Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Bukan Anakku



Bukan Anakku

"Mengapa? Mengapa ia tidak menginginkan aku? Aku adalah anaknya, kan?" tanya Anya dengan berlinangan air mata.     

Aiden menghapus air matanya dan memeluk Anya dengan erat, "Tidak peduli bagaimana pun hasil kecocokannya, aku tidak menyarankan kamu untuk mendonorkan livermu."     

"Aiden, aku tidak mau mencari orang tuaku lagi," Anya menguburkan kepalanya di pelukan Aiden dan menangis.     

"Baiklah. Kalau begitu kita tidak akan mencari lagi," Aiden menepuk punggung Anya dengan lembut, berusaha untuk menghiburnya.     

Setelah itu, Aiden tidak melanjutkan penyelidikannya.     

Ia sudah menyelidiki mengenai hasil tes DNA dua tahun lalu dan mencari tahu mengenai orang tua Anya, keduanya melibatkan Keluarga Pratama sehingga Aiden sudah yakin betul bahwa Galih dan Indah adalah orang tua Anya.     

Dua tahun lalu, Toni membantu Keara untuk membuat hasil tes DNA pasti untuk mencegah Anya kembali ke Keluarga Pratama, khawatir Keara akan mendapatkan saingan untuk memperebutkan warisan Keluarga Pratama.     

…     

Tiga hari kemudian, Galih menelepon Anya. saat itu, Anya sedang menyirami tanaman di taman sehingga Aiden yang menjawabnya.     

"Anya sedang menyiram tanaman di luar. Ada apa?" tanya Aiden dengan dingin.     

"Aiden, aku tidak tahu apakah Anya memberitahumu bahwa ia pergi ke rumah sakit untuk menjalani tes kecocokan liver dengan istriku. Sekarang hasilnya sudah keluar," kata Galih.     

"Hasilnya sukses kan? Dan Anya diminta untuk kembali ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan fisik sebelum operasi?" kata Aiden dengan suara pelan.     

"Benar," jawab Galih.     

"Apakah kamu tahu mengapa Anya mau pergi ke rumah sakit dan menjalani tes kecocokan itu?" tanya Aiden.     

"Aku dengar Anya mencari orang tua kandungnya. Sayangnya, hasil tes DNA menunjukkan bahwa ia bukan anakku, tetapi …"     

"Kalau ia bukan anakmu, mengapa ia harus mendonorkan livernya untukmu?" sela Aiden sebelum Galih bisa menyelesaikan kata-katanya.     

Galih tertegun. "Apakah itu niat Anya sebenarnya?"     

"Aku sempat bertanya padanya bagaimana kalau aku melarangnya untuk mendonorkan ginjalnya. Anya hanya bilang bagaimana kalau ternyata istrimu adalah ibunya," kata Aiden.     

Setelah diam sejenak, akhirnya Galih bertanya. "Mengapa Anya tiba-tiba berpikir seperti itu?"     

"Aku juga menanyakan pertanyaan yang sama. Ia bilang karena wajahnya sangat mirip dengan Keara. Ia juga sangat menghormatimu dan istrimu. Anya juga bilang meski Bibi Indah bukan ibunya sekali pun, ia bersedia untuk mendonorkan livernya kalau ia bisa menyelamatkannya. Tetapi …"     

Aiden berhenti sejenak dan kemudian melanjutkan. "Tetapi aku tidak akan pernah membiarkan kamu memanfaatkan kebaikannya begitu saja. Paman Galih, kamu punya anak sendiri. Mengapa kamu tidak menyuruh anakmu saja yang mendonorkan livernya? Tolong jangan hubungi Anya lagi."     

"Aku mengerti. Maaf sudah mengganggumu," Galih menutup teleponnya dengan kebingungan.     

Ketika kembali ke kamar rumah sakit, ia tidak tahu harus mengatakan apa pada istrinya yang memandangnya dengan penuh harap.     

"Bagaimana hasilnya? Apa yang dokter katakan?" tanya Indah dengan semangat.     

"Tes kecocokannya berhasil," kata Galih dengan susah payah.     

"Siapa yang peduli dengan tes itu? Aku menanyakan mengenai hasil tes DNA. Apakah Anya …"     

"Tidak," Galih menggelengkan kepalanya. "Anya bukan anak kita, tetapi hasil tes kecocokannya berhasil. Kita harus memintanya datang ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan fisik sebelum operasinya dilangsungkan."     

Indah kembali membaringkan tubuhnya di tempat tidur. "Aku tidak mau operasi."     

"Indah, kamu membutuhkan operasi ini. Dokter bilang …"     

"Aku tidak mau operasi. Aku hanya ingin putriku kembali. Kembalikan putriku sekarang, meski aku harus mati sekali pun aku ingin melihatnya. Biarkan aku mati saja," Indah menutupi wajahnya dan menangis.     

"Aku akan mencari Keara. Aku akan menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya dan menjadwalkan operasinya sekarang," Galih menatap ke arah Indah dengan cemas.     

Indah tidak menjawab dan terus menerus menangis.     

…     

Pada saat yang sama, Anya kembali ke ruang keluarga dan berpura-pura tidak tahu apa pun.     

Sebenarnya, waktu Aiden menerima telepon itu, ia sudah mendengar semuanya.     

Ia tidak menyangkal bahwa hatinya sedikit ragu saat Aiden dan Galih membahas mengenai donor liver itu.     

Tetapi saat ini, ia harus memikirkan mengenai kondisi fisiknya sendiri. Ibunya sudah bersusah payah membesarkannya dari kecil.     

Aiden juga sangat mencintainya dan mereka harus berjuang agar bisa kembali bersama lagi seperti ini.     

Anya tidak mau membuat kedua orang yang paling ia cintai itu khawatir padanya.     

"Sudah selesai?" melihat Anya menghampirinya ke sofa, Aiden langsung memeluknya dan membawanya ke pangkuannya. "Barusan Paman Galih menelepon dan mengatakan bahwa hasil tes DNA nya sudah keluar dari hasil tes kecocokannya berhasil."     

"Oh," jawab Anya dengan singkat.     

"Kesehatanmu masih kurang baik dan kamu tidak bisa mendonorkan livermu di saat seperti ini. Aku menolaknya," kata Aiden dengan tenang.     

"Hmm …" Anya memeluk leher Aiden dan menyandarkan kepalanya di pundak Aiden. "Aku tidak mau mencari orang tuaku."     

"Mengapa?" tanya Aiden dengan lembut.     

"Aku takut. Aku takut ditinggalkan," bisik Anya.     

"Kamu tidak menanyakan kepadaku mengenai hasil tes DNA nya," kata Aiden.     

"Bukankah kamu sudah menceritakan semuanya kepadaku? Menurut hasil penyelidikanmu, aku adalah anak Paman Galih dan Bibi Indah. Tetapi aku tidak mau mencari orang tuaku. Kalau benar mereka adalah orang tuaku, mengapa mereka lebih memiliki Keara dibandingkan anak kandungnya sendiri?" suara Anya semakin lama menjadi semakin pelan.     

"Hasil tes DNA nya menunjukkan bahwa kamu bukan anak mereka," kata Aiden.     

Tetapi sebenarnya, di dalam hati, Aiden mengatakan yang sebaliknya. Benar Anya adalah anak Galih. Aiden lah yang mengubah hasil tes DNA itu untuk Anya.     

Ia tidak mau Anya merasa sedih seperti ini.     

Ia tidak mau Anya merasa seperti ditinggalkan orang tuanya.     

Ia mengubah hasil tes DNA itu, sama seperti Keara mengubah hasil tes DNA Anya dua tahun lalu.     

Namun, sebenarnya ia merasa aneh karena Galih mempercayai hasil tes DNA itu. Apakah sebenarnya Galih tidak mau Anya menjadi putrinya?     

Anya menghela napas lega. "Baguslah kalau begitu. Lalu, mengenai donor itu, apakah tidak keterlaluan kalau aku menolak?"     

"Anak mereka sendiri saja tidak mau melakukannya. Mengapa kamu harus melakukannya?" kata Aiden.     

Anya berpikir sejenak dan kemudian merasa jauh lebih tenang. "Kamu benar. Kalau memang mereka membutuhkannya seharusnya mereka memintanya dari Keara, anak mereka sendiri."     

Aiden mengelus kepala Anya dengan lembut. "Sudah jangan dipikirkan lagi. Sekarang fokuslah pada kompetisimu. Nanti kita akan melanjutkan pencarian ini setelah kompetisinya berakhir," kata Aiden.     

Setelah hari itu, sesuai dengan permintaan Aiden, Galih tidak menghubungi Anya lagi. Aiden juga tidak mengetahui apakah Indah berhasil mendapatkan donor atau tidak dan tidak tahu apakah Keara jadi mendonorkan livernya atau tidak.     

Di pertengahan April, Ivan dan Raisa mengadakan pesta pertunangan kecil-kecilan di rumah mereka.     

Anya bertemu Raka di pesta tersebut. Ia tampak sangat tampan dan luar biasa, tetapi wajahnya sedikit terlihat sedih.     

"Aku dengar kamu kembali bersama dengan Aiden. Selamat!" kata Raka sambil tersenyum.     

"Terima kasih. Adikmu sudah bertunangan. Kamu juga harus segera mencari pasangan. Kalau tidak orang tuamu akan terus mendesakmu," kata Anya.     

"Benar sekali tebakanmu. Setiap hari ibuku terus menunjukkan foto gadis-gadis dan menyuruhku untuk memilih. Aku tidak tahu dari mana ia mendapatkan foto-foto itu," Raka menertawai dirinya sendiri. "Aku masih merasa nyaman dengan hidupku sekarang."     

"Raka, aku harap kamu juga bisa mendapatkan kebahagiaan," kata Anya dengan tulus.     

"Kalau suatu hari nanti aku menemukan wanita yang tepat, aku akan memberitahumu," kata Raka sambil tersenyum.     

Ketika Aiden melihat Anya dan Raka berdiri bersebelahan, ia langsung menghampirinya dan memeluk pinggang Anya. "Apa yang kalian bicarakan?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.