Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Dua Tamparan



Dua Tamparan

Setelah dua tahun berpisah, akhirnya Aiden dan Anya bisa kembali bersama. Sekarang, Anya akhirnya mengandung, tetapi tiba-tiba saja Aiden mengalami kejadian yang tidak mengenakkan seperti ini.     

Meski Maria sudah memberitahu Anya bahwa peluru itu tidak mengenai bagian yang berbahaya, tetapi saja Anya merasa khawatir.     

Aiden tidak keluar juga dari ruang operasi dan Anya tidak mendengar berita mengenai Aiden lagi.     

Apakah operasinya berhasil?     

Apakah Aiden baik-baik saja?     

Maria berusaha untuk menenangkan Anya dengan menceritakan berbagai hal. "Biar kakak menceritakan mengenai masa kecil Nico dan Aiden. Sejak kecil, Nico sudah genit. Saat masih SD, ia sudah mengajak teman sekelasnya untuk datang ke rumah. Tetapi begitu melihat Aiden, gadis itu langsung menyukai Aiden. Nico terus menangis dan berteriak karena …"     

"Ibu, mengapa kamu menceritakan hal itu?" Nico datang tepat saat Maria menceritakan kejadian itu pada Anya. Ia langsung menghentikannya.     

Tetapi bukannya Anya, tetapi malah Tara yang sangat tertarik pada cerita itu. "Lalu, bagaimana …"     

"Lalu …"     

"Ibu, berhentilah. Paman sudah keluar dari ruang operasi. Operasinya berjalan dengan lancar. Ia sudah diantarkan menuju ke kamarnya," Nico menyela cerita ibunya sekali lagi.     

"Aku ingin melihat Aiden," Anya langsung menyingkirkan selimutnya dan bangkit berdiri.     

"Jangan banyak bergerak. Dokter bilang kamu harus tetap berada di tempat tidur," Tara menghentikannya.     

"Biarkan Anya melihat kondisi Aiden. Nico, tolong ambilkan kursi roda," kata Maria.     

Harris mendahului Nico dan langsung meminjam sebuah kursi roda pada seorang suster.     

Nico berjalan menuju ke samping tempat tidur dan menggendong Anya ke kursi roda itu. Setelah itu, ia mengambil selimut untuk menjaga tubuh Anya tetap hangat.     

"Harris, kamu saja yang mendorong kursi rodanya. Aku tidak percaya pada Nico," kata Maria.     

Maria sangat mengenal putranya. Nico sangat ceroboh. Maria tidak mau kalau sampai sesuatu terjadi pada Anya saat Nico mendorong kursi rodanya.     

Saat Aiden tidak bisa berjalan sebelumnya, Harris lah yang selalu mendorong kursi roda Aiden. Ia sangat berpengalaman dan tidak akan pernah menyenggol apa pun.     

"Ibu, apakah aku anakmu?" gerutu Nico dengan kesal.     

"Kalau aku disuruh memilih antara kamu dan Harris, yang jelas aku tidak akan memilihmu," kata Maria.     

"Kak, Harris kan juga akan menjadi anak kakak. Menantu maksudnya …" kata Anya sambil tersenyum.     

"Bibi, apa yang kamu bicarakan!" wajah Nadine langsung memerah.     

Harris memberikan jaketnya pada Nadine. Saat Nadine mengulurkan tangan untuk menerima jaket itu, Harris menyempatkan diri untuk menggenggam tangan Nadine sekilas. Kemudian, mereka berdua saling berpandangan sambil tersenyum.     

"Ohh! Aku melihat mereka saling menatap satu sama lain dengan penuh cinta. Lebih baik kalian segera menikah saja!" goda Tara.     

Nadine menggunakan jaket yang baru diterimanya dari Harris untuk menutupi wajahnya dengan malu.     

Nico merasa kesal melihat hal itu. Meski ia tahu bahwa Harris adalah pria yang baik dan bertanggung jawab, ia rela adiknya berhubungan dengan Harris.     

"Apakah kamu mau hidup susah bersama dengan Harris?" kata Nico dengan sinis.     

Maria langsung memukul tangan Nico dengan keras. "Beraninya kamu bilang seperti itu! Sekarang cepat tunjukkan kamar pamanmu."     

Harris menggulung lengan kemejanya dan langsung mendorong kursi roda Anya dengan kedua tangannya. Mereka keluar dari kamar Anya, menuju ke kamar Aiden.     

Di depan pintu kamar Aiden, mereka melihat Keara duduk di kursi Roda, sedang bertengkar dengan Ivan dan membuat keributan karena ia ingin bertemu dengan Aiden.     

Wajah Ivan terlihat dingin, seolah mereka sama sekali tidak memiliki hubungan di masa lalu. Ia langsung memerintahkan para pengawalnya untuk mengusir Keara dari sana.     

Asisten Keara langsung mendorong kursi rodanya menuju ke arah lift. Saat melewati Anya, mata Keara terlihat sangat jahat.     

Aiden terluka karena perbuatan Keara, tetapi wanita jahat itu masih berani memandangnya dengan tatapan seperti itu.     

