Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Gaya Rambut



Gaya Rambut

"Bibi, hari ini Mila menyerahkan surat pengunduran dirinya," kata Nadine dengan suara pelan.     

Anya sudah menduga bahwa Mila akan segera mengundurkan dirinya. Setelah kejadian kompetisi tersebut, Mila takut Anya merasa curiga padanya karena telah mencuri resep parfumnya.     

Dari pada dimasukkan ke dalam penjara, lebih baik ia melarikan diri terlebih dahulu.     

"Apa kata Bu Esther?" tanya Anya.     

"Bu Esther bilang kita harus mencari manajer toko dulu untuk menggantikannya," jawab Nadine.     

"Aku akan meminta pamanmu untuk menjadikanmu sebagai manajer toko," kata Anya dengan tenang.     

Semakin cepat Mila pergi dari Iris akan lebih baik. Dengan adanya Mila, Anya tidak bisa leluasa mengembangkan Iris. Ia merasa selalu ada mata yang memandangnya dan memperhatikannya, kemudian melaporkannya kepada saingannya.     

Ditambah lagi, saat ini ia masih belum bisa menjatuhkan Keara. Ia harus berhati-hati.     

"Tetapi aku … Aku tidak punya pengalaman," kata Nadine dengan ragu.     

"Kamu sudah bekerja di Iris hampir setengah tahun. Mila bisa mengajarimu sebelum ia pergi. Setelah itu, kamu bisa menggantikan posisinya," saran Anya.     

Saat ini, menjadikan Nadine sebagai manajer toko adalah keputusan yang paling aman.     

Setelah Anya pergi dua tahun lalu, cabang Iris mulai tutup satu per satu, menyisakan satu toko saja di mall Atmajaya Group. Anya ingin membuat brand Iris semakin besar dan kuat. Suatu hari nanti, ia ingin membuka cabang di seluruh kota. Dan untuk mencapai itu, seseorang yang menjadi kepala manajer harus orang yang bisa dipercaya olehnya.     

Bukan orang seperti Mila yang bisa mengkhianatinya dengan mudah …     

"Aku bisa mencobanya. Kalau menurut bibi kerjaku kurang baik, bibi bisa mencari orang lain untuk menggantikanku," kata Nadine. Ia ingin mencoba posisi baru itu, tetapi terlalu takut untuk mengecewakan Anya.     

"Aku percaya pada kemampuanmu," kata Anya dengan senyum yakin.     

Nadine adalah keponakan Aiden. Ia yakin Nadine tidak akan mengecewakannya.     

"Kamu pasti bisa, Nadine. Percayalah pada dirimu sendiri," Tara menepuk pundak Nadine dan mendukungnya.     

…     

Keesokan harinya.     

Hari ini, Anya akan ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan. Karena ia akan melakukan pemeriksaan dengan cara pengambilan darah, ia disuruh untuk puasa dan tidak makan terlebih dahulu sebelumnya.     

Ia duduk di meja makan, hanya bisa menyaksikan Aiden dan Nadine sarapan sambil menahan air liurnya.     

Melihat kedua orang itu makan, Anya merasa sangat lapar. Ia menggerutu dengan kesal. "Apakah aku harus menyaksikan kalian makan sambil kelaparan?"     

"Siapa bilang? Aku datang untuk menyelamatkanmu," Tara datang untuk menumpang makan, sekaligus menyelamatkan Anya dari kelaparan. Tetapi tentu saja tujuan utamanya datang adalah untuk ikut sarapan.     

"Tara! Lihat semua anggota Keluarga Atmajaya ini sangat jahat. Mereka menyuruhku menunggu mereka selesai makan," omel Anya.     

"Biar aku yang mengambil darahmu untuk dikirimkan ke rumah sakit. Setelah ini kamu bisa makan," Tara menghampiri Anya sambil membawa tasnya berisi berbagai peralatan. Setelah mengambil darah Anya, ia menyimpannya di sebuah kotak khusus. "Biar aku sendiri yang mengirim darahnya ke rumah sakit nanti."     

"Apakah tidak apa-apa?" Anya mengedipkan matanya berulang kali dan menoleh ke arah Aiden.     

"Kalau tidak boleh, suamimu pasti sudah menghentikanku. Ditambah lagi, dia sendiri yang menyuruhku datang dan mengambil darahmu," kata Tara sambil tersenyum.     

"Ternyata kamu baik juga," Anya langsung merasa senang karena ia bisa sarapan sekarang. Ia memeluk lengan Aiden dan mencium pipinya.     

Aiden mengambilkan semangkuk bubur untuk Anya, "Kami hanya menggodamu. Apakah kamu tidak sadar kalau kami makan dengan sangat pelan, untuk menunggumu."     

Anya menerima mangkuk itu dengan senang. "Aku akan makan!"     

"Sarapan apa kita pagi ini?" Nico muncul dari depan pintu rumah Aiden dengan rambut berantakannya.     

"Lihatlah! Sejak aku menerima lamarannya, ia langsung menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya. Ia berani datang untuk sarapan dengan sarang burung di atas kepalanya seperti itu," Tara menggelengkan kepalanya dengan pasrah. "Apakah lebih baik aku meninggalkannya?"     

