THE RICHMAN

The Richman - Leah\'s Condition



The Richman - Leah\'s Condition

Ben datang dengan Volvo S 90 yang dikendarainya semalam. Sementara Leah tengah melipat tanganya di depan pintu dengan kesal meski transporter yang mengantar barang berusaha menegosiasikan harga pengembalian barangnya jika Leah meminta barang itu di kembalikan ke penjual.     

"Biaya pengembalian barang-barang ini 700 US Dollar nona." Ujar salah seorang pria muda dengan kulit coklat, tampaknya dia keturunan indian yang bekerja di seputaran Las Vegas.     

"Mengapa semahal itu? Lagipula aku tidak memesan semua ini." Leah terlihat kesal dan Ben datang menghampiri mereka.     

"Hi dude." Ujar Ben mendekati tranporter bernama Daniel itu.     

"Hi . . ." Daniel tampak tak mengenali siapa pria yang berdiri di dekat pelanggan rewelnya itu.     

"Turunkan semua barangnya dan masukkan kedalam. Keluarkan semua barang lama dan ambil ini, buang semuanya di suatu tempat terserah padamu." Ben mengeluarkan dua ribu dollar dan menyerahkannya pada Daniel.     

Pria itu tampak bingung tapi pada akhirnya dia mengangguk dan menerima uang dari Ben, dia melakukan semuanya itu di hadapan Leah dan Ben bersama dengan tiga orang temannya yang lain. Pekerjaan yang diminta Ben selesai dalam waktu kurang dari satu jam.     

Hari ini Leah hanya berada berdua dengan Ben karena ayahnya sudah berangkat kerja sejak pagi sekali, hingga kejadian ini tidak melibatkan Paul Wisley sama sekali.     

Leah berkacak pinggang menyaksikan rumah ayahnya penuh dengan perabotan baru.     

"Kau mau tetap diam atau mulai membenahi semuanya?" Tanya Ben, dia tampak sudah menggulung lengan kemejanya dan mulai merapikan posisi semua perkakas itu.     

"Terimakasih sudah menghina keluargaku dengan sempurna Mr. Ben Anthony." Ujar Leah.     

Ben yang semula sibuk mengatur posisi sofa menjadi berhenti dari kegiatanya dan berjalan ke arah Leah, "Apa kau tidak bisa berpikir positif sedikitpun?" Tanya Ben, dia menghimpit Leah diantara dinding ddan dirinya dengan satu tangan bertumpu pada dinding. Leah tampak tidak menjawab, dia memilih membuang pandangan untuk menghindari kontak mata langsung dengan majikannya itu.     

"Aku membeli semua ini agar ayahmu bisa hidup dengan nyaman dan aku tidak mengharapkan apapun, bahkan tidak untuk sebuah ucapan terimakasih." Ben berbicara diantara gigi-giginya yang terkatup.     

"Aku tidak butuh belas kasihan." Ujar Leah.     

"Ini bukan belas kasihan, ini karena aku peduli padamu!" Ucap Ben kesal.     

Leah menggeleng menatap Ben, "Peduli dan kasihan itu sama Mr. Ben Anthony."     

"Aku mencintaimu, berapa kali aku harus bilang padamu." Ben terlihat kesal, dan dengan sangat marah dia meraih wajah Leah lalu melumat bibirnya dengna kasar. Tampaknya amarahnya bermanifestasi menjadi gairah yang besar, hingga dengan kekuatan satu tangannya dia bisa mengangkat Leah dan membaringkannya dengan lembut di sofa. Tibuh Ben menindihnya, karena ruang tamu di rumah itu sangat sempit hingga Ben bisa menjulurkan kakinya untuk menutup pintu.     

Untuk kali ini dia tidak akan melepaskan Leah begitu saja, ditambahlagi meski situasi siang hari tapi tidak ada siapapun di rumah itu selain mereka berdua. Ben membuka kancing kemejanya dan membiarkan otot-ototnya terpampang nyata dihadapan Leah, sementara tangannya dengan terampil mulai menarik kaos yang dikenakan Leah hingga sebatas pusarnya saat seseorang mendadak mengetuk pintu.     

Leah dan Ben saling menatap, sementara Ben masih belum beranjak dari atas tubuh Leah, gadis itu segera merapikan pakaiannya dan mendorong Ben. Pria muda itu menyerah dan segera mengambil kemejanya kemudian mengenakan lagi, sementara Leah berteriak dari dalam.     

"Tunggu sebentar." Jawabnya.     

"Ini aku Mark." Suara itu terdengar dari luar dan Ben mengkerutkan alsinya.     

"Siapa Mark?" Alis Ben bertaut dalam, dia berbisik mempertanyakan suara seorang pria diluar.     

"Nanti ku jelaskan, cepat pakai kemejamu!" Perntah Leah, begitu Ben selesai berpakaian, Leah membuka pintu dan tampak di luar berdiri Mark dengan sekotak croisan yang aromanya langsung memenuhi ruangan.     