Anya merasa tidak terima. Kemarahan muncul di dalam hatinya dan ia langsung menghentikan Keara. "Berhenti!"     

Keara melotot ke arahnya dengan penuh kemarahan. Ia datang karena begitu mengkhawatirkan Aiden. Walaupun Ivan menghentikannya, Keara sudah tahu bahwa operasi Aiden berjalan dengan lancar.     

Yang penting Aiden selamat.     

Keara sama sekali tidak peduli terhadap kondisi Anya.     

"Ayo pergi," kata Keara pada asistennya.     

Tetapi Anya langsung menahan pegangan kursi roda Keara dan berkata, "Keara, kalau aku melihatmu mendekati Aiden lagi, aku tidak akan melepaskanmu begitu saja."     

"Benarkah? Apakah hakmu mengatakan hal itu kepadaku?" Keara menatapnya dengan berani. Ia bahkan berani menghina Anya di hadapan semua orang.     

Maria melangkah maju dan menampar wajah Keara dengan sangat keras.     

PLAK!     

"Tamparan ini adalah pembalasan karena kamu membuatku salah mengenali putriku. Aku hampir saja salah mengenali putriku untuk seumur hidupku."     

"Itu bukan salahku. Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan," Keara memegang sisi wajahnya dengan mata yang memerah.     

Tetapi penampilan Keara yang menyedihkan sama sekali tidak menyentuh hati Maria. ia menampar sisi wajah Keara yang satunya dengan seluruh kekuatannya. "Tamparan ini untuk anak yang tidak bersalah yang tidak sempat lahir di dunia ini dan karena kamu berani melukai Aiden seperti ini. Ingat, Keluarga Atmajaya tidak akan pernah memaafkanmu. Kamu bisa melarikan diri ke mana pun, tetapi kami pasti akan menuntut balas atas semua perbuatanmu."     

Keara langsung memarahi asistennya karena tidak membelanya. "Apakah kamu bodoh? Kamu membiarkan aku ditampar seperti ini?"     

Nico dan Tara tidak akan pernah membela Keara, sama halnya dengan Harris dan Nadine. Walaupun Anya sangat marah saat ini, ia berusaha keras untuk menahan emosinya untuk mempertahankan anaknya dan Aiden.     

Akhirnya, Maria lah yang melampiaskan semua kemarahannya itu dengan menampar wajah Keara dua kali. Melihat hal itu, Anya merasa jauh lebih lega.     

"Keara, aku memperingatimu. Kalau kamu berani mendekati Keluarga Atmajaya lagi, aku sendiri yang akan maju untuk menghadapimu," kata Maria sambil mendengus dingin. Kemudian ia berbalik ke arah Harris, "Ayo pergi."     

Dua tahun terakhir ini, Maria tenggelam dalam penyesalan dan kesedihan karena pebuatan yang telah ia lakukan. Begitu ia tahu bahwa dalang dalam masalah ini adalah Toni dan Keara, mana mungkin ia diam saja?     

Maria sudah kembali. Walaupun ia masih belum pulih betul seperti Maria yang dulu, tetap saja ia adalah anggota Keluarga Atmajaya. Ia adalah wanita dengan status tertinggi di Keluarga Atmajaya.     

Ia sama sekali tidak takut pada Keluarga Pratama. Ia tidak takut kalau harus bertengkar dengan Keara.     

Ivan sedang berdiri di koridor, menyaksikan semua keributan itu dengan jelas.     

Maria memandang ke arah Ivan dan merasa sedikit tidak enak padanya. Bagaimana pun juga, dulu Keara adalah mantan tunangannya. Ditambah lagi, Maria tidak tahu kalau Ivan sama sekali tidak mencintai Keara.     

"Ivan, aku …"     

"Kak, aku tidak ada hubungan apa pun dengan Keara. Kamu sudah melakukan hal yang benar," begitu Ivan mengatakan hal ini, Nico terkejut.     

"Apakah aku tidak salah dengar?" Nico tidak menyangka bahwa pamannya yang lembut ternyata bisa berbuat kejam seperti itu.     

"Keara memang pantas untuk dihajar. Orang tuanya tidak mendidiknya dengan benar. Harus ada seseorang yang memberinya pelajaran. Apakah ia pikir hanya karena ia mengandung anak, Keluarga Atmajaya tidak berani menyentuhnya?" kata Tara dengan kesal.     

Anya tidak mengatakan apa pun. Matanya terus tertuju ke arah koridor di belakang Ivan. Ia ingin melihat Aiden.     

"Kamar Aiden di sana," Ivan langsung mengantar mereka menuju ke kamar Aiden.     

Setelah operasi, Aiden masih belum sadarkan diri. Tetapi tanda vitalnya normal.     

Harris mendorong kursi roda Anya hingga ke samping tempat tidur.     

Anya mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Aiden. Tangan itu tidak lagi dingin seperti saat Aiden tergeletak di lantai dengan tidak berdaya.     

Tangan itu terasa hangat …     

"Jangan khawatir. Aiden baik-baik saja. Setelah efek biusnya habis, ia akan bangun," Ivan menepuk pundak Anya dengan lembut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.