Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Aku adalah Anaknya, Kan?



Aku adalah Anaknya, Kan?

"Ibu, aku baru saja kembali. Mengapa ibu langsung mengusirku?" keluh Anya pada ibunya.     

"Aiden sudah lama menunggumu di sini. Sana pulanglah! Aku tidak mau menjadi ibu yang terus mengganggu anaknya. Selama kalian berdua bisa hidup bahagia, aku sudah puas," ketika mengatakan hal ini, mata Diana memerah.     

Anya menghampirinya dan langsung memeluk ibunya. "Ibu, ibu bisa tinggal bersama dengan kita."     

"Aku lebih nyaman tinggal di sini. Anak muda seperti kalian harus punya tempat sendiri untuk keluarga kecil kalian. Lagi pula, rumah kita kan dekat. Kalau kamu merindukan ibu, kamu bisa mampir," Diana menepuk pundak Anya dengan lembut. "Sana pulanglah, sudah malam."     

Dengan begitu, akhirnya Anya menuruti kata-kata ibunya dan pulang ke rumah Aiden.     

Mereka menaiki mobil hingga ke depan rumah dan memarkirkan mobilnya terlebih dahulu sebelum Aiden menggandeng tangannya dan mengajaknya untuk berjalan-jalan sejenak.     

"Kamu bertemu dengan Bibi Indah tadi?" tanya Aiden.     

Ia mendengar dari Hana bahwa Anya bertemu dengan Indah tadi siang.     

"Iya. Bibi Indah tidak tahu apa-apa dan memintaku untuk meninggalkan kamu. Akhirnya aku memberitahu semuanya kepadanya dan ia meminta maaf padaku. Ia minta maaf atas perbuatan Keara yang telah menyakitiku dan Keluarga Atmajaya. Katanya ia tidak akan mengurus Keara lagi," cerita Anya.     

Aiden mengangkat tangan Anya dan mengecup punggung tangannya dengan lembut, "Apakah Bibi Indah memintamu untuk mendonorkan livernya?"     

"Apakah pengawalmu yang memberitahumu?" Anya tahu ia tidak akan bisa menyembunyikannya dari Aiden.     

Taid, pengawal Aiden lah yang mengantarnya ke rumah sakit. Tentu saja, ia akan melaporkan semua itu pada Aiden.     

"Kalau aku tidak setuju, apakah kamu akan bersikeras?" tanya Aiden.     

"Bagaimana kalau …" Anya terdiam, tidak jadi melanjutkan kata-katanya.     

"Kalau apa?"     

"Bagaimana kalau ternyata Bibi Indah adalah ibuku?" bisik Anya.     

Ketika mendengar itu, Aiden tersenyum sambil mengelus kepala Anya dengan lembut. "Mengapa kamu berpikir seperti itu?"     

"Apakah kamu tidak merasa aku mirip dengan Keara? Dulu, aku mengira aku adalah anak ibuku dan Paman Galih. Tetapi sekarang setelah kembali ke Indonesia, aku tahu bahwa ibuku bukan ibu kandungku. Bibi Indah dan Paman Galih juga sedang mencari anak mereka. Bagaimana kalau …"     

"Jadi, kamu mengambil inisiatif untuk mencari tahu apakah benar kamu anak mereka?" tebak Aiden.     

Anya mengangguk. "Apakah kamu tahu bagaimana rasanya saat pertama kali aku melihat Paman Galih dan Bibi Indah di ulang tahun ayahmu? Aku merasa mereka sangat baik. Hari ini, aku masih merasa sama. Mereka adalah orang yang baik. Begitu tahu bahwa anaknya bersalah, mereka tidak memanjakannya dan mau meminta maaf padaku. Orang baik seperti itu, bagaimana aku bisa membiarkan mereka menderita. Meski Bibi Indah bukan ibuku sekali pun, aku tetap bersedia mendonorkan liverku," kata Anya.     

"Aku rasa, Paman Galih juga akan melakukan tes DNA setelah mendapatkan sampel darahmu," kata Aiden. "Sebenarnya, aku juga mencurigai bahwa kamu adalah anak Keluarga Pratama."     

Anya mengerutkan keningnya saat mendengar hal itu.     

Ia tidak tahu harus senang atau sedih.     

Sebenarnya, memiliki orang tua yang baik hati seperti Galih dan Indah adalah anugerah yang terbesar yang bisa ia dapatkan. Tetapi di saat yang bersamaan, ia juga mendapatkan saudara seperti Keara.     

Jadi, apakah ia harus senang atau sedih?     

"Aku tidak ingin memiliki hubungan dengan Keara. Tetapi aku ingin menemukan orang tua kandungku," kata Anya dengan suara pelan.     

"Sekarang kita tunggu saja berita selanjutnya. Mengenai donor, berapa banyak yang kamu tahu? Apakah kamu tahu mengapa Keara menolak untuk melakukan operasi itu?" tanya Aiden.     

"Operasi itu akan meninggalkan bekas luka di tubuhnya. Keara tidak mau terlihat jelek, apalagi di depanmu," kata Anya.     