"Aku membawakan croisan untukmu, aku ingat kau suka kue ini." Ujar Mark.     

"Oh, ya dulu waktu kecil." Ujar Leah kikuk, tapi Ben tampaknya tak sanggup lagi mendengar percakapan basa-basi itu dari dalam rumah. Ben menerobos keluar dan menghadapi Mark.     

"Hai . . ." Ben bersikap sok akrab, sementara Mark terlihat bingung menatap pria asing di hadapannya itu.     

"Dia . . .?" Mark menatap ke arah Leah.     

"Aku Ben Anthony, kekasih Leah." Ben menarik Leah dalam pelukannya, dia bahkan tersenyum dengan sangat lebar sementara Leah terlihat cukup terkejut dengan respon Ben yang berlebihan untuk menanggapi sekotak croisan dari Mark itu.     

"Oh . . . nice to meet you Mr. Anthony." Mark mengulurkan tangannya dan Ben menyambutnya.     

"Ok, mampirlah ke kedai jika kau ingin minum kopi." Mark menatap ke arah Leah dan menyodorkan kotak croisan itu lalu pamit undur diri. Setelah Mark pergi dengan mobilnya, Leah menggeleng menatap Ben.     

"Haruskah kau bersikap berlebihan hanya karena seseorang mengirimiku sekotak croisan?" Alis Leah bertaut.     

"Aku hanya berusaha melindungi apa yang menjadi milikku." Ben bergumam untuk dirinya sendiri tapi Leah masih mendengarnya. " I'm not yours." Protesnya.     

"You will be mine!" Ben tersenyum lebar. Dia ingat bahwa dia sempat membeli sekotak coklat untuk Leah sebelum kerumah Paul. Ben menyingkirkan croisan itu. "Jangan di makan." Ujarnya.     

"Ben . . .?!" Leah mulai jengah dengan sikap kekanak-kanakan Ben. Tapi pria itu tampak mengabaikannya. Ben berlari keluar dan berjalan menuju mobilnya untuk mengeluarkan sekotak coklat, buket bunga dan sebotol wine.     

"Ini hadiahku, jelas jauh lebih menarik dari sekotak croisan yang baru matang dari oven." Sindir Ben, dan Leah menggeleng menatap pria itu.     

"Mengapa kau senang sekali berkompetisi Mr. Ben Anthony?" Leah mengambil bunga itu dan memindahkannya ke wadah seadanya, setelah memberikan air pada wadah itu agar bunganya tetap segar. Leah sempat mencium aroma wangi dari puluhan tangkai mawar itu.     

"Kau tidak perlu bersikap berlebihan seperti ini, I don't diserve this." Leah bergidik. "Aku hanya gadis biasa." Leah tampak insecure dengan hubungannya itu.     

Ben mendekatinya, dengan telunjuknya Ben menyingkap beberapa helai rambut yang lolos dari kuncir ekor kuda Leah dan menuruni wajah Leah hingga ke dagunya. Gadis itu terlihat begitu mungil dibandingkan dengan postur Ben yang tinggi gagah.     

"Mengapa kau memusingkan siapa kau di mataku?" Bisik Ben. "Aku tahu apa yang kulakukan dan mengapa aku memutuskan untuk mengejarmu." Imbuhnya.     

Leah menunduk, dia bahkan sungkan menatap Ben dari mata ke mata. "Keluargamu memang begitu baik, tapi tetap saja, strata sosial itu penting."     

"Siapa yang mengatakannya?" Tanya Ben pada Leah.     

"Aku punya beberapa teman, mereka menyukai majikan mereka dan berakhir luka."     

Ben tersenyum, "Kau terlalu banyak menonton telenovela." Ujar Ben diiringi senyuman lebar.     

"Aku tidak bercanda." Leah terlihat kesal.     

"Ibuku bertemu ayahku di tempat yang tak pernah kau bayangkan, meski ini rahasia mereka tapi sekarang aku tahu. Jadi tidak ada alasan yang akan membuat mereka menentang hubungan kita." Ujar Ben membesarkan hati Leah.     

Gadis itu menghela nafas dalam, "Bisakah kita melanjutkan yang tadi?" Tanya Ben nakal.     

Leah menelan ludah, meski dia sangat ingin, tapi tidak ada jaminan baginya jika Ben tidak akan meninggalkannya suatu saat nanti. "Aku akan membuat persyaratan."     

"Apa?" Tanya Ben.     

"Aku tidak akan bercinta denganmu sebelum kita menikah." Ujar Leah, meski setelah mengutarakan hal itu wajahnya memerah dan dia hampir mati karena malu.     

"Apa kau baru saja melamarku?" Seloroh Ben.     

"Aku serius."     

Ben menghela nafas dalam, dia mendekatkan bibirnya ke bibir Leah dan menciumnya singkat. "Jika itu syaratmu, akan kupenuhi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.