Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Memiliki Dua Ibu



Memiliki Dua Ibu

"Anya, bisakah kamu memanggilku ibu?" Indah tidak memberitahu Anya bahwa hari ini ia akan menjalani operasi.     

Ia takut operasi itu tidak berjalan dengan lancar. Ia takut tidak akan pernah bisa melihat putrinya lagi. Hingga saat ini, ia bahkan belum pernah mendengar Anya memanggilnya ibu.     

Anya mengatupkan bibirnya dengan rapat-rapat dan menarik napas dalam-dalam. Tetapi kata 'ibu' itu tidak bisa keluar dari mulutnya.     

Ia tahu bahwa Indah adalah ibunya, tetapi memanggilnya ibu bukanlah hal yang mudah.     

Bagi Anya, ibunya adalah Diana dan tidak akan ada yang bisa menggantikan Diana di kehidupannya.     

Melihat Anya merasa kebingungan, Indah mengambil inisiatif untuk mengalihkan pembicaraan. "Bagaimana keadaanmu setelah keluar dari rumah sakit?"     

"Aku … Aku sangat gendut sekarang," Anya sengaja mendekatkan kameranya supaya Indah bisa melihat wajahnya dengan jelas.     

Indah mengangguk, "Aiden pasti merawatmu dengan sangat baik."     

"Kamu juga jaga kesehatanmu," Anya ingin bertanya kapan Indah akan menjalani operasinya dan ingin bertanya mengapa Indah memintanya untuk memanggilnya dengan sebutan ibu. Tetapi ia tidak sanggup untuk menanyakannya.     

"Jangan khawatir. Aku akan menjaga kesehatanku," ketika melihat seorang perawat masuk ke dalam kamarnya, Indah tahu bahwa ini sudah waktunya untuk operasi. Ia berkatapada Anya. "Anya, saat aku sudah sehat, aku akan lebih sering menemanimu."     

"Baiklah," Anya mengangguk,     

"Aku akan menjalani pemeriksaan. Setelah selesai, aku akan memberitahu hasilnya padamu," Indah tersenyum saat mengatakannya.     

"Aku akan menunggu kabar baiknya."     

Anya tidak terlalu memikirkan panggilan itu. Ia menghabiskan waktunya untuk membaca buku dan mendengarkan lagu, dan kemudian ia tertidur.     

Ketika terbangun, hari sudah siang. Tetapi ia masih belum mendengar kabar dari Indah. Apakah pemeriksaannya belum selesai?     

Anya melihat jam di dinding. Sudah lebih dari tiga jam setelah pemeriksaannya. Mengapa masih belum ada kabar?     

Anya membunyikan bel di kepala ranjang. Bel itu adalah bel khusus untuk memanggil seseorang saat Anya membutuhkan.     

Aiden langsung muncul di depan pintu. "Ada apa? Apa yang terjadi?"     

"Tidak ada apa-apa. Apakah kamu tahu di mana ponselku?" tanya Anya.     

Aiden mengambilkan ponsel Anya yang ada di atas meja rias. Aiden yang memindahkan ponsel Anya di sana karena tidak mau Anya terpapar radiasi.     

"Siapa yang mau kamu telepon?"     

"Sekitar jam 8 tadi, katanya Bibi Indah akan menjalani pemeriksaan. Sekarang sudah jam setengah dua belas, tetapi masih belum ada kabar. Aku ingin menanyakan bagaimana hasil pemeriksaannya," Anya terlihat khawatir.     

"Mungkin setelah pemeriksaan Bibi Indah kelelahan dan sekarang sedang beristirahat. Ini sudah jam makan siang, mungkin ia sedang tidur siang. Coba kamu hubungi agak sorean," Aiden tidak jadi memberikan ponselnya kepada Anya.     

"Tetapi …"     

Hana juga mendengar suara bel Anya dari bawah dan langsung naik ke lantai atas.     

"Anya, ayo makan siang …" kata Hana sambil tersenyum. "Aku juga membuat ubi panggang untukmu. Kamu bisa makan sambil minum teh nanti sore."     

"Aiden, aku ingin makan siang di bawah. Apakah boleh?" setiap hari Anya selalu tidur di tempat tidurnya, sama sekali tidak berani bergerak sedikit pun.     

Tetapi setelah terkurung di kamarnya dalam waktu yang cukup lama, ia merasa sangat bosan. Ia juga ingin turun.     

Aiden menggendongnya turun ke lantai bawah. Setelah makan siang, Anya duduk di sofa ruang keluarga untuk beberapa saat. Dan kemudian ia kembali ke kamarnya dengan enggan.     

Aiden duduk di samping tempat tidur sambil memijat kaki Anya, sementara Anya terus menerus melihat jam di dinding. Aiden tahu bahwa Anya sedang menunggu kabar dari Indah.     

"Apakah aku harus menunggunya sampai sore? Apakah aku tidak bisa meneleponnya sekarang?" tanya Anya tiba-tiba.     

Aiden mengangkat kepalanya dan memandang istrinya. "Siapa?"     

