Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Ia Sudah Gila!



Ia Sudah Gila!

"Ketika kecelakaan itu terjadi, aku sedang berada di mobil di bawah, tidak di ruangan kantor. Saat aku menemukannya, ia sudah meninggal," jawab Heru.     

Aiden melangkah maju dan menendang Heru hingga terjungkal ke tanah. Meski demikian, ia tidak merasa lega. Ia meletakkan kakinya di leher Heru dan berteriak. "Apa yang kamu masukkan di teh kakakku? Apa kamu pikir tidak akan ada yang tahu? Bagaimana perasaanmu saat kamu melihatnya terjatuh ke tanah dengan tidak berdaya dan meminta tolong? Keluarga Atmajaya telah membiayaimu, menyekolahkanmu dan mengurusmu seumur hidupmu. Ayahku dan kakakku sangat mempercayaimu. Apakah itu caramu membalas Keluarga Atmajaya?"     

"Serahkan dirimu pada polisi," ketika mengatakan ini, Ivan tampak sangat lelah seolah sudah menghabiskan seluruh energinya. "Ibuku, kamu, kalian pantas mendapatkan semuanya. Kamu tidak akan bisa menyelamatkannya."     

Heru terjatuh ke lantai karena tendangan Aiden dan ia tidak bisa berdiri lagi. Ia menyemburkan darah dari mulutnya dan berkata dengan susah payah. "Ivan, Imel adalah ibu kandungmu. Aku bersedia untuk menyerahkan diri dan aku tidak takut mati. Aku hanya berharap ia selamat."     

"Dua tahun lalu, aku terluka karena ledakan itu. Setelah aku pulih, aku terus menyelidiki kejadian penculikan itu. Begitu menemukanmu, kamu langsung mengundurkan diri dan melarikan diri. Dua tahun aku habiskan untuk mencarimu dan akhirnya aku berhasil menemukanmu. Heru, apakah kamu pikir aku akan membiarkan kamu dan Imel hidup dengan tenang hanya karena itu keinginanmu?" Aiden tersenyum dengan dingin. "Kalau kamu tidak percaya, aku bahkan bisa meninggalkan Ivan di sini untuk menemanimu."     

"Kamu sudah gila! Ini bukan salah Ivan. Ivan sama sekali tidak tahu apa pun. Aku yang melakukan semuanya. Jangan sakiti dia," Heru meronta-ronta dengan panik, takut Aiden benar-benar akan menyakiti Ivan.     

"Mengapa kamu ketakutan begitu? Apakah benar Ivan adalah anakmu dan Imel?" tanya Aiden dengan sengaja.     

Ivan merasa seperti disambar petir. Ia memandang ke arah Heru, tidak bisa mempercayai bahwa itu benar.     

Walaupun ia mengetahui hubungan antara Heru dan ibunya, selama ini ia yakin betul bahwa ia adalah putra Bima.     

"Kalau Ivan adalah putramu, semuanya masuk akal. Agar putramu bisa mewarisi Atmajaya Group, kamu membunuh kakakku dan berniat untuk membunuhku. Apakah setelah itu kamu berniat membunuh Nico?" tanya Aiden lagu.     

Heru membuka mulutnya dan ingin mengatakan sesuatu, tetapi pada akhirnya ia tidak bisa mengatakan apa pun.     

"Aiden, bisakah kamu meninggalkan kami sebentar? Aku ingin menanyakan sesuatu kepadanya," Ivan benar-benar ingin tahu apakah ia anggota Keluarga Atmajaya atau bukan. Perasaannya semakin kuat mengatakan bahwa ia adalah anak Heru dan Imel.     

"Kamu akan selalu menjadi kakakku. Darah Keluarga Atmajaya tidak pernah salah," Aiden mengangkat kakinya dari leher Heru dan mundur.     

Pada akhirnya, ruangan itu menjadi hening karena Aiden keluar. Ivan mendekati Heru dan bertanya. "Semua ini adalah perintah ibuku kan?"     

"Tidak. Aku yang mencintainya. Aku ingin membantunya karena hidupnya sangat menderita," kata Heru.     

"Kamu tidak akan bisa lari, sama halnya dengan ibuku. Tebus lah semua dosamu ini seumur hidupmu," Ivan tidak banyak berbicara dan berbalik.     

"Ivan, Ivan …" mendengar kata-kata Ivan, Heru memiliki firasat buruk. "Ivan, jangan sakiti ibumu. Lampiaskan saja semuanya padaku. Biar aku yang menanggungnya."     

Sebelum Aiden pergi, ia melemparkan sebuah dokumen pada Heru. "Apakah kamu masih berpikir bahwa Ivan adalah putramu?"     

Heru menatapnya dengan terpana, "Aku tidak pernah berpikir seperti itu.     

"Pada saat Ivan kembali ke Keluarga Atmajaya, kami telah melakukan tiga kali tes DNA. Satu dilakukan di Indonesia, satu di Hong Kong dan satu lagi di Amerika. Selain itu, kakakku juga melakukan tes DNA dengannya saat ia masuk sekolah. Hasilnya memang benar bahwa Ivan adalah anggota Keluarga Atmajaya. Heru, kamu benar-benar hebat. Hanya demi seorang wanita, kamu sampai bersedia membantu putranya juga," setelah mengatakan hal itu, Aiden pergi.     

Malam itu, Imel ditangkap oleh polisi di rumahnya.     

"Lepaskan aku. Apakah kamu tidak tahu siapa aku?" Imel terus berusaha meronta dan tidak mau bekerja sama dengan para polisi itu.     

"Ibu, Heru sudah menyerahkan dirinya dan membongkar semua perbuatanmu," Ivan muncul di depan rumah ibunya.     

"Ivan, Ivan. Bantu ibu. Ibu tidak melakukan apa pun. Heru yang melakukannya sendirian," Imel langsung memegang tangan Ivan dengan erat, seperti sedang memegang satu-satunya harapan hidupnya. Ia tidak mau melepaskan tangan itu.     

"Ibu, katakan padaku. Apakah ibu yang memintanya melakukannya?" tanya Ivan.     

"Aku tidak melakukan apa pun. Kamu putraku kan? Mengapa kamu tidak percaya pada ibu? Mengapa kamu menjerumuskan ibu seperti ini?" Imel merasa sangat marah.     

"IBU!" teriak Ivan. "Apakah ibu tahu bahwa ayah sudah mengetahui semua yang ibu lakukan. Ayah sakit sekarang. Mengapa ibu melakukan semua ini? Apakah ayah tidak cukup baik pada kita?"     

"Di mana letak kebaikannya? Apakah ia memberikan namanya kepadaku? Wanita itu sudah mati lebih dari sepuluh tahun tetapi ia masih tidak mau menikahiku. Dan kamu … Aiden dan Nico memegang lebih banyak saham di perusahaan dibandingkan kamu. Mengapa? Kamu kan juga anaknya? Mengapa ia pilih kasih dan menindas kita berdua," kata Imel dengan marah. "Ivan, manfaatkan kesempatan ini. Bima sedang sakit. Kamu harus segera mengambil alih perusahaan."     

"Ibu, aku tidak tahu harus berkata apa lagi," Ivan menatap ibunya dengan sangat kecewa. Ibunya bahkan sama sekali tidak peduli terhadap keselamatan ayahnya. Malah memintanya untuk memanfaatkan kesempatan dan merebut perusahaan dari tangan Bima.     

"Semua ini ibu lakukan untukmu. Kamu harus mencari cara untuk menyelamatkan ibu," Imel tidak mau mengikuti polisi itu, tetapi ia merasa sangat senang saat mendengar bahwa Bima jatuh sakit.     

Sekarang Aiden sudah tidak mengurus Atmajaya Group lagi. Bima sedang sakit. Nico bodoh.     

Hanya putranya saja yang bisa memimpin perusahaan.     

Meski ia harus masuk penjara sekali pun, Ivan bisa menyelamatkannya dengan mudah.     

Ivan tidak mengatakan apa pun. ia hanya memandang ibunya dengan dingin, membiarkan wanita itu dibawa oleh polisi. Ia tidak melakukan apa pun.     

Melihat hal ini, Harris bertanya dengan khawatir, "Tuan, apakah kita harus mengatur pengacara untuk …"     

"Semua orang harus bertanggung jawab atas perbuatan mereka, tidak terkecuali ibuku," setelah mengatakannya Ivan meninggalkan rumah Imel.     

Di mobil, ia menyuruh supirnya untuk pergi ke rumah sakit.     

Di kamar rumah sakit, Bima sudah sadarkan diri, tetapi dokter memintanya untuk tidak bangun dari tempat tidur dan menginap di rumah sakit untuk beberapa hari.     

"Untung saja, Anda ditemukan tepat waktu. Saat tua, Anda harus mengendalikan emosi Anda. Ini bukanlah masalah yang sederhana. Bisa saja mengancam nyawa …" kata dokter tersebut.     

"Terima kasih, Dokter. Kami akan berhati-hati," Maria mengantar dokter itu ke luar kamar.     

Bima berbaring di tempat tidur dengan air mata menggenang di matanya. "Maria, aku yang salah atas semua ini. Aku terlalu membelanya setengah mati sehingga menyakitimu. Aku bahkan harus kehilangan Ardan. Ayah benar-benar minta maaf."     

"Ayah, ini bukan salahmu. Tidak ada yang menyangka bahwa ia sekejam ini," mata Maria juga memerah.     

"Salahkan aku, salahkan semuanya padaku. Aku yang melindunginya dan membuatnya berbuat semena-mena. Ia sudah gila! Aku tidak punya muka untuk menemuimu dan Nico lagi. Aku sudah membuat kalian kehilangan Ardan. Bagaimana aku harus menghadapi Aiden?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.