Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Foto Keluarga



Foto Keluarga

"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Aiden.     

Anya tahu Aiden cemburu karena ia dan Raka berdiri berduaan dan berbincang-bincang bersama.     

Raka menatap Aiden sambil tersenyum. Selama ia masih melajang seperti ini, Aiden akan selalu menganggapnya sebagai saingan.     

"Hanya obrolan tidak penting. Mengapa kamu ke sini?" Anya tersenyum dengan canggung.     

"Aku khawatir seseorang akan menginginkan yang bukan miliknya. Aku datang untuk memperingati," kata Aiden, jelas mengancam Raka.     

"Raka, aku akan pergi dan menyapa orang disana," Anya langsung menarik tangan Aiden ke arah yang berlawanan.     

"Apakah kata-kataku salah?" kata Aiden tanpa merasa bersalah.     

"Raka tidak bermaksud apa pun. Kami hanya mengobrol biasa," Anya merasa sangat malu dan tidak enak pada Raka.     

"Benarkah?" tanya Aiden.     

Anya melotot ke arah Aiden dengan kesal.     

Aiden hanya mengelus kepala Anya dengan lembut. "Aku rasa ia memiliki maksud lain."     

Aiden mempercayai Anya, tetapi ia tidak bisa percaya pada Raka. Setidaknya sampai Raka bisa menemukan pasangannya sendiri.     

"Aiden, aku tidak sepopuler itu. Cuma kamu yang menghargaiku seperti ini. Orang lain tidak memedulikan aku," kata Anya, masih dengan cemberut.     

Aiden tidak mengatakan apa pun. Tidak tahu bagaimana harus menjelaskan kepada Anya bahwa di tempat ini saja ada begitu banyak pria yang menginginkannya.     

"Paman, bibi, ayo kita berfoto," Nadine melambaikan tangan ke arah mereka dengan senang.     

Tatapan dingin Aiden tertuju pada Imel. Ini adalah foto keluarga, mengapa Imel duduk di samping Bima?     

Setelah menyapa para tamu, Maria juga ikut untuk berfoto. Ketika ia melihat ada Imel di sana, ia langsung berkata, "Kami ingin mengambil foto keluarga."     

"Ini adalah pertunangan putraku. Bagaimana mungkin foto keluarganya tidak ada aku," kata Imel dengan marah.     

Kemarahan itu membuat Bima sedikit terkejut.     

Dulu, Imel adalah wanita yang lembut dan sangat pemaaf. Tetapi mengapa sekarang ia menjadi mudah marah.     

"Mengapa kamu membuat keributan di hari pertunangan anakmu?" tegur Bima.     

"Aku? Membuat keributan? Bima, aku sudah bersamamu lebih dari 30 tahun. Aku sudah memberikan semua masa mudaku padamu. Mengapa kamu melakukan ini kepadaku? Hari ini adalah hari pertunangan putraku. Mengapa aku tidak boleh mengambil foto keluarga bersama dengan anak dan menantuku?" kata Imel dengan kesal.     

"Kamu …" Bima juga merasa semakin kesal saat melihat Imel berteriak padanya di depan semua orang.     

"Biarkan saja," kata Aiden.     

"Aiden …"     

"Dia benar. Anak menantunya kan bertunangan. Masa ia tidak boleh berfoto dengan mereka," Aiden menatap ke arah penata rias itu dan langsung menyuruh seseorang untuk membetulkan riasan di wajah Imel. "Kak, kita tunggu mereka selesai berfoto dulu. Baru giliran kita," kata Aiden.     

Imel terdiam di tempatnya. "Kalian tidak ikut berfoto?"     

"Kami bukan keluargamu," jawab Maria degan dingin.     

Imel tidak bisa berkata apa-apa. Awalnya ia ingin mengambil kesempatan saat pertunangan Ivan untuk berada di posisi Nyonya Atmajaya.     

Ia bahkan harus berteriak di hadapan umum dan mempermalukan dirinya untuk mendapatkan foto seluruh keluarga.     

Tetapi setelah Aiden setuju, hanya mereka berempat saja yang berfoto, tanpa adanya anggota keluarga yang lain.     

Akhirnya, Imel duduk di samping Bima dengan enggan, sementara itu Ivan dan Raisa berdiri di belakang mereka. Foto keluarga itu hanya berisikan empat orang.     

Setelah foto itu selesai, kursi Imel langsung disingkirkan.     

Nico dan Tara berdiri di sisi kiri Ivan, diikuti oleh Maria. Aiden dan Anya berdiri di sisi kanan Raisa.     

Raisa merasa sangat tidak nyaman saat melihat Aiden berdiri di sampingnya. Ia menarik ujung kemeja Ivan untuk mendapatkan perhatiannya dan kemudian berbisik di telinganya, "Kak, bisakah kita bertukar tempat?"     

Ivan melihat ketidaknyamanan Raisa saat berdiri di samping Aiden dan langsung menukar posisinya.     

Melihat Raisa berdiri di sampingnya, Nico bertanya dengan sengaja, "Bukankah dulu kamu suka pada pamanku? Jarang-jarang kamu bisa berdiri di sampingnya dan berfoto bersamanya. Mengapa kamu pindah?"     

"Aku bahkan tidak bisa bernapas. Rasanya tekanan udaranya sangat rendah. Sepertinya aku trauma terhadapnya," Raisa menepuk dadanya dengan gugup.     

Saat Aiden dan Ivan berdiri berdampingan, mereka tampak sangat mencolok.     

"Terima kasih," kata Ivan dengan suara pelan.     

Tanpa persetujuan dari Aiden, ibunya tidak akan bisa mendapatkan foto keluarga sama sekali. Untung saja Aiden memperbolehkannya walaupun foto keluarga itu hanya beranggotakan empat orang.     

"Aku sudah menangkap Heru. Ia memberitahu aku sesuatu yang sangat menarik. Apakah kamu tahu nama belakang Heru? Heru Adhi …" kata Aiden dengan tatapan yang tidak tertebak. "Ivan Adhiputra Atmajaya. Namamu sangat menarik."     

Adhiputra? Putra Adhi?     

Ivan terperangah mendengar hal itu. Tiba-tiba saja ia merasakan firasat buruk.     

Walaupun suara mereka sangat pelan, Anya yang berdiri di samping Aiden bisa mendengar percakapan mereka.     

Ketika mereka sedang berbicara, Raisa sedang berbicara dengan Nico sehingga ia tidak memperhatikan.     

Hanya Anya, Aiden dan Ivan saja yang mengetahui pembicaraan ini.     

Anya melihat wajah Ivan yang memucat dan menarik tangan Aiden. "Aiden, jangan membahas masalah ini sekarang."     

Aiden menoleh dan mengecup samping kepala Anya dengan lembut. "Memangnya mengapa? Imel berani melakukan itu terhadap Keluarga Atmajaya. Bukankah Kak Ivan juga harus tahu yang sebenarnya."     

"Hari ini adalah hari pertunangan Kak Ivan. Bicaranya lain kali saja," bisik Anya.     

"Baiklah, aku akan mendengarmu." Aiden memutuskan untuk menuruti Anya dan tidak lagi berbicara pada Ivan.     

Pesta itu berlangsung dari siang hingga jam sepuluh malam. Setelah para tamu pergi, Ivan mengajak Aiden untuk berbicara di ruang keluarga.     

Bima sudah kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Tanpa adanya Bima, Imel hanya bisa pergi dari sana.     

Irena dan Rian merasa sangat tidak senang karena keributan yang ditimbulkan oleh Imel tadi. Untungnya, Raka berhasil menenangkan mereka.     

Mereka setuju untuk menjodohkan Raisa dan Ivan meski sebenarnya mereka merasa malu dengan identitas Ivan sebagai anak haram. Ditambah lagi, di hari pertunangan anak mereka, Imel masih membuat keributan dan mempermalukan mereka sekali lagi.     

Tetapi mereka berusaha untuk menelan semua kekesalan itu. Aiden mengundurkan diri dari Atmajaya Group dan sekarang Atmajaya Group dipimpin oleh Ivan. Itu saja sudah membuat Keluarga Mahendra sangat puas.     

Nico membawa Tara pulang lebih awal. Nadine dan Harris membantu Maria untuk mengurus acara hingga selesai.     

...     

Di sofa ruang keluarga, Aiden dan Ivan sedang berbincang-bincang. Raisa tidak berani mendekati mereka. Ia juga tidak tahu harus pergi ke mana.     

"Raisa, ayo duduk," Anya berjalan menuju ke arah sofa sambil membawa sepiring buah.     

"Anya, beraninya kamu memanggilku dengan nama," Raisa mengangkat kepalanya dan mendengus dengan dingin.     

Anya tertawa melihatnya. "Kakak ipar, apakah kamu mau buah?"     

Raisa mengangguk dengan puas dan kemudian mengikuti Anya menuju ke sofa.     

Tanpa Anya, mana berani ia pergi ke sofa sendirian.     

Aiden membencinya setengah mati. Di rumah ini, untuk melindungi dirinya sendiri saja Ivan sudah kesulitan. Mana bisa Raisa meminta tolong padanya.     

Kalau ada Anya di sana, situasinya berbeda.     

Aiden memang sangat kejam, tetapi ia sangat peduli pada Anya. Kalau ada di sana, setidaknya Aiden pasti akan menahan dirinya.     

Raisa duduk di samping Ivan dalam diam.     

"Kalian pasti lelah hari ini. Aku dan Anya akan segera pulang," begitu nya menghampirinya, Aiden langsung bangkit berdiri untuk pergi.     

"Bisakah kamu membantuku untuk bertemu dengannya?" tanya Ivan.     

"Mengapa? Kamu ingin membunuhnya?" kata-kata Aiden terdengar seperti candaan. Tetapi candaan apa pun kalau keluar dari mulut Aiden terdengar menyeramkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.