"Aku tahu setelah mendonorkan liver, seseorang bisa pulih dan hidup dengan normal kembali. Tetapi apakah kamu lupa bahwa operasi itu adalah operasi besar? Bagaimana kalau ada terjadi komplikasi? Bagaimana kalau ada infeksi atau pendarahan?" kata Aiden dengan serius. "Apakah kamu pikir operasi itu tidak memiliki resiko sama sekali?"     

Anya terdiam di tempatnya. Tara hanya mengatakan bahwa donor liver itu tidak akan menyebabkan efek samping pada tubuh.     

Ia tidak pernah memikirkan dan menanyakan mengenai prosedur operasinya.     

"Kalau sampai terjadi komplikasi, kamu harus tinggal di rumah sakit untuk melakukan perawatan. Dan setelahnya, kamu harus beristirahat selama berbulan-bulan untuk memulihkan kesehatanmu lagi. Apakah kamu benar-benar yakin ingin mendonorkan livermu?" kata Aiden, memberitahu Anya semua yang tidak ia ketahui.     

Anya menjadi sedikit takut mendengar penjelasan Aiden. "Apakah kamu mengatakan semua ini karena kamu tidak setuju?"     

"Aku hanya berharap kamu memikirkan dirimu sendiri terlebih dahulu. Tidak peduli apakah Bibi Indah itu ibumu atau bukan, kamu harus mempertimbangkan keselamatanmu terlebih dahulu. Kalau memang benar kamu adalah anaknya, apakah kamu tahu bahwa Bibi Indah lebih memilih untuk membawa Keara dan menyuruh pengawalnya untuk membawamu. Bukankah kalau begini, Keara yang harus diprioritaskan untuk menjadi pendonor?" kata Aiden.     

"Apa maksudnya itu? Apakah kamu mengetahui sesuatu? Apakah aku benar-benar anak Bibi Indah?" Anya menatap Aiden dengan mata terbelalak.     

"Walaupun tes DNA itu belum dilaksanakan, petunjuk yang aku dapatkan memang mengarah pada Keluarga Pratama. Pada saat itu, Bibi Indah membawa Keara pergi bersamanya dan menyuruh pengawalnya untuk membawamu. Pengawal itu terluka parah dan meninggal. Kamu terlantar sendirian di jalanan dan dibawa pergi oleh anjing liar. Nenekmu lah yang menyelamatkanmu dari mulut anjing itu." Aiden memutuskan untuk memberitahu semua yang ia ketahui pada Anya.     

"Bukankah anak yang diselamatkan dari anjing liar itu adalah anak Keluarga Pratama?" Anya sudah mendengar mengenai anak Bibi Indah yang meninggal. Kata Tara, anak itu meninggal karena digigit anjing liar dan mayatnya telah dibakar menjadi abu.     

"Pada saat itu, nenekmu yang menemukanmu dan menukar keduanya. Ia menyelamatkanmu dari anjing liar itu dan membawamu kembali ke rumah sakit. Dan abu yang ditemukan oleh Bibi Indah, kemungkinan besar itu adalah anak ibumu," kata Aiden dengan hati-hati.     

Anya merasa tubuhnya oleng. Tangannya memegang lengan Aiden dengan erat, untuk membantunya tetap berdiri. Tangan Aiden dengan sigap menopang Anya dan menjaganya agar tidak terjatuh.     

Tangannya melingkari pinggang Anya untuk menahan tubuhnya.     

"Apakah ibuku sudah tahu?"     

"Aku tidak tahu. Mungkin kita harus memberitahu ibumu yang sebenarnya," kata Aiden.     

Nenek Anya tidak pernah menceritakan hal ini pada Diana karena takut Diana tidak akan sanggup menerima semuanya, sampai pada akhirnya ia harus meninggal dengan memendam semua cerita ini.     

Selama bertahun-tahun, Anya adalah satu-satunya harapan Diana untuk bertahan hidup.     

Kalau Diana tahu Anya bukanlah anaknya …     

"Kasihan sekali ibuku," Anya menangis dengan pahit. "Ibu hanya punya aku. Ibu tidak memiliki siapa pun, tidak memiliki keluarga dan tidak memiliki karir. Hanya ada aku."     

"Karena itu, kamu harus menjaga kesehatanmu untuk ibumu. Donor yang paling tepat untuk Bibi Indah adalah Keara, bukan kamu. Kondisi fisiknya jauh lebih mumpuni untuk menjalani operasi dibandingkan kamu," Aiden takut Anya akan merasa bertanggung jawab sebagai seorang anak dan memaksakan dirinya untuk mendonorkan livernya.     

"Jadi, apakah benar Bibi Indah adalah ibuku?" tanya Anya dengan mata memerah.     

Aiden mengangguk.     

"Ia lebih memilih untuk meninggalkan aku dan membawa Keara pergi?"     

Sekali lagi, Aiden mengangguk.     

"Mengapa? Mengapa ia tidak menginginkan aku? Aku adalah anaknya, kan?" tanya Anya dengan berlinangan air mata.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.