CINTA SEORANG PANGERAN

Apakah Pangeran Abbash Melamarku ?



Apakah Pangeran Abbash Melamarku ?

"Sa.. saya tidak tahu harus menjawab seperti apa ? Ini sangat rumit. Saya tidak pernah diajari kalau wanita itu harus setara dengan seorang pria. Saya tidak mengerti apa yang dimaksud kalau wanita itu sebagai pelengkap pria " Kata Pengasuhnya.     

"Sudahlah.. Kau tidak akan mengerti apa yang aku pikirkan. Jangankan dirimu, bahkan Ayahanda dan ibundaku sendiri tidak mengerti dengan pikiranku. Tahunya Aku sekarang harus menikahi Pangeran Husen. Mereka tidak mengerti apa yang aku rasakan. Aku lebih suka hidup sendiri daripada menikahi pria yang tidak aku cintai "     

"Ya Alloh.. jangan bicara seperti itu anakku. Tidak baik" Kata Salamah dengan penuh rasa cemas.     

"Aku tadinya sudah akan menerima Pangeran Husen untuk menjadi suamiku jika Pangeran Abbash tidak kunjung datang melamarku tetapi kemudian aku berubah pikiran. Aku tahu kalau pangeran itu sangat baik. Aku tidak ingin melukai perasaannya. Karena jika Kami menikah kelak. Aku tidak akan pernah mengizinkan Ia untuk menyentuh tubuhku sedikitpun. Aku sangat mencintai Pangeran Abbash. Cukup hanya dia saja yang menyentuhku."     

"Nona tahu bagaimana rasanya hidup sendiri ?" Kata Salamah.     

"tentu saja Aku tahu. Selama ini Aku hidup sendiri. Di Amerika, Jepang dan Korea banyak para wanitanya yang tidak menikah. Terlebih menikah dengan pria yang tidak kita cintai. Hidup sendiri akan membuat kita bebas melakukan apa saja. Kita tidak membutuhkan izin suami untuk melakukan banyak hal.     

Kita juga tidak akan direpotkan oleh anak – anak. Kita bisa bebas dan tidak terkekang " Kata Amrita dengan wajah serius.     

"Selama hidup saya. Tidak pernah saya mendengar ada wanita yang berpikiran seperti yang Nona pikirkan. Semua ingin memiliki pasangan hidup dan memiliki anak. Semua ingin memiliki keluarga sendiri jadi tolonglah..Nona cabut kembali kata – kata Nona " kata Salamah.     

Salamah berharap Amrita sedang galau sehingga tidak bisa berpikir dengan baik. Semoga Amrita sebenarnya berkeinginan untuk menikah dan memiliki keluarga sendiri walaupun tidak bersama Pangeran Abbash.     

" Sudahlah.. Lagi pula itu hanyalah keinginanku sendiri. Katakanlah Aku sedang berhalusinasi. Aku pasti tidak bisa menghindari pernikahan ini sekarang. Aku sudah terlalu banyak menyakiti Ayahanda dan Ibunda.     

Bahkan Ayahanda sampai akan membunuhku jika Aku melarikan diri. Aku sungguh tidak takut mati tetapi Aku tidak siap jika Ibunda harus melihat Aku mati " Kata Amrita sambil menghembuskan nafas panjang.     

Selagi berbincang tiba – tiba ibunya Amrita datang.     

"Amrita !! Pangeran Husen sudah ada di depan. Kau sudah siapkan ?" Kata Ibunya sambil melihat ke arah Amrita. Melihat wajah Amrita yang berantakan ibunya langsung mengerutkan keningnya.     

" Ya Alloh.. Ya Rab... Apa yang sebenarnya telah terjadi ? Aku kan tadi sudah bilang untuk segera berdandan. Mengapa Kau masih acak – acakan begini " Ibunya Amrita tampak kesal dan Ia segera menghampiri Amrita lalu mencubit lengan Amrita dengan gemas. Amrita meringis menahan sakit.     

"Sampai kapan Kau membuat kami malu ? Cepat hapus air matamu ! Jangan sampai Pangeran Husen tahu kau masih menangisi Pangeran Abbash. Pangeran itu sudah menikah... ups.. " Ibunya langsung terdiam Ia merasakan kesalahan bicara dengan hendak mengatakan bahwa Pangeran Abbash sudah menikah.     

Suaminya melarang Ia mengatakan apapun tentang Pangeran Abbash karena takut akan membuat Amrita semakin marah dan galau. Sebelum hari pernikahannya Amrita tidak boleh mendengar apapun tentang berita Pangeran Abbash.     

Mata Amrita membesar mendengar perkataan ibunya tentang Pangeran Abbash.     

"Ibunda !! Apa yang hendak ibunda katakan tentang pangeran Abbash. Apakah Pangeran Abbash datang melamar ke sini ? Apakah Yang Mulia akan menikahiku ? Ibunda tolong katakan dengan jujur. Ingat Ayanhanda dan Ibunda pernah berjanji akan mengizinkan Kami menikah kapanpun asalkan Pangeran Abbash melamarku " Kata Amrita dengan penuh harap.     

Amrita masih terus berharap akan ada keajaiban datang. Ia masih percaya kalau Pangeran Abbash akan datang ke sini dan melamarnya. Pangeran Abbash berjanji akan melamarnya jika Ia berhasil menikahi Alena. Ia tidak keberatan kalau harus jadi istri yang kedua.     

Amrita selalu berharap walaupun sulit menaklukan Yanng Mulia Pangeran Putra Mahkota Nizam tetap dengan ketampanan Pangeran Abbas, Amrita yakin kalau Putri Alena akan dengan mudah ditaklukan. Amrita percaya pada kemampuan Pangeran Abbash dalam melayani wanita. Bukankah keterampilan Pangeran Abbash di dalam menghadapi wanita sudah sangat ahli.     

Pangeran Abbash mampu membuat para wanita bertekuk lutut hanya dalam sekali sentuhan. Jadi Ia juga sangat percaya kalau Alena akan jatuh ke dalam pelukan pangeran pujaannya itu.     

"Tidak apa – apa, Ibu hanya lupa menyebutkan pangeran itu " Kata Ibunya sambil mencoba mengalihkan perhatian anaknya dengan membenarkan gaun yang dipakai Amrita. Gaun Amrita adalah gaun khas kerajaan Zamron dengan sulaman hasil tangan. Beberapa manik tampak tersusun membentuk pola – pola bunga mawar dan bunga peony yang indah.     

Konon katanya jika seorang wanita mengenakan pakaian yang bersulamkan bunga peony untuk menemui tunangannya maka wanita itu akan diberkahi pernikahan yang makmur dan bahagia.     

Amrita malah mencekal tangan ibunya dan berusaha menatap mata ibunya yang terlihat tidak ingin menatap Amrita. Amrita juga melihat muka ibunya yang sedikit gugup.     

'Ibunda dari yang Aku lihat. Ibunda terlihat gugup. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan ibunda. Tolonglah Ibunda katakanlah dengan terus terang. Apa yang terjadi sebenarnya ?" kata Amrita dengan wajah memelas.     

"Hari ini Pangeran Husen datang langsung dari Amerika khusus untuk menemuimu dan ingin berbicara empat mata denganmu. Ibunda tidak ingin merusak momen yang penting ini. Begitu Pangeran Nizam datang dari Azura maka pernikahanmu akan diselenggarakan.     

Tolong untuk tidak memikirkan Pangeran Abbash lagi. Yang Mulia pangeran Abbash tidak akan pernah melamarmu sampai kapanpun. Ibunda sudah berulang kali berkata. Tolong berhenti mencintainya. Dia tidak pantas untukmu " Kata Ibunya sambil memegang bahu Amrita.     

Amirta memandang wajah ibunya dengan pandangan murung. Harapan yang tadi sempat melambung sekarang mulai turun kembali. Ketika dikiranya Pangeran Abbash akan datang melamarnya kini musnah di telan bumi.     

"Hidup sungguh tidak adil.. " kata Amrita sambil berlari lalu membanting tubuhnya ke atas tempat tidur dan menangis dengan suara keras. Tangisannya tampak menggema bahkan sampai terdengar ke ruangan dimana Pangeran Husen dan Ayahnya Amrita berbincang sambil menunggu kedatangan Amrita.     

Pangeran Husen yang sedang mengambil teh langsung menghentikan gerakannya mendengar tangisan Amrita yang begitu keras. Ia memandang calon ayah mertuanya yang wajahnya kini berubah menjadi pucat saking malu dan marah kepada anaknya itu. Dengan gemetar Ia menoleh ke arah pangeran Husen.     

Maya sendiri terkejut mendengar tangisan seorang wanita. Ia belum pernah bertemu Amrita karena waktu pertemuan yang pertama Ia tidak ikut menemani. Waktu itu Ia sedang ada keperluan sehingga pangeran Husen hanya ditemani oleh asisten laki – laki. Jadi Ia hanya bisa mengira – ngira saja siapa yang sedang menangis dengan suara keras itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.