"Bibi Indah," kata Anya.     

"Ia adalah ibumu," Aiden langsung memperbaiki panggilan Anya.     

"Aku tidak bisa memanggilnya sebagai ibu," kata Anya dengan tidak berdaya. "Tadi pagi, Bibi Indah memintaku untuk memanggilnya dengan sebutan ibu. Tetapi aku tidak bisa mengucapkannya."     

Pada saat yang bersamaan, ponsel Aiden berbunyi dan ia mendapatkan sebuah pesan.     

Galih : Operasinya berjalan dengan sangat lancar!     

Melihat berita itu, Aiden menghela napas lega. Ia memandang Anya dengan serius, "Coba kamu latihan memanggilnya dengan sebutan ibu."     

"Aku tidak bisa," Anya mengerutkan keningnya.     

"Tadi pagi, sebenarnya ibumu menjalani operasi. Ia takut ada sesuatu yang terjadi saat operasi sehingga ia ingin melihat wajahmu terlebih dahulu sebelum masuk ke ruang operasi," kata Aiden dengan suara pelan.     

Anya tertegun mendengarnya. "Hari ini operasinya?"     

Sejak tadi pagi, Anya bertanya-tanya mengapa tiba-tiba Indah memintanya untuk memanggilnya dengan sebutan ibu. Ternyata inilah alasannya!     

"Operasinya membutuhkan waktu sekitar enam jam. Mungkin sekarang ia baru saja keluar dari ruang operasi dan belum bangun. Anya, ia pasti benar-benar ingin mendengarmu memanggilnya ibu. Apakah kamu mau mencoba latihan?" tanya Aiden dengan lembut.     

"Aku tidak tahu kalau operasinya hari ini. Kalau aku tahu, aku tidak akan menolaknya," mata Anya memerah saat mengatakannya.     

Aiden langsung menggenggam tangan Anya dengan lembut, "Tidak apa-apa. Operasinya berjalan dengan lancar. Setelah bangun nanti, ia pasti ingin mendengar suaramu."     

Anya mengangguk. Indah ingin mendengarnya memanggilnya dengan sebutan ibu, tetapi Anya tidak bisa. Anya tidak bisa melakukannya karena merasa ia mengkhianati Diana.     

"Aku punya dua ibu. Bukankah itu aneh?" tanya Anya.     

Aiden mengelus kepalanya dengan lembut dan berkata, "Itu tidak aneh. Kamu memiliki ibu yang membesarkanmu dan mendidikmu menjadi wanita yang hebat seperti sekarang. Kamu juga memiliki ibu yang mengandung, melahirkanmu dan tidak pernah melupakanmu meski ia harus kehilanganmu. Aku ingin kamu mendapatkan banyak cinta dari mereka. Mereka berdua sama-sama ibumu dan mereka berdua sama-sama mencintaimu."     

"Apa yang sedang ibu lakukan sekarang? Aku ingin berbicara dengannya," kata Anya.     

"Aku akan meminta Bu Hana untuk mengajaknya ke sini," Aiden bangkit berdiri dan keluar dari kamar.     

Diana baru saja selesai mengurus taman saat Hana datang bersama dengan Abdi untuk menjemputnya.     

Tidak butuh waktu lama bagi Diana untuk bersiap-siap. Ia membawa beberapa bunga mawar merah yang ia tanam untuk putrinya.     

Bunga yang indah itu membuat suasana hati Anya semakin membaik.     

"Ada apa? Kamu merindukan ibu?" setelah meletakkan bunga yang ia bawa di dalam sebuah vas, Diana menghampiri Anya dan duduk di sampingnya.     

Anya mengangguk dan memegang tangan ibunya.     

"Kamu sudah mau menjadi ibu, tetapi kamu masih membutuhkan ibu untuk memegang tanganmu," goda Diana. Tetapi ia masih tetap balas memegang tangan Anya dengan erat.     

"Terima kasih sudah membesarkan aku ibu," kata Anya dengan suara pelan.     

"Aku dengar hari ini Indah menjalani operasi. Kamu tahu sendiri betapa sulitnya mengandung dan menjaga anakmu selama sembilan bulan. Kamu tahu sendiri betapa sulitnya untuk melahirkan anak dengan selamat. Setelah melahirkanmu, tidak pernah sekali pun Inda melupakanmu. Ia terus mencarimu selama bertahun-tahun. Jangan salahkan dia dan jangan merasa bersalah padaku kalau kamu ingin mengakuinya sebagai ibumu. Aku juga ibumu, ia juga ibumu. Kami berdua adalah ibu yang sangat mencintaimu. Kamu tahu kan?" kata Diana sambil tersenyum.     

"Aku tahu," Anya mengangguk dan dengan suara tercekat ia berkata, "Ibu adalah ibu terbaik di dunia."     

Diana tertawa dan mengelus kepala putrinya. "Tentu saja aku akan menjadi ibu yang terbaik untuk putriku. Ngomong-ngomong, katanya Keara akan segera melahirkan. Apa yang akan Aiden lakukan?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.