berada dalam ancaman. Memang benar kalau Raja yang besar itu tidak boleh terlalu mencintai istrinya " Kata Imran sambil mengejek ke arah Nizam.     

Tangan Nizam menjadi mengepal karena amarah yang meluap di dadanya. Tetapi Ia tidak berdaya. Betapa Imran sudah menjadi gila, dia sudah kehilangan akal sehatnya dan dia sangat kejam dan sadis.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.