Anya tertawa melihat rambut Nico yang benar-benar terlihat seperti sarang burung. "Nico, bisakah kamu setidaknya menyisir rambutmu sebelum keluar rumah?"     

"Bukankah aku terlihat lebih natural kalau seperti ini?" Nico mengambil karet rambut yang ada di pergelangan tangannya dan kemudian mengikat rambutnya yang semakin panjang. "Paman, bagaimana setelah aku menguncir rambutku? Bukankah aku terlihat manis?"     

Aiden melirik ke arahnya dengan jijik, "Dasar idiot."     

Anya tertawa terbahak-bahak mendengarnya. "Jangan buat aku tertawa. Nanti perutku sakit."     

Aiden langsung bangkit berdiri dengan panik dan menggeram ke arah Nico. "Nico …"     

Nico juga terlihat panik. Bibinya sakit perut, padahal ia sedang hamil. Sakit perut bukan hal yang baik. Kalau Anya keguguran karena otaknya yang bodoh, ia akan menjadi pendosa Keluarga Atmajaya.     

"Kakak, sejujurnya, meski menunjukkan rupa aslimu sebelum menikah memang keputusan yang baik, tetapi apakah kamu tidak keterlaluan? Aku khawatir rambutmu akan jatuh ke dalam piring. Kamu hanya perlu bangun 5 menit lebih awal untuk merapikan rambutmu. Kalau ada orang lain yang melihatmu seperti ini, jangan pernah bilang bahwa kamu adalah Nico Atmajaya. Kamu mempermalukan keluarga kita," kata Nadine, melihat kakaknya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.     

Setelah Aiden berdiri di sampingnya dan menepuk-nepuk punggungnya, Anya baru bisa berhenti tertawa.     

"Aku pikir Nadine benar. Lihat saja Tara mau meninggalkanmu. Kamu benar-benar dalam bahaya besar," kata Anya.     

"Lihat saja potongan rambutnya itu. Walaupun wajahnya tampan dan cocok dengan rambut itu, tidak mudah untuk mengurus potongan rambut seperti itu. Ditambah lagi, Nico sangat pemalas dan jarang mau mengurus dirinya, kecuali saat mau keluar rumah. Bayangkan, setiap hari di rumah aku harus melihat sarang burung di mana-mana," kata Tara dengan wajah serius.     

Anya kembali tertawa mendengarnya, membuat Aiden pusing.     

Sepertinya, setelah hamil, suasana hati Anya sangat mudah terpengaruh dengan sekitarnya. Ia jadi mudah tertawa, mudah sedih, mudah bahagia.     

"Apa aku potong saja rambutku?" tanya Nico dengan ragu.     

"Jangan mengeriting rambutmu. Kalau rambutmu keriting, kamu akan susah untuk mengaturnya dan kalau tidak diatur rambutmu akan seperti baru keluar dari ledakan. Rambut bagian atasmu tidak boleh menutupi matamu. Ketika keluar, kamu harus menggunakan gel untuk merapikannya," kata Aiden sambil membantu Anya mengambil makanan.     

Nico mendengarkan kata-kata Aiden dan kemudian melihat ke arah kepala Aiden.     

Apa yang Aiden jelaskan barusan itu adalah gaya rambutnya sendiri!     

"Paman, sepertinya kamu tidak pernah merubah gaya rambutmu. Apakah kamu pernah ingin menggantinya?" tanya Nico.     

"Apakah rambutku tidak bagus?" tanya Aiden pada semua orang di sana.     

"Sangat bagus. Suamiku sangat tampan," Anya langsung menatapnya dengan penuh sayang.     

"Aiden memang tampan. Tidak peduli gaya rambut bagaimana pun. Ditambah lagi, rambutnya sangat rapi dan mudah untuk diatur. Tidak seperti seseorang yang langsung berubah saat baru bangun tidur," kata Tara dengan sengaja.     

"Gaya rambut paman paling bagus. Dan paman memang paling tampan. Rambut kakak terlalu panjang dan semirannya tidak bagus," Nadine menggeleng-gelengkan kepalanya.     

"Dengarkan kata-kata semua orang. Aku tidak mengandalkan wajahku saja, tetapi juga memperhatikan dan mengurus penampilanku," Aiden tidak mau memikirkan hal-hal sepele seperti ini.     

Mengeriting atau menyemir rambut itu terlalu menghabiskan banyak waktu dan membuang-buang waktunya.     

Menurutnya, rambut pendek yang rapi seperti yang dimilikinya saat ini adalah gaya rambut yang paling cocok untuknya.     

"Paman, tidak peduli bagaimana wajahmu atau pun gaya rambutmu, di dunia ini tidak ada satu orang pun yang bisa menyaingimu. Bagaimana bisa kamu memiliki wajah yang tampan dan kemampuan yang luar biasa? Bagaimana bisa kamu membuat pria-pria lain merasa menyedihkan?" Nico mengeluarkan ponselnya dan memfoto Aiden secara gila-gilaan. Dari arah depan, samping kanan, samping kiri, dan belakang …     

"Aku tidak tahu bagaimana hidup pria-pria lain, tetapi memang benar kamu terlihat menyedihkan," Aiden mengulurkan tangannya dan merebut ponsel Nico. "Apa yang kamu foto